Mohon tunggu...
Alvina dwi Hasanah
Alvina dwi Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebagai Mahasiswa di UIN KHAS Jember

Suka membaca karya-karya sastra dan ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Hadis yang Berkaitan Tentang Nasionalisme: Asbabul Wurud dan Kontekstualisasi dengan Masa Sekarang

23 Juni 2024   15:53 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:05 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mencintai tanah air setara dengan kasih sayang antar sesama. Rasa kasih terhadap orang lain adalah cerminan cinta kepada Tuhan. Tindakan saling menasihati, menjaga silaturahmi, mengunjungi, dan memberi adalah bukti nyata cinta yang tulus. Tanpa adanya cinta antar individu, hubungan dalam bentuk silaturahmi, nasihat, kunjungan, atau pemberian tidak akan terjalin dengan kuat.

Kenikmatan duniawi yang diperbolehkan juga bisa menjadi sumber pahala. Cinta kepada tanah air merupakan elemen penting dalam membentuk karakter warga negara. Tanpa fondasi cinta ini, stabilitas sebuah negara bisa terganggu dan berisiko menghadapi berbagai konflik, baik internal maupun eksternal. Sebagai warga negara yang baik, menumbuhkan rasa Nasionalisme adalah kewajiban, karena di sanalah kita lahir dan berkembang, baik secara budaya maupun sejarah.

Cinta pada tanah air adalah bagian alami dari kodrat manusia, seperti rasa cinta pada diri sendiri dan jiwa. Meskipun dalam keadaan apapun, seringkali timbul kebanggaan akan keindahan dan keunggulan yang dimiliki. Menurut Mas Manshur, setiap individu memiliki hubungan batiniah yang dalam dengan tanah airnya, mirip dengan hubungan saya yang erat dengan jiwa dan tubuh saya. Oleh karena itu, saya merasa berkewajiban untuk merawat dan menyayangi tanah air yang menjadi tempat bertumpu bagi jiwa saya.

Sering kali kita mendengar bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman. Apa saja yang berhubungan dengan tanah air kita, sekecil apa pun, selalu menarik minat kita. Keinginan untuk kembali atau pulang ke tanah air sering muncul ketika kita berada jauh, karena adanya ikatan cinta yang kuat dan menggugah. Kesadaran akan kebangsaan, terutama di kalangan umat Islam di Indonesia, memegang peran yang sangat vital dalam menjaga keutuhan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Islam, yang dikenal sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, telah menetapkan berbagai aspek kehidupan manusia dengan cara yang holistik. Salah satu aspek yang dibahas dalam ajarannya adalah konsep kecintaan terhadap tanah air atau nasionalisme. Akar dari nasionalisme ini dapat ditemukan dalam sumber utama Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW.

Meskipun Al-Qur'an dan Hadits tidak secara langsung menyebutkan istilah nasionalisme, para ulama melalui tafsir mereka terhadap beberapa ayat dan hadits menyimpulkan bahwa Islam mendukung nasionalisme. Berdasarkan pemahaman ini, penulis akan menggali lebih dalam tentang nasionalisme dari perspektif Al-Qur'an dan Hadits. Penelitian ini juga bertujuan untuk menanggapi serta membantah pendapat dari sebagian kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa nasionalisme tidak memiliki landasan dalam Islam.

HADIS YANG BERKAITAN TENTANG NASIONALISME

Artinya: "Telah menceritakan kepada kami Isma'il, telah menceritakan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari Ayahnya dari Aisyah radhiallahu'anha bahwa dia menceritakan ketika Rasulullah tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal jatuh sakit. Aku pun pergi menjenguk mereka. Aku bertanya, "Wahai ayahku, bagaimana keadaanmu? Dan kamu, Bilal, bagaimana keadaanmu?"Aisyah melanjutkan; Setiap kali Abu Bakar demam, dia akan berkata, "Setiap orang bertanggung jawab atas keluarganya, dan kematian itu lebih dekat daripada tali sandalnya." Sedangkan Bilal, saat demamnya semakin parah, dia akan berujar, "Betapa indahnya syairku, apakah aku akan bermalam di lembah yang dikelilingi oleh orang-orang mulia dan terhormat? Apakah suatu hari mereka akan menginginkan air yang melimpah? Apakah aku bisa melihat gunung Syamah dan Thafil lagi?" Abu Urwah menambahkan bahwa Aisyah melanjutkan ceritanya; Aku kemudian pergi kepada Rasulullah dan memberitahukan keadaan mereka kepada beliau. Rasulullah pun berdoa, "Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah seperti kami mencintai Makkah atau bahkan lebih. Ya Allah, perbaikilah Madinah, berkahilah kami dalam takaran sha' dan mudnya, dan pindahkanlah wabah penyakitnya ke Juhfah."

KONTEKS SOSIAL (ASBAB AL-WURUD)

Dalam sejarah, telah tercatat bahwa ketika suatu kelompok atau golongan berpindah ke tempat baru, mereka tidak serta merta bisa beradaptasi dengan sempurna. Hal yang sama dialami oleh para sahabat pada awal hijrah ke Madinah, di mana banyak dari mereka terserang demam. Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menunjukkan tanggung jawabnya dengan berdoa kepada Allah, seperti yang tercantum pada hadis di atas.

Dalam doa tersebut, terungkap bahwa sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Makkah, tempat beliau lahir dan dibesarkan. Akan tetapi, setelah pasca melaksanakan tugas dakwah, beliau tedepak dari Makkah. Sebagai akibatnya, Madinah akhirnya menjadi tempat yang istimewa di hati Nabi karena penduduknya menyambut beliau dengan penuh keramahan.

Setiap Nabi pasti memohon kepada Allah untuk untuk tanah airnya agar terciptanya keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Ini membuktikan bahwa semua Nabi memiliki rasa cinta kepada tanah air mereka, termasuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Seorang pakar sejarah, Imam adz-Dzahabi rahimahullahu, menggambarkan Rasulullah sebagai seseorang yang mencintai Aisyah, ayahnya, Usamah, serta menyukai hal-hal manis dan madu. Beliau juga mencintai tanah airnya dan para sahabat anshar.

Nasionalisme Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dam para sahabat juga terbukti dalam peperangan yang mengancam keamanan agama atau negara. Misalnya, dalam Perang Khandaq yang terjadi pada tahun ke-5 hijrah, kaum muslimin di Madinah dikepung dari berbagai penjuru. Rasa khawatir melanda mereka, hingga kaum wanita dan anak-anak harus berlindung di dalam benteng. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bermusyawarah dengan para sahabat dan memutuskan untuk menggali parit sebagai strategi pertahanan. Peperangan ini berlangsung sekitar satu bulan, di mana kaum muslim saling bertarung dengan musuh menggunakan panah.

Meski tidak terjadi bentrok fisik, perbedaan antara kaum muslim dan munafik sangat jelas terlihat. Kaum muslim tetap siaga demi mempertahankan agama dan wilayahnya, sementara kaum munafik enggan mengawasi gerak-gerik musuh dan lebih memilih untuk bersembunyi di rumah. Bahkan, mereka berusaha menakut-nakuti kaum muslim agar berhenti berperang. Bukti patriotisme para sahabat terlihat dari enam orang yang terkena lemparan anak panah dalam peperangan ini. Semua sahabat bersama Rasulullah ikut andil dalam membela dan mempertahankan agama serta tanah air mereka.

KONTEKSTUALISASI HADIS DENGAN MASA SEKARANG

Sebagai anggota masyarakat Indonesia yang hidup di Indonesia, kita memiliki tanggung jawab untuk mengaktualisasikan semangat nasionalisme. Hal ini dilakukan dengan patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, menjaga harta negara, merawat infrastruktur umum, melestarikan ekosistem, serta memperkokoh persatuan bangsa dengan menghormati hak-hak individu, termasuk hak beragama, sosial, dan kewarganegaraan. Selain itu, kita juga perlu berperan aktif dalam upaya pembangunan negara.

Individu yang sungguh-sungguh dalam mewujudkan semangat nasionalisme akan menunjukkan dedikasinya melalui langkah-langkah positif untuk kemajuan tanah air. Sebagai contoh, mereka dapat turut serta dalam pembangunan sektor pendidikan, karena pengetahuan memiliki peran krusial dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Penting untuk diingat bahwa menjadi warga negara yang baik mencerminkan bagaimana individu menjalankan prinsip-prinsip agama dengan baik.

Cinta pada tanah air, jika dipahami dan dinyatakan melalui sikap patriotisme serta tindakan nyata dalam bidang masing-masing, adalah bagian integral dari keyakinan seseorang, yang bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa serta negara. Dalam praktiknya, semangat nasionalisme memiliki potensi untuk memfasilitasi dialog yang harmonis dan damai dalam kehidupan masyarakat. Di era saat ini, sangat penting untuk memperkuat fondasi kenegaraan dari ancaman-ancaman seperti radikalisme, ekstremisme, dan ideologi sejenis yang dapat mengancam keragaman sosial.

Oleh karena itu, dalam perspektif Islam, nasionalisme dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan kemakmuran negara, sebagaimana ditegaskan oleh ucapan Sayyidina Umar: "Tanpa cinta pada tanah air, negara akan terancam kehancuran; namun dengan cinta pada tanah air, negara akan mencapai kemakmuran yang hakiki." Bahkan, ada sebuah ajaran dari Imam al-Asmu'i yang menyatakan, "Jika Anda ingin mengenal seseorang, perhatikanlah seberapa besar kerinduannya pada tanah airnya, pada hubungan dengan sesama, dan pada kesedihannya terhadap masa lalu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun