Apakah orang dewasa akan tahu perasaaan kita saat berada di sekolah?
Pertanyaan ini akan muncul dari anak-anak yang keberadaanya tidak dianggap, atau bahkan orang dewasa yang masih rentan terhadap kehidupan sekolah. Sebenarnya mereka hanya menginginkan pendidikan yang baik, dan pertemanan yang damai, tidak ada keinginan untuk menyaingi dan menjadi popular di seluruh sekolah.
Sekolah dari pandangan sebagian anak akan menjadi neraka, sarang bencana yang tak akan redam, meskipun berpindah. Mereka mengutamakan keselamatan diri mereka masing-masing, karena tidak ada satunpun yang paham akan kondisi mereka.
Pikiran mereka dipenuhi dengan kekhawatiran untuk esok hari. Â bagaimana dia bisa bebas di sekolah, dengan siapa aku akan bermain,
Anak tidak akan ada waktu senggang untuk membayangkan bagaimana manisnya pertemanan bagaimana indahnya menjalin persahabatan, ataupun membayangkan bergembira bersama saat hari perayaan tiba.
Anak-anak yang tak dianggap ini akan menjadi sasaran intimidasi anak-anak keren dan menonjol, mereka akan mencemooh dan mengejek sesuka hati mereka, bahkan kekerasan fisik akan mereka lakukan. Anak-anak itu tidak tahu bahwa tindakannya menyebabkan sakit fisik dan juga mental. Anak yang menjadi korban akan cenderung pendiam enggan untuk bersua dan mengatakan sejujurnya kepada orang dewasa ataupun guru kelas.Â
Alasannya karena sebagian guru akan tutup mata dan telinga saat mengetahui kejadian tercela tersebut. Bahkan pengelola sekolah enggan menegur anak-anak ketika mereka berbuat salah. Hal inilah yang seharusnya menjadi instropeksi pada praktisi pendidikan sekolah.Â
Kekhawatiran yang sangat fatal ini akan membuat korban menjadi terasingkan, terbuang, tidak berdaya dan penerimannya tidak dianggap. Anak akan menderita mental dan fisik yang akan mempengaruhi proses perkembangan dan pertumbuhannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H