Dalam rangka memilih pemimpin politik yang akan diisi di setiap level politik baik itu jabatan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Tiga struktur kekuasaan ini merupakan produk politik berbasis hukum pemilu sehingga konsekuensinya kita harus menerima sebagai perwujudan dari nilai-nilai demokrasi.Â
Maka secara prosedur demokrasi orang-orang tersebut telah mendapatkan legitimasi dari rakyat serta keberadaannya sah dan mengikat bagi semua orang.
Pengumuman dan pelantikan pembantu presiden tidak hanya sekedar euforia serta tidak hanya sekedar memenuhi agenda politik yang dijalankan sekali dalam lima tahun akan tetapi perlu juga kita  mengintip dari sisi lain di balik agenda tersebut di mana Prabowo merupakan sebagai rival politik Jokowi pada pilpres 17 April lalu dan sekarang masuk ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat.Â
Keputusan tersebut merupakan peristiwa politik yang terjadi pertama kali dalam sejarah pasca reformasi. Dengan masuknya Prabowo menjadi pembantu presiden jilid II menggambarkan bahwa Jokowi dan Prabowo tidak ada lagi permusuhan politik yang berkepanjangan dan pertarungan politik sudah selesai serta merepresentasi kondisi pemerintahan Jokowi lima tahun kedepan relatif aman.Â
Kondisi tersebut justru menguntungkan Jokowi sebab Prabowo dikondisikan sebagai tiang penyangga politik bagi kepentingan pemerintahan Jokowi. Mana kala lima tahun ke depan muncul gerakan radikalisme maka Prabowo yang akan menjadi tokoh yang bisa menjinak gerakan radikalisme di indonesia.Â
Namun pada sisi lain kehadiran dua tokoh Partai Gerinda bergabung ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi membuat sejumlah partai koalisi secara psikologis politik merasa tidak nyaman karena secara kalkulasi politik kehadiran mereka dapat mengurangi jatah kursi kabinet. Sebagaimana hal yang dialami PDIP jatah kursi kabinet jauh dari apa yang diharapakan sebelumnya.
Kehadiran Prabowo merupakan titik awal kehancuran partai Gerindra pada pemilu 2024 karena kehadiran Prabowo menjadi pembantu presiden Jokowi memiliki dampak politik yang luas.Â
Apa lagi sekarang kelompok oposisi sedang mengalamai perpecahan di internal. Partai gerindra lebih memilih masuk dalam gerbong pemerintahan Jokowi sedangkan PKS, PAN, dan Demokrat diprediksikan tetap konsisten menjadi partai oposisi sebab ketiga partai politik itu memastikan tidak masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan Jokowi.Â
Dampak lain terjadi krisis kepercayaan di lingkungan internal partai oposisi terhadap prabowo sendiri bahkan sikap Prabowo masuk ke dalam gerbong pemerintahan jokowi sebagai bentuk pengkianatan politik terhadap  tiga partai politik yang lain.Â
Bahkan resiko lain Prabowo pada pilpres 2024 akan kehilangan pendukungnya berujung mengalami penurunan perolehan suara karena masyarakat merasa kecewa dengan sikap Prabowo yang dianggap inkonsitensi. Situasi seperti ini tdak hanya berdampak buruk terhadap eksistensi partai Gerindra akan tetapi mengorbankan kehilangan fungsi checks and balances terhadap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan Jokowi selama lima tahun kedepan.
Jokowi juga telah menegaskan kepada para pembantunya agar bekerja serius, tidak boleh terjebak pada kerja yang bersifat monoton, dan tidak boleh melakukan korupsi. Pernyataan tersebut merupakan bahasa simbol yang mengandung pesan moral agar para pembantu presiden mampu mengimplementasikan visi, misi serta program presiden dan wakil presiden.Â