Mohon tunggu...
alvin yesaya
alvin yesaya Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Kemaritiman, pendidikan, dan literatur. Coastal Engineer

Pengamat Kemaritiman, pendidikan, dan literatur. Coastal Engineer. Jalasveva Jayamahe

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Melawan Kebodohan dengan Sastra Klasik Indonesia

7 Juli 2018   14:09 Diperbarui: 7 Juli 2018   14:12 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda mendengar cerita dengan tokoh yusuf, maria, dan tuti atau corrie, hanafi dan rapiah? Atau seorang tokoh yang bernama minke, annelies, dan nyai ontosoroh yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan karena pemilihan aktor yg kontoversial? Jika anda familiar dengan nama-nama tersebut, selamat, berarti anda cukup banyak membaca atau mengetahui tentang sastra novel klasik Indonesia.

Awalnya sayapun tidak ada rasa tertarik untuk membaca novel literatur Indonesia. Buku pertama yang saya baca adalah Harry Potter sekitar 12 tahun lalu yang ramai dibicarakan kbertepatan dengan terbitnya seri terakhir (Deathly Hallow)  karena saya penasaran tentang cerita akhir film tersebut. Setelah sadar membaca buku itu sangatlah seru, akhirnya saya mencoba membaca buku terjemahan seperti Tom Sawyer ataupun biografi seperti Marie Curie dari perpustakaan sekolah. 

Saya tidak tahu dan tidak ada rasa ketertarikan untuk membaca buku sastra Indonesia hingga saat duduk di bangku sekolah Menengah, saya diberikan tugas untuk merangkum sebuah novel angkatan Balai Pustaka. Saya pun memilih Salah Asuhan karangan Abdul Muis.

Setelah membaca beberapa halaman, akhirnya saya tenggelam dengan cerita percintaan Corrie dan Hanafi, dimana merupakan sebuah `cinta terlarang` karena perbedaan status antara pribumi dan Belanda. Tidak hanya menampilkan romansa, tetapi buku ini juga menceritakan bagaimana bentrok budaya dan edukasi antara barat dan timur. 

Sayapun kemudian mencoba membaca Sitti Nurbaya karena terkenal sebagai anekdot `emangnya masih jaman Sitti nurbaya` apabila orangtua menjodohkan anaknya dengan seseorang. Setelah saya baca, rupanya terjadi mispresepsi bahwa Sitti Nurbaya sesungguhnya diberikan kebebasan oleh ayahnya untuk memilih, tetapi Ia memilih untuk menikahi Datuk Maringgih untuk menyelamatkan ayahnya.

Banyak cerita menarik yang di dalam sastra klasik Indonesia, meskipun harus diakui karena masih menggunakan bahasa Melayu sehingga kadang sulit dimengerti. Akan tetapi banyaknya manfaat membaca sastra klasik seperti dilansir dalam laman theguardian yaitu:

1. Menganalisis dan mengevaluasi penggunaan bahasa di dalam konteks tertentu.

2. Memiliki pandangan luas tentang masyarakat yang beragam dan menumbuhkan toleransi serta empati terhadap perbedaan

3. Mempelajari cerita masa lalu untuk mencegah kesalahan yang sama di saat ini

Ketiga manfaat tersebut merupakan solusi dari permasalahan masyarakat Indonesia yang akhir-akhir ini mudah termakan berita-berita `Hoax` karena kurangnya analisis bacaan dalam sebuah konteks ataupun kurangnya toleransi karena minim pengetahuan.  Karena pentingnya pembacaan sastra klasik, sistem edukasi di barat masih mengharuskan siswa untuk mengambil kelas `literatur`. 

Hal ini dapat dilihat apabila ada pergi ke toko buku besar di di pusat perbelanjaan, buku berbahasa Inggris dari wordsworth classic atau collinsclassic sangatlah murah, sekitar 50-60 ribu rupiah dibandingkan dengan novel berbahasa Inggris terbaru.

lalu bagaimana dengan sastra Indonesia. Sekitar 3 tahun yang lalu saya ketika saya ingin mencari sastra klasik Indonesia, saya menyadari bahwa buku cetak terbitan Balai Pustaka  sudah tidak beredar. Saya pun heran, bagaimana mungkin karya sastra dalam negeri tidak diproduksi ulang oleh negara. Kemudian saya mendapatkan informasi tentang Perpustakaan Nasional kemudian saya membuka website dan mendaftar menjadi anggota. Rupanya buku-buku terbitan Balai Pustaka sudah menjadi Ebook dan dapat didownload dengan gratis di website tersebut.

Source: koleksi pribadi
Source: koleksi pribadi
 Akan tetapi saya tetap berharap sastra klasik Indonesia dapat dicetak ulang dan dipasarkan kembali ke toko buku. Bukankah terlihat aneh justru yang beredar di pusat perbelanjaan adalah sastra klasik negeri orang daripada negeri sendiri? 

Selain itu saya juga menghimbau untuk seluruh sekolah untuk mewajibkan siswa membaca sastra klasik setidaknya satu (saran saya Layar terkemban atau Bumi Manusia) untuk menumbukhkan minat baca generasi muda sehingga meningkatkan literasi dan mencerdaskan masyarakat dari bacaan-bacaan hoax yang banyak beredar di dunia maya.  Pendidikan itu bukanlah hanya perkembangan status jenjang strata atau tingkatan, tetapi merupakan perkembangan pola pikir dan toleransi. Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun