Pada dasarnya kita tidak tahu masa depan kita akan seperti apa. Bahkan kita tidak tahu kedepannya yang akan terjadi kepada kita itu seperti apa. Hal-hal buruk bisa saja akan terjadi kepada seseorang, tidak mesti tentang diri sendiri. Misalnya, mobil pribadi, alat elektronik, dan aset-aset berharga lainnya. Semua itu butuh yang namanya perlindungan, seperti halnya ketika hujan ada payung yang melindunginya. Maka, dari itu penting halnya asuransi bagi seseorang untuk melindungi dirinya dan asetnya jika ada kecelakaan ataupun hal lain yang menyebabkan kerugian dimasa mendatang. Terdapat 3 manfaat dari asuransi syariah yakni:Â
1. Mengantisipasi risiko di masa depan.
Alasan pertama mengapa memilih asuransi syariah adalah untuk mengantisipasi risiko di masa mendatang. Kita tak pernah tahu ada risiko apa di kemudian hari, bisa dalam bentuk penyakit atau lainnya yang di luar kontrol manusia. Dengan memiliki asuransi berprinsip syariah, maka Anda bisa mengurangi risiko yang tidak terduga.
2. Memberikan rasa perlindungan yang aman.
Tujuan yang kedua adalah memberikan perlindungan. Tak berbeda jauh dari poin pertama, kita tak pernah tahu akan masa depan sehingga harus selalu siaga. Misalnya, jika Anda melakukan perjalanan jauh dan sudah memiliki asuransi syariah, maka Anda akan merasa lebih aman melakukan perjalanan. Jika terjadi sesuatu, keluarga Anda akan mendapatkan sejumlah dana untuk menanggung risiko.
3. Mengumpulkan dana untuk membiayai kepentingan bersama.
Terakhir adalah saling tolong-menolong untuk mengumpulkan dana. Akad dalam asuransi syariah mengatur bahwa asuransi merupakan suatu bentuk tolong-menolong untuk membiayai kepentingan bersama (risk sharing). Artinya, para peserta saling berkaitan antara satu dan yang lainnya. Dengan asuransi syariah, Anda juga bisa mempersiapkan dana warisan bagi keluarga yang mungkin akan ditinggalkan karena risiko.
Adapun pendapat dari ulama yang tidak memperbolehkan ber-asuransi. Pendapat Ulama yang Mengharamkan  bahwa asuransi termasuk segala macam bentuk dan cara operasi hukumnya yakni "haram". Pandangan pertama ini didukung oleh beberapa ulama antara lain Yusuf Al-Qardhawi, Sayid Sabiq, Abdullah Alqalqili dan Muhammad Bakhit AlMuth'i. Menurut pandangan kelompok pertama asuransi diharamkan karena beberapa alasan, antara lain:Â
1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam Islam,
2. Asuransi mengandung unsur ketidapastian,
3. Asuransi mengandung unsur "riba" yang dilarang dalam Islam,
4. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekanÂ
5. Asuransi termasuk jual beli (tukar-menukar) mata uang secara tidakÂ
tunai,
6. Asuransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup dan matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Tuhan.
Sedangkan, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya "halal" atau diperbolehkan dalam Islam. Yakni pandangan ini antara lain, Abdul Wahab Khallaf, M. Yusuf musa, Abdur Rachman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa dan M. Nejatullah Siddiqi. Menurut pandangan mereka asuransi diperbolehkan dengan alasan, antara lain:
1. Tidak ada ketentuan dalam al-Qur'an dan Hadits yang melarang asuransi.Â
2. Terdapat kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua pihak baik penanggung maupun tertanggung.Â
3. Kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar dari mudharatnya.Â
4. Asuransi termasuk akad mudharatnya roboh atas dasar profit and loss sharing.Â
5. Asuransi termasuk kategori koperasi (syirkah ta'awuniah) yang diperbolehkan dalam Islam.Â
Terdapat analisis dari Fatwa DSN-MUI, didalam Fatwa No. 21DSN-MUIX2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah antara lain :
A. Dari ketentuan umum yakni,Â
1. Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4. Akad tabarru' adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
B. Didalam akad asuransi, yakni :Â
1. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan / atau akad tabarru'.
2. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru' adalah hibah.
3. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan: hak & kewajiban peserta dan perusahaan; cara dan waktu pembayaran premi; jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru' serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
C. Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah & Tabarru', yakni:Â
1. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).
2. Dalam akad tabarru' (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
D. Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru', yakni:Â
1. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2. Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
E. Jenis Asuransi dan Akadnya, yakni:
1. Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
F. Premi, yakni:Â
1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'.
2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
3. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.
4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan.
G. Klaim, yakni:
1. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
4. Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
H. Investasi, yakni:
1. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
I. Reasuransi, yakni :Â
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari'ah.
J. Pengelolaan, yakni:
1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
3. Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru' (hibah).
Kelompok 5 :Â
1. Ananda Galih Prasetya 202111003
2. Alvitasari Wahyuningrum 202111015
3. Gita Egis Triyani 202111020
4. Charirul Mauludiyah 202111024
5. Novita Sari 202111038
6. Yuni Pratiwi 202111064
7. Shesilia Zamsya Ardha K 202111176
8. Muhammad Victoria 202111196
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H