Tenaga Kontrak
Kisah ini adalah tentang perjalanan hidup seorang Al. Adalah Al seorang kuli di bidang laboratorium kesehatan. Al menyelesaikan pendidikan di sekolah kejuruan Laboratorium Kesehatan pada bulan Agustus tahun 1992. Beberapa saat setelah pengumuman kelulusan Al dan keempat temannya di panggil oleh salah satu guru mata pelajaran praktikum kimia klinik. Hati resah, kenapa pula dipanggil guru.
Setelah keempat siswi ini menghadap, ternyata guru menawarkan kesempatan untuk bekerja di salah satu rumah sakit di Yogyakarta yaitu Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sardjito. Tentunya hati Al dan kawan-kawan senang sekali, lulus langsung dapat pekerjaan. Tetapi Al dan kawan-kawan tetap tidak bisa memutuskan saat itu. Al meminta pendapat dan pertimbangan dari orangtua, dan alhasil orangtua sangat mendukung.
Setelah proses wawancara dan administrasi berupa pemberkasan syarat-syarat menjadi tenaga kontrak selesai, Al dan kedua temannya resmi menjadi karyawan di rumah sakit tersebut, sedangkan kedua teman Al tidak mengambil kesempatan ini. Secara resmi Al dkk menanda tangani Surat Perjanjian sebagai tenaga kontrak. Waktu itu Al dan kawan-kawan sama sekali tidak memikirkan tentang gaji yang akan diterima, walaupun di surat perjanjian kontrak tertera honor yang akan diterima adalah Rp. 30.000,-. Yang terpenting bisa kerja dulu mendapat pengalaman.
Inilah saat pertama Al dkk berjuang mencari penghasilan sendiri, berlatih melepaskan diri dari ketergantungan kepada orangtua, dan mencoba sedikit membantu orangtua bila mampu.
Menerima honor
Al, Siti (S) dan Yekti (Y) akhirnya menjadi tiga sekawan yang akrab, sesama pejuang tenaga kontrak di rumah sakit yang sama, meskipun pada akhirnya ketiganya terbagi dalam tugas dan ruang berbeda. Al di ruang kimia klinik, S dan Y di ruang hematologi.
Satu bulan pertama bekerja Al dkk belum menerima honor, karena harus menjalani masa training selama 3 bulan. Dan setelah masa training selesai, honor pun diterima secara rapel selama 3 bulan. Rasa senang sekali menerima honor pertama kali, sebagai upah kerjanya.
Honor pertama ibarat seperti satu penghargaan, dan satu bukti bahwa ia bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Uang adalah bentuk upah yang sangat lazim di Indonesia, dan itu sangat membanggakan bagi para remaja yang berusia 19 tahun itu.
Pada umumnya remaja usia tersebut masih melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, tapi karena waktu itu untuk melanjutkan sekolah yang sejalur atau linier harus ke luar kota seperti ke Bandung atau ke Surabaya, karena di Yogyakarta belum berdiri perguruan tinggi pendidikan Analis Kesehatan. Alternatifnya adalah bekerja, dan memang disiapkan untuk langsung bisa bekerja.
Kesempatan bekerja di rumah sakit terbesar di Yogyakarta, tidak disia-siakan oleh Al dkk. Banyak sekali ilmu baru didapat, menambah tingkat pengetahuannya. Semua pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan hati-hati. Selain sebagai rumah sakit pendidikan, rumah sakit umum pusat dr.Sardjito merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai daerah di Indonesia, dengan sekian banyak kasus penyakit terutama penyakit yang berat, yang di rumah sakit umum daerah tidak dapat menangani.
Kesempatan bekerja di rumah sakit besar adalah kesempatan bagus. Semakin lama, Al dan kawan-kawan memikirkan peluang masa karir kedepan. Apa iya mau terus menjadi kontraktor alias tenaga kontrak? Tentu tidak, karena sebagai tenaga kontrak masa depan belum jelas. Sewaktu-waktu pun bisa diberhentikan, dan yang jelas tidak ada jaminan hari tua. Al dkk pun menanyakan kesempatan peluang menjadi calon pegawai negeri ke bagian managemen rumah sakit. Setiap kali menanyakan selalu dijawab belum ada formasi untuk rumah sakit di sini.
Sedih dan kecewa seringkali menyelimuti hati. Sementara kebutuhan hidup Al dan S semakin bertambah. Al sudah menikah dan mempunyai seorang bayi. S pun segera menyusul menikah. Sedangkan Y sudah mendahului resign karena suatu hal. Tinggal berdua. Suatu hari ada panggilan dari managemen rumah sakit untuk seluruh tenaga kontrak di rumah sakit umum pusat dr. Sardjito.
Mereka dikumpulkan di aula rumah sakit dan diberikan penjelasan bahwa honor tenaga kontrak direncanakan akan dinaikkan menjadi setara gaji Calon Pegawai Negeri Sipil waktu itu. CPNS menerima gaji 80% gaji pokok. Sehingga honor Al dan S yang awalnya Rp 30.000, dan kemudian di tahun kedua dan ketiga naik menjadi Rp 40.000. Jika rencananya honor tenaga kontrak dinaikkan setara gaji CPNS waktu itu maka Al dan S akan mendapatkan honor kurang lebih Rp 88.000,-. Ini gaji CPNS golongan IIa tahun berjalan. Tentu ini harapan mencerahkan bagi keduanya, dan akhirnya terwujud beberapa bulan setelahnya.
