Mohon tunggu...
Alvin Iskandar
Alvin Iskandar Mohon Tunggu... -

Sampai saat ini saya masih belajar menulis fiksi dan nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesaksian Peron

22 Maret 2012   13:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:37 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Adanya cuma merek eta aja." sambil menyodorkan kembalian.

Aku teguk air mineral. Aku nyalakan rokok. Berdiam diri di peron ini sambil menunggu yang di nanti, rasanya bercampur aduk. Aku bersedia menunggu sampai kapanpun. Hasil bukanlah sesuatu yang luar biasa bagiku, aku lebih menikmati proses. Seperti yang sedang aku lakukan sekarang, menunggu sesuatu yang aku nantikan. Aku rela melakukan hal yang seperti ini walaupun bagi sebagian orang ini adalah tindakan konyol. Tapi aku menikmati. Aku siap apapun hasilnya nanti karena proses sampai disini menjadi kepuasan tersendiri bagiku.

Matahari mulai terik aku rasa. Begitu banyak manusia silih berganti.  Ada yang datang ada pula yang pergi. Aku perhatikan wajah-wajah asing mereka. Ada yang bahagia berjumpa sanak famili. Ada yang tergesa-gesa sambil melihat arloji. Ada yang kebingungan. Namun, ada juga yang gelisah menanti. Aku renungi kehidupanku di peron ini. "Mengapa aku harus bersedih? Begitu banyak orang yang lebih buruk keadaannya dibandingkan dengan diriku. Oh tuhan, aku kira selama ini hanya aku yang merasakan kesedihan."

Aku rogoh saku kemejaku, mengambil sebatang rokok dan aku nyalakan. Aku hisap sekuat tenaga lalu aku hempaskan. Asap berterbangan bagai bidadari yang menari dan meliuk-liukkan tubuhnya.

Akhirnya, sesuatu yang aku tunggu dan aku nanti-nantikan tiba. Perasaanku bercampur aduk bagaikan tepung, gula, garam, susu, mentega, air, telur yang menjadi satu. Ada rasa bahagia namun, ada juga rasa gelisah. Aku siap sekaligus tidak siap. Seakan-akan penantianku mencapai garis akhir. Aku merasa enggan untuk mencapai akhir. Aku tidak ingin berpisah dengan penantian. Aku masih ingin menunggu lebih lama lagi apa yang aku nantikan. "Apakah ini yang dinamakan kenikmatan menunggu yang dinantikan?"

"Sepertinya kamu sudah lama sekali berada disini, ya?" tanyanya membuka percakapan.

"Lumayan sih." jawabku.

"Kamu apa kabar?"

"Begini saja seperti yang kamu lihat. Bagaimana perjalanannya, Mer?"

"Ya begitulah. Kamu mungkin dapat merasakan bagimana rasanya bepergian dengan kereta."

"Aku paham." jawabku sambil tersenyum geli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun