4. Analogi dengan Hadis. Hadis tersebut mengingatkan kita bahwa satu kalimat saja bisa membawa konsekuensi serius. Di zaman Rasulullah , mungkin kalimat ini diucapkan dalam percakapan sehari-hari. Namun, dalam konteks modern, kalimat ini bisa diibaratkan sebagai status di media sosial, tweet, atau komentar di internet. Artinya, kita harus berhati-hati dalam setiap kata yang kita ucapkan atau tulis karena dampaknya bisa sangat besar dan merugikan.
Tak lupa, penulis juga mencatumkan beberapa langkah bijak dalam berbicara dan menulis, diantaranya:
1.Tahan Diri dan Refleksi: Sebelum menulis atau mengucapkan sesuatu, pikirkan baik-baik. Apakah yang kita sampaikan bermanfaat? Apakah ada kemungkinan menyinggung perasaan orang lain?
2.Verifikasi Informasi: Jangan langsung menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Selalu cek sumber dan validitas informasi tersebut.
3.Sopan Santun dan Empati: Gunakan bahasa yang sopan dan penuh empati. Ingat bahwa di balik layar ada manusia yang memiliki perasaan.
4.Belajar dari Kesalahan: Jika terlanjur mengucapkan atau menulis sesuatu yang salah, segera minta maaf dan klarifikasi. Mengakui kesalahan adalah tanda kedewasaan dan tanggung jawab.
Jadi, hadis ini mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam berucap dan menulis. Di era digital yang serba cepat dan instan, menjaga lisan menjadi semakin penting. Dengan demikian, kita tidak hanya menjaga diri kita dari dampak negatif, tetapi juga menjaga harmoni dan kedamaian dalam masyarakat. Seperti pepatah lama yang berkata, "Mulutmu harimaumu," mari kita jaga kata-kata kita agar tidak menjadi bumerang yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H