Mohon tunggu...
alvikhoeriyah
alvikhoeriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa semester 3 yang penuh semangat dalam mengejar ilmu dan pengetahuan. Di tengah perjalanan kuliah, saya berfokus pada pengembangan diri, baik dalam akademik maupun kegiatan ekstrakurikuler. Saya percaya bahwa pendidikan yang berkualitas tidak hanya berasal dari kelas, tetapi juga dari pengalaman dan interaksi dengan berbagai komunitas. Saat ini, saya aktif mencari peluang untuk berkontribusi dalam proyek-proyek yang dapat mengasah keterampilan dan memperluas wawasan saya. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan dedikasi yang kuat, saya terus berupaya untuk mencapai tujuan pribadi dan profesional

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Opini : Inovasi dan Teknologi: Solusi atau Pemicu Pengangguran?

12 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   23:07 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Teknologi di era digital telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dunia kerja. Di satu sisi, teknologi menawarkan berbagai kemudahan dan efisiensi, menciptakan peluang baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya, kecerdasan buatan (AI) dan big data menjadi dua sektor yang berkembang pesat dan membuka lapangan pekerjaan baru di berbagai bidang. Dalam hal ini, teknologi bisa menjadi alat yang mempercepat pekerjaan manusia, meningkatkan produktivitas, dan memberikan solusi inovatif untuk tantangan yang ada.

Namun, di sisi lain, kemajuan teknologi ini juga membawa dampak yang kurang menguntungkan, terutama dalam hal pengurangan jumlah pekerjaan yang tersedia bagi tenaga kerja manusia. Otomatisasi dan robotisasi yang diterapkan di berbagai sektor, seperti manufaktur, logistik, dan bahkan pelayanan pelanggan, meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasional. Sayangnya, hal ini juga mengurangi ketergantungan pada pekerja manusia untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat repetitif dan manual. Sebagai akibatnya, banyak pekerja yang tidak memiliki keterampilan yang relevan atau yang sudah ketinggalan zaman akan kehilangan pekerjaan mereka, menambah masalah pengangguran dan ketidaksetaraan ekonomi. Fenomena ini dikenal sebagai "skill mismatch," di mana tenaga kerja yang ada tidak memenuhi kebutuhan industri yang semakin berbasis teknologi.

Meskipun demikian, perkembangan teknologi tidak sepenuhnya merugikan. Sebaliknya, teknologi membuka banyak peluang baru yang jika dimanfaatkan dengan tepat, dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih relevan dengan tuntutan zaman. Sebagai contoh, bidang-bidang baru seperti pengembangan perangkat lunak, desain digital, analisis data, serta keamanan siber kini menjadi profesi yang sangat dibutuhkan. Peran teknologi dalam menciptakan pekerjaan baru ini sangat tergantung pada bagaimana masyarakat dan tenaga kerja dapat beradaptasi dengan perubahan ini.

Untuk dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi, pendidikan dan pelatihan yang relevan menjadi sangat penting. Kurikulum pendidikan perlu diperbarui untuk mengajarkan keterampilan yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri yang berbasis teknologi. Misalnya, pelatihan tentang pemrograman, pengolahan data besar, dan kecerdasan buatan harus menjadi bagian dari kurikulum di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Selain itu, bagi pekerja yang sudah ada, pelatihan ulang atau re-skilling sangat penting agar mereka tetap kompetitif di dunia kerja yang terus berkembang.

Dengan pendekatan yang tepat, teknologi tidak hanya akan menghilangkan pekerjaan yang ada, tetapi juga dapat menciptakan peluang pekerjaan baru yang lebih berkelanjutan dan relevan dengan perkembangan zaman. Pemerintah, sektor swasta, dan dunia pendidikan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa tenaga kerja dapat beradaptasi dengan perubahan ini, sehingga teknologi dapat menjadi alat untuk memberdayakan masyarakat dan mengurangi pengangguran, bukan justru menjadi ancaman yang memperburuk kesenjangan sosial.

Teknologi: Peluang atau Ancaman?

Revolusi industri keempat, yang ditandai dengan kemajuan otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI), telah mengubah lanskap dunia kerja secara signifikan. Teknologi seperti mesin otomatis dan robot pintar kini banyak digunakan di berbagai sektor, salah satunya manufaktur. Mesin-mesin ini mampu bekerja lebih cepat dan lebih murah dibandingkan tenaga manusia, yang mengarah pada penggantian banyak pekerjaan manual. Hal ini tentu saja memunculkan masalah skill mismatch, di mana banyak pekerja yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri yang semakin berbasis teknologi. (DelvaDigital, 2024; UNS Digital Library, 2024).

Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024, tingkat pengangguran di Indonesia tercatat sekitar 7,47 juta orang. Sebagian besar dari mereka adalah lulusan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi yang belum memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar kerja yang semakin digital. Kondisi ini menegaskan bahwa meskipun teknologi membuka peluang baru, inovasi juga membawa tantangan serius berupa hilangnya pekerjaan tradisional yang selama ini menjadi sumber penghidupan banyak orang. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kerja untuk beradaptasi dengan perubahan ini agar bisa tetap bersaing di dunia kerja yang semakin terotomatisasi. (BPS, 2024).

Opini saya, ini menunjukkan bahwa kita perlu segera beradaptasi dengan perubahan ini. Penting bagi kita untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja yang semakin terotomatisasi. Pemerintah, sektor pendidikan, dan industri harus berkolaborasi untuk menciptakan sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan zaman, agar tenaga kerja Indonesia tidak tertinggal dan tetap kompetitif di dunia kerja yang semakin didominasi oleh teknologi.

Pendidikan: Kunci Menjawab Tantangan

Meskipun perkembangan teknologi memberikan tantangan besar, hal ini tetap dapat diatasi dengan berbagai solusi. Salah satu solusi yang paling efektif adalah pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia harus lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan pasar kerja yang semakin berbasis teknologi. Untuk itu, kurikulum pendidikan perlu disesuaikan agar dapat memberikan keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman. Sebagai contoh, penting untuk memasukkan mata pelajaran seperti pemrograman (coding), analisis data, dan kecerdasan buatan (AI) di tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar generasi muda lebih siap dalam menghadapi dunia kerja yang terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. (DelvaDigital, 2024; UNS Digital Library, 2024).

Selain itu, penting untuk memperluas program pelatihan ulang (re-skilling) dan peningkatan keterampilan (up-skilling) bagi pekerja yang sudah ada. Pemerintah dapat memberikan dukungan melalui kebijakan yang mendorong pelatihan keterampilan digital untuk para pekerja, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan kebutuhan industri yang berubah. Program pelatihan ini tidak hanya akan membantu para pekerja untuk tetap relevan di dunia kerja, tetapi juga memberikan peluang bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan baru yang lebih berkualitas. (DelvaDigital, 2024; Tirto.id, 2024).

Lebih lanjut, pemerintah juga perlu memberikan dorongan lebih kepada sektor kewirausahaan berbasis teknologi. Misalnya, melalui pemberian insentif atau akses modal bagi para wirausahawan muda yang ingin mengembangkan bisnis berbasis teknologi. Langkah ini tidak hanya akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, tetapi juga membuka peluang bagi inovasi yang dapat menggerakkan perekonomian dan mempercepat perkembangan sektor teknologi di Indonesia. Dengan upaya-upaya ini, teknologi dapat diubah menjadi peluang yang memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat.

Menurut saya, langkah-langkah tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat bisa beradaptasi dengan cepat. Tanpa pendekatan yang tepat, kita berisiko menghadapi kesenjangan sosial dan ekonomi yang semakin lebar. Dengan pendidikan dan kebijakan yang mendukung, teknologi bisa menjadi peluang, bukan ancaman, bagi banyak orang.

Teknologi sebagai Solusi

Teknologi bukan hanya sebuah ancaman, tetapi juga menawarkan berbagai solusi untuk mengatasi masalah pengangguran. Contohnya, platform digital seperti marketplace dan e-commerce memberikan peluang bagi banyak orang untuk menjalankan bisnis online tanpa memerlukan modal besar. Hal ini memungkinkan individu, bahkan yang berasal dari daerah terpencil, untuk memanfaatkan internet sebagai sumber pendapatan. Selain itu, perkembangan teknologi juga menciptakan profesi baru yang sebelumnya tidak ada, seperti spesialis keamanan siber, analis data, atau pengembang aplikasi, yang kini semakin dibutuhkan oleh berbagai perusahaan yang bergerