Mungkin inilah poin akhir di mana penulis ingin pembaca mulai mempertimbangkan kebutuhan salah satu aplikasi yang dipakai. Sebagai mahasiswa, sangat terasa 'kegunaan'-nya jika penulis bosan maka penulis akan membuka instagram sekadar untuk lihat-lihat saja. Namun sayang waktu yang dihabiskan ternyata jika dihitung terbuang banyak hanya untuk kepoin orang.
Terlebih  di tahun 2017 ini di mana fenomena kidz zaman now berkembang, instagram telah menjadi wadah utama yang memperlihatkan dilema keadaan anak-anak aman sekarang (sekalipun bukan yang utama).Â
Bagi kita yang bijak, mungkin memakai instagram bukanlah suatu masalah besar, namun jika anak-anak? Kelak hingga besar nanti, kecanduan pada fitur gawai ini akan memberikan efek negatif berupa pola kehadiran diri lewat masyarakat serta berbagai pemalsuan diri yang dilakukan untuk menampilkan impres yang baik pada publik.
Padahal gamabaran diri yang ditampilkan kepada publik sejatinya bukanlah kenyataan yang hakiki atau pun kepahitan. Tidak semua kesedihan dan kebahagiaan dapat selalu kita bagi, sejatinya tempat berbagi yang dapat memberikan solusi memnag kepada-Nya, sahabat, orang tua, dan orang-orang yang dapat kita percaya.
Setelah melihat tulisan ini, bagi yang terpikir untuk melanjutkan menggunakan fitur ini dengan alasan poin 2 dan poin 4, sok mangga. Tidak ada yang melarang atau gk ada satu dalil pun yang emang melarang (wkwkwk), patut digaris bawahi penting untuk menggunakan aplikasi ini dengan bijak jangan sampai yang awalnya sekedar gaya hidup malah menjadi kebutuhan hidup yang  fana agar dilihat orang.
Bagi yang berniat berhenti atau memang tidak memakai, inshaallah tidak akan mengganggu kehidupan pembaca secara umum. Terlebih bahwa banyak kawan penulis yang tidak memakai dan tetap bisa up-to date. Malahan mereka bisa terhindar dari hal-hal negatif dari instagram itu sendiri.
Akhir kata, harapannya setiap elemen masyarakat dapat memahami tiap-tiap pilihan individu tanpa dengan mudahnya mengecap orang yang tidak memakai sebagai 'kampungan' atau yang menggunakan sebagai 'pengguna produk amrik' hehe....Â
Terkait keputusan penulis berdasarkan judul ini masih saya pikirkan (ha ha ha ) namun yang penting saya ingin lebih menghadirkan keberadaan diri saya lewat Ide terutama lewat tulisan di Kompasiana ini di tahun 2018.Â
Note: Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengerucutkan opini massa untk melakukan atau anti-terhadap judul di atas. Tulisan ini ditujukan untuk pihak-pihak tertentu yang memang ingin atau berencana menghapus instagram atas dasar kebutuhan ataupun prinsip tertentu yang dipegangnya.Â
Mohon diperhatikan penulis pun masih memakai aplikasi tersebut di handphone. Harapannya, melalui tulisan ini penulis dapat memberikan insight-nya bagi pihak-pihak yang memakai instagram kenapa ada orang yang memang menghapus atau tidak menggunakan aplikasi ini sama sekali. Terima kasih.
Referensi: 1, 2, Bank Dunia, Biro Sensus Amerika Serikat