Padahal, pendaftaran bisa dilakukan secara daring. Ketidakpatuhan lembaga terhadap juknas pemerintah menjadikan pula implementasi menjadi semakin buruk. Bahkan tidak sedikit sekolah negeri yang melenceng dari aturan yang ditetapkan.
4. Infrastruktur Pendidikan
Poin penting terakhir ialah infratruktur pendidikan. Terdapat tujuan mulia pemerintah untuk menjadikan sistem zonasi sebagai langkah awal pemerataan kualitas pendidikan.Â
Namun apakah langkah itu sudah sepenuhnya tepat? Timbul pertanyaan jika memang ingin pemerataan kenapa harus sistem penerimaannya yang diganti? Kenapa tidak dimulai dengan infrastruktur sekolahnya terlebih dahulu?
Pemerintah nampaknya telah berusaha mendukung hal itu melalui program redistribusi guru sesuai zoansinya masing-masing setelah PPDB ini. Redistribusi guru diharapkan membuat sekolah-sekolah tertentu tidak hanya dihinggapi oleh guru ASN saja atau honorer saja. Namun, program redistribusi ini perlu juga untuk melihat kesejahteraan para tenaga pendidik yang dipindahkan.
Selain redistribusi guru, nampaknya kesan sekolah favorit akan sulit hilang jika sistem penerimaan universitas negeri juga masih melihat akreditasi sekolah. Alhasil unuk mencapai sebuah keidealan program, banyak hal berupa infrastruktur yang perlu diperhatikan agar terjadi keadilan tanpa pengorbanan. Infrastruktur pendidikan menjadi poin penting agar dalam jangka panjang sistem zonasi dapat lebih mudah diterima.
Revolusi Mental?
Seperti yang telah diceritakan melalui kisah Khan, paradigma cerita Khan nampaknya masih menjadi kendala mengapa bentuk sistem zonasi masih sulit diterima. Selain karena cap "sekolah favorit",  rencana infrastruktur pendidikan yang belum settle dari pemerintah nampaknya juga mejadi alasan murid, orang tua, hingga guru masih belum 100% percaya dengan hal ini.Â
Satu hal yang patut diapresiasi ialah tujuan pemerintah dalam menjalankan kebijakan ini sesungguhnya memiliki hal yang positif terutama terkait paradigma proses pendidikan di sekolah.Â
Pendidikan merupakan hak semua warga negara tanpa terkecuali, institut bernama sekolah sudah seyogyanya menjadi seorang insan menjadi seorang yang terididik. Jika aspek kognitif berupa nilai dan masuk "sekolah favorit" masih dijadikan tujuan utama proses pendidikan, maka masih pantaskah wadah bernama sekolah ini hadir?
Mari kita pantau terus keberjalanan birokrasi pemerintah dalam proses pendidikan. Sistem zonasi telah lama berlaku, namun keengganan kita dalam menggali informasi dan menutup mata malah menjadikan kita sebagai bom waktu yang hanya akan meledak pada waktunya.Â