"Terus?" tanyanya.
"Aku disini untuk menunaikan permintaan kamu, Mer!"
"Liam, kamu masih menunggu jawaban dariku?"
"Iya, aku ingin kamu menunaikan hak kamu!"
Aku tidak merasa keberatan dan juga tidak risih ketika mata kami saling bertemu. Cukup lama mata kami saling menatap. Tatapan matanya, membuat aku lemah. Ada kesejukkan di dalam matanya. "Aku tidak kuat, Tuhan!"
Meri menghela nafas sambil mengusap rambut yang panjangnya hanya sampai setengah leher dengan kedua telapak tangannya. Kini kegelisahan bukan hanya milikku tapi milik Meri juga. Terlihat dari wajahnya yang menegang. Tangan kanannya membuka tas berwarna merah tua yang berada dipangkuaanya. Diambilnya air mineral botolan yang mereknya aqua. Cara dia minum, sungguh memancarkan kelembutan, kehalusan bagi yang memandangnya. Meri memang sangat cantik.
"Mau minum?" tawarannya kepadaku. Tanpa mengatakan apapun langsung aku sergap air mineral dari tangannya. Tersungging senyumannya yang elok ketika mata kami saling bertemu kembali.
"Aku berada di sini karena kamu yang memintaku. Enam bulan lamanya aku menunggu. Aku memang masih ingin menikmati apa yang aku tunggu tapi aku tidak dapat menghentikan waktu dan aku takut tidak dapat menghormati apa yang menjadi hak kamu. Kini sudah tiba waktunya kamu menunaikan hak! Ini hari yang kamu pinta dariku, Mer."
"Liam, aku merasa nyaman dan aman jika berada bersamamu! Sulit bagiku untuk memberikan jawaban! Enam bulan memang waktu yang lama namun ketika sudah sampai pada waktunya enam bulan sungguh terasa singkat dan tidak terasa begitu cepat berlalu."
"Iya, aku mengerti, Mer. Aku juga merasakan hal yang sama, kesulitan yang sama pula walaupun pada kenyataannya bentuk dan rupa pasti berbeda."
"Terlalu banyak yang kamu korbankan untukku. Semoga kamu tidak berpikir bahwa pengorbananmu untukku adalah kesia-siaan."