Relung dimana apa yang berkelebat mampu abadi,
Jejak akan berdetak oleh gerak sendiri,
Jingga merubah plastik kantin tanpa isi menjelma secarik puisi.
Ia senantiasa ada, bahkan saat yang lain tahu-tahu sirna,Â
Karena banyak dahaga mata yang terobati, andaikata ia tiba-tiba mati.
Beberapa waktu lalu,Â
Ternyata Kharisma menghabiskan kami sebagai butir tinta.
Dicelah kata dan garisnya yang hampir tak berdegup,
Dimintanya kami tetap hidup saat suasana tengah redup.
Maka tak salah bila beberapa ide harus kami curi,Â
Sejumlah uang telah kami beli, berdetik-detik waktu tiba-tiba kami tadahi.
Bulan menjadi kawan, tangan menjelma riang,
Sekeliling mendadak gelap, sekujur daya terserap sekejap.
Hingga akhirnya, kharisma telah usai dikala belajar tak pernah selesai,
Memperjuangkan kharisma harus reda ketika berjuang tak boleh senja,
Meski kami tahu, seperti apa terlepas dari getir berjuang?
Seperti anak panah yang terhempas tanpa menghafal jalan pulang.
Pungkas kata, terimakasih dan maafkan kami
Kami hanya mencoba belajar
Belajar sejenak tidak berbiacara, agar berhak didengar selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H