Gaji sebesar Rp 40.000,- pada saat itu memang tidak terlalu besar, tetapi entah bagaimana dengan honor itu Al masih bisa makan, meski harus benar-benar menghemat. Untuk beli susu bayinya, ia memakai uang belanja dari suami yang bekerja di salah satu Perusahaan Daerah Air Minum di Yogyakarta. Jika teman-teman yang sudah PNS bisa jajan makanan setiap hari, Al dan S bisa jajan seminggu sekali atau dua kali. Alhamdulillah Al dan S masih bisa tersenyum dan tertawa, meski kadang merasa sedih akan nasib selanjutnya. Pekerjaan diselesaikan dengan lancar sesuai prosedur, tentunya dengan kerja tim dengan teman-teman seprofesi.
Berapapun penghasilan seseorang, bila disyukuri ,maka akan digunakan dengan bijak. Bila digunakan dengan bijak maka semuanya akan cukup. Cukup sesuai kebutuhan bukan sesuai keinginan. Kalau menuruti keinginan, tentu berapapun penghasilan, tidak akan pernah cukup.
Saat hidup hampir terenggut
Suatu pagi, ada kabar bahwa salah satu dokter spesialis Patologi Klinik di laboratorium RSUP dr Sardjito meninggal. Beliau salah satu dokter yang baik, sholeh, sering kali mengisi ceramah di instalasi laboratorium. Hati Al terketuk karena salah satu teman Al  berpesan bila ada kabar apa-apa pada dokter yang sedang mengalami masa kritis tersebut minta dikabari. Al pun bergegas sesaat sampai di ruang laboratorium kembali mengambil motor dan menuju rumah teman tersebut untuk memberi kabar.
Pada waktu itu belum muncul si cantik gadget. Yang ada adalah pager itupun hanya dimiliki oleh orang tertentu yang cukup mampu membeli. Telpon pun adanya telpon umum koin. Komunikasi antar ruang dengan telepon ruangan. Sehingga Al pun tergerak segera ke rumah teman tersebut yang letaknya di sebelah utara rumah sakit.
Tetapi rupanya Al sedikit lupa jalan masuknya, karena menyusuri sungai atau orang mengatakan selokan Mataram, yang banyak jembatan bambunya. Al bingung jembatan yang mana. Kebetulan Al bertemu dengan salah satu teman di laboratorium yang sama dan Al mengikutinya. Tanpa dinyana saat Al menyeberangi jembatan, ban depan sepeda motornya kepeleset dan Al Bersama sepeda motornyapun tercebur ke Selokan Mataram, yang pada waktu itu airnya sangat penuh, karena kebetulan juga musim hujan. Al yang kehilangan kendali dan lepas dari sepeda motor, berguling-guling dalam gelombang air yang seakan memutar-mutar tubuhnya. Al merasa, "ah, nututi dokter Wiyono iki." Itu perasaan Al saat terguling-guling dalam air, ia merasa akan mengikuti jejak dr.Wiyono yang baru saja meninggal tersebut. Airnya sangat deras mengalir dan Al sama sekali tidak bisa berenang.
Tetapi Allah masih berkehendak lain. Sesaat kemudian kaki Al seperti menyentuh suatu benda keras, dan sepertinya itu adalah setang dari sepeda motornya. Al pun berusaha menapak di setang tersebut dan matanya melihat ada jembatan di atas kepalanya. Ia berusaha meraih pegangan jembatan itu, sementara di atas jembatan sudah berkerumun banyak orang dan berusaha menyelamatkan Al. Salah seorang dari mereka meraih tangan Al dan menarik tubuh Al ke atas. Al tampak masih bingung dan tak tahu harus bagaimana, tetapi orang-orang tersebut yang salah satunya juga teman Al, mas Parmo namanya, segera mengarahkan ke rumah teman Al untuk segera mendapatkan pertolongan. Mas parmo  yang pandai berenang segera menceburkan diri ke selokan mencari motor Al. Entah bagaimana orang-orang mengangkat motor tersebut, nyatanya setelah Al mandi dan berganti baju dengan baju temannya, motor itu sudah berhasil diangkat.
Sepeda motor kesayangan suaminya Honda Astrea Star yang merupakan motor satu-satunya kepunyaan suami, dan selalu mengantar keduanya ke tempat kerja. Karena tempat kerja yang berdekatan. Â
Hidup dan mati adalah kuasa Ilahi. Manusia hanya menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, sambil menunggu saat kematian menjemputnya. Bila masih diberi kesempatan untuk bernafas di dunia ini, manfaatkan setiap tarikan nafas untuk menghembuskan kebaikan. Menebarkan kemanfaatan. Al bersyukur masih diberikan kesempatan bernafas lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H