Baru saja kita menyaksikan pengumuman anggota kabinet jilid II Presiden Jokowi periode 2019-2024 tepatnya pada tanggal 23 Oktober 2019. Pengumuman tersebut di umumkan secara langsung oleh Jokowi selaku presiden terpilih di Istana Jakarta. Jumlah anggota kabinet sebanyak 34 orang dengan berbasis pada kompetensi masing-masing.Â
Di tengah suasana demikian tentu bagi yang terpilih keluargannya merasa terharu serta merasa bangga karena mereka yang masuk dalam jajaran kabinet merupakan putra dan putri terbaik bangsa.Â
Anggota kabinet yang telah disodorkan Jokowi kepada publik ada yang merasa puas dan ada juga yang tidak merasa puas terutama bagi partai-partai politik yang merasa diri telah memberi kontribusi terhadap kemenangan Jokowi pada pilpres April lalu akan tetapi perlu kita sadari bahwa penentuan dan penetapan seseorang untuk menjadi pembantu Presiden merupakan hak prerogatif presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Â
Secara ril politik komposisi anggota kabinet merupakan akumulasi unsur profesional dan unsur partai politik, yaitu 40 persen unsur profesional dan 60 persen unsur partai politik.
Sisi politik  pengumuman dan pelantikan sejumlah anggota kabinet oleh Jokowi berbasis pada hasil kompromi politik yang dapat dimaknai sebagai power sharing sebagaimana dalam teori politik menggambarkan bahwa politik adalah hasil interaksi sosial.Â
Argumentasi ini diperkuat  ilmuwan politik dan ilmuwan komunikasi Harol Lasswell, ia menggambarkan bahwa politik itu membicarakan siapa mendapatkan apa di mana mendapatkan itu lalu bagaimana cara untuk memperoleh hal itu.  Â
formasi kabinet yang disusun Jokowi tentu ada juga partai yang merasa tidak menguntungkan terutama bagi PDIP yang merupakan partai pengusung utama Jokowi  calon presiden 2019.Â
Rasa kekecewaan mereka adalah minus jumlah anggota kabinet pemerintahan Jokowi. Pada hal prediksi awal PDIP Â mengantongi 7 anggota kabinet tapi pada kenyataan hanya 5 orang yang diakomodir masuk dalam jajaran kabinet. Sementara Jokowi sendiri pernah berjanji dengan Ketua Umum PDIP ibu Megawati Soekarno Putri pada saat Jokowi hadir dalam konggres PDIP ke 5 di Denpasar.Â
Dalam kongres tersebut Jokowi pernah menyampaikan bahwa dia pastikan anggota kabinet periode kali ini PDIP lebih banyak dari partai lain. Narasi tersebut tidak merepresentasi harapan PDIP yang kenyataan  mereka cuma mendapat jatah 5 kursi anggota kabinet.Â
Ungkapan rasa kekecewaan PDIP terhadap keputusan politik Jokowi dinarasikan melalui Arif Wibowo salah satu petinggi PDIP pada tanggal 23 oktober 2019 di salah satu televisi nasional. Janji tersebut ibarat ludah yang sudah dibuang dijilat kembali dan hal itu  menganggap  melanggar etika politik.
Pengumuman dan pelantikan para pembantu presiden merupakan klimaks dari seluruh rangkaian prosedur demokrasi yang dipraktekan melalui pemilu.Â
Dalam rangka memilih pemimpin politik yang akan diisi di setiap level politik baik itu jabatan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Tiga struktur kekuasaan ini merupakan produk politik berbasis hukum pemilu sehingga konsekuensinya kita harus menerima sebagai perwujudan dari nilai-nilai demokrasi.Â
Maka secara prosedur demokrasi orang-orang tersebut telah mendapatkan legitimasi dari rakyat serta keberadaannya sah dan mengikat bagi semua orang.
Pengumuman dan pelantikan pembantu presiden tidak hanya sekedar euforia serta tidak hanya sekedar memenuhi agenda politik yang dijalankan sekali dalam lima tahun akan tetapi perlu juga kita  mengintip dari sisi lain di balik agenda tersebut di mana Prabowo merupakan sebagai rival politik Jokowi pada pilpres 17 April lalu dan sekarang masuk ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat.Â
Keputusan tersebut merupakan peristiwa politik yang terjadi pertama kali dalam sejarah pasca reformasi. Dengan masuknya Prabowo menjadi pembantu presiden jilid II menggambarkan bahwa Jokowi dan Prabowo tidak ada lagi permusuhan politik yang berkepanjangan dan pertarungan politik sudah selesai serta merepresentasi kondisi pemerintahan Jokowi lima tahun kedepan relatif aman.Â
Kondisi tersebut justru menguntungkan Jokowi sebab Prabowo dikondisikan sebagai tiang penyangga politik bagi kepentingan pemerintahan Jokowi. Mana kala lima tahun ke depan muncul gerakan radikalisme maka Prabowo yang akan menjadi tokoh yang bisa menjinak gerakan radikalisme di indonesia.Â
Namun pada sisi lain kehadiran dua tokoh Partai Gerinda bergabung ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi membuat sejumlah partai koalisi secara psikologis politik merasa tidak nyaman karena secara kalkulasi politik kehadiran mereka dapat mengurangi jatah kursi kabinet. Sebagaimana hal yang dialami PDIP jatah kursi kabinet jauh dari apa yang diharapakan sebelumnya.
Kehadiran Prabowo merupakan titik awal kehancuran partai Gerindra pada pemilu 2024 karena kehadiran Prabowo menjadi pembantu presiden Jokowi memiliki dampak politik yang luas.Â
Apa lagi sekarang kelompok oposisi sedang mengalamai perpecahan di internal. Partai gerindra lebih memilih masuk dalam gerbong pemerintahan Jokowi sedangkan PKS, PAN, dan Demokrat diprediksikan tetap konsisten menjadi partai oposisi sebab ketiga partai politik itu memastikan tidak masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan Jokowi.Â
Dampak lain terjadi krisis kepercayaan di lingkungan internal partai oposisi terhadap prabowo sendiri bahkan sikap Prabowo masuk ke dalam gerbong pemerintahan jokowi sebagai bentuk pengkianatan politik terhadap  tiga partai politik yang lain.Â
Bahkan resiko lain Prabowo pada pilpres 2024 akan kehilangan pendukungnya berujung mengalami penurunan perolehan suara karena masyarakat merasa kecewa dengan sikap Prabowo yang dianggap inkonsitensi. Situasi seperti ini tdak hanya berdampak buruk terhadap eksistensi partai Gerindra akan tetapi mengorbankan kehilangan fungsi checks and balances terhadap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan Jokowi selama lima tahun kedepan.
Jokowi juga telah menegaskan kepada para pembantunya agar bekerja serius, tidak boleh terjebak pada kerja yang bersifat monoton, dan tidak boleh melakukan korupsi. Pernyataan tersebut merupakan bahasa simbol yang mengandung pesan moral agar para pembantu presiden mampu mengimplementasikan visi, misi serta program presiden dan wakil presiden.Â
Hal yang paling buruk adalah jika anggota kabinetnya tidak taat atau tidak patuh maka  jokowi akan mengambil tindakan untuk melakukan pencopotan terhadap menteri yang melanggar.Â
Pernyataan ini sebagai simbol keseriusan Jokowi untuk memenuhi sejumlah janji program kerja kepada rakyat Indonesia pada kampanye Pilpres April lalu serta menunjukkan bahwa Jokowi sedang membawa negeri ini lebih dekat dengan rakyat dengan tujuan  mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kesejahteraan sosial baik ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya.
Prabowo masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan Jokowi adalah sebuah tontonan politik yang menarik bagi sejarah perjalanan  politik bangsa ini.Â
Kehadiran Prabowo di jajaran kabinet Jokowi sebagai simbolisasi menandakan bahwa Jokowi ingin menjalankan kekuasaan pemerintahan selama lima tahun ke depan membutuhkan soliditas para anggota kabinetnya serta ingin membutuhkan keharmonisasian politik di tingkat elit sebagai basis proses pelaksanaan pemerintahan Jokowi. Hal tersebut sebagai upaya untuk menciptakan  kestabilan politik di bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H