Kesempatan bekerja di rumah sakit besar adalah kesempatan bagus. Semakin lama, Al dan kawan-kawan memikirkan peluang masa karir kedepan. Apa iya mau terus menjadi kontraktor alias tenaga kontrak? Tentu tidak, karena sebagai tenaga kontrak masa depan belum jelas. Sewaktu-waktu pun bisa diberhentikan, dan yang jelas tidak ada jaminan hari tua. Al dkk pun menanyakan kesempatan peluang menjadi calon pegawai negeri ke bagian managemen rumah sakit. Setiap kali menanyakan selalu dijawab belum ada formasi untuk rumah sakit di sini.
Sedih dan kecewa seringkali menyelimuti hati. Sementara kebutuhan hidup Al dan S semakin bertambah. Al sudah menikah dan mempunyai seorang bayi. S pun segera menyusul menikah. Sedangkan Y sudah mendahului resign karena suatu hal. Tinggal berdua. Suatu hari ada panggilan dari managemen rumah sakit untuk seluruh tenaga kontrak di rumah sakit umum pusat dr. Sardjito.
Mereka dikumpulkan di aula rumah sakit dan diberikan penjelasan bahwa honor tenaga kontrak direncanakan akan dinaikkan menjadi setara gaji Calon Pegawai Negeri Sipil waktu itu. CPNS menerima gaji 80% gaji pokok. Sehingga honor Al dan S yang awalnya Rp 30.000, dan kemudian di tahun kedua dan ketiga naik menjadi Rp 40.000. Jika rencananya honor tenaga kontrak dinaikkan setara gaji CPNS waktu itu maka Al dan S akan mendapatkan honor kurang lebih Rp 88.000,-. Ini gaji CPNS golongan IIa tahun berjalan. Tentu ini harapan mencerahkan bagi keduanya, dan akhirnya terwujud beberapa bulan setelahnya.
Gaji sebesar Rp 40.000,- pada saat itu memang tidak terlalu besar, tetapi entah bagaimana dengan honor itu Al masih bisa makan, meski harus benar-benar menghemat. Untuk beli susu bayinya, ia memakai uang belanja dari suami yang bekerja di salah satu Perusahaan Daerah Air Minum di Yogyakarta. Jika teman-teman yang sudah PNS bisa jajan makanan setiap hari, Al dan S bisa jajan seminggu sekali atau dua kali. Alhamdulillah Al dan S masih bisa tersenyum dan tertawa, meski kadang merasa sedih akan nasib selanjutnya. Pekerjaan diselesaikan dengan lancar sesuai prosedur, tentunya dengan kerja tim dengan teman-teman seprofesi.
Berapapun penghasilan seseorang, bila disyukuri ,maka akan digunakan dengan bijak. Bila digunakan dengan bijak maka semuanya akan cukup. Cukup sesuai kebutuhan bukan sesuai keinginan. Kalau menuruti keinginan, tentu berapapun penghasilan, tidak akan pernah cukup.
Saat hidup hampir terenggut
Suatu pagi, ada kabar bahwa salah satu dokter spesialis Patologi Klinik di laboratorium RSUP dr Sardjito meninggal. Beliau salah satu dokter yang baik, sholeh, sering kali mengisi ceramah di instalasi laboratorium. Hati Al terketuk karena salah satu teman Al  berpesan bila ada kabar apa-apa pada dokter yang sedang mengalami masa kritis tersebut minta dikabari. Al pun bergegas sesaat sampai di ruang laboratorium kembali mengambil motor dan menuju rumah teman tersebut untuk memberi kabar.
Pada waktu itu belum muncul si cantik gadget. Yang ada adalah pager itupun hanya dimiliki oleh orang tertentu yang cukup mampu membeli. Telpon pun adanya telpon umum koin. Komunikasi antar ruang dengan telepon ruangan. Sehingga Al pun tergerak segera ke rumah teman tersebut yang letaknya di sebelah utara rumah sakit.
Tetapi rupanya Al sedikit lupa jalan masuknya, karena menyusuri sungai atau orang mengatakan selokan Mataram, yang banyak jembatan bambunya. Al bingung jembatan yang mana. Kebetulan Al bertemu dengan salah satu teman di laboratorium yang sama dan Al mengikutinya. Tanpa dinyana saat Al menyeberangi jembatan, ban depan sepeda motornya kepeleset dan Al Bersama sepeda motornyapun tercebur ke Selokan Mataram, yang pada waktu itu airnya sangat penuh, karena kebetulan juga musim hujan. Al yang kehilangan kendali dan lepas dari sepeda motor, berguling-guling dalam gelombang air yang seakan memutar-mutar tubuhnya. Al merasa, "ah, nututi dokter Wiyono iki." Itu perasaan Al saat terguling-guling dalam air, ia merasa akan mengikuti jejak dr.Wiyono yang baru saja meninggal tersebut. Airnya sangat deras mengalir dan Al sama sekali tidak bisa berenang.
Tetapi Allah masih berkehendak lain. Sesaat kemudian kaki Al seperti menyentuh suatu benda keras, dan sepertinya itu adalah setang dari sepeda motornya. Al pun berusaha menapak di setang tersebut dan matanya melihat ada jembatan di atas kepalanya. Ia berusaha meraih pegangan jembatan itu, sementara di atas jembatan sudah berkerumun banyak orang dan berusaha menyelamatkan Al. Salah seorang dari mereka meraih tangan Al dan menarik tubuh Al ke atas. Al tampak masih bingung dan tak tahu harus bagaimana, tetapi orang-orang tersebut yang salah satunya juga teman Al, mas Parmo namanya, segera mengarahkan ke rumah teman Al untuk segera mendapatkan pertolongan. Mas parmo  yang pandai berenang segera menceburkan diri ke selokan mencari motor Al. Entah bagaimana orang-orang mengangkat motor tersebut, nyatanya setelah Al mandi dan berganti baju dengan baju temannya, motor itu sudah berhasil diangkat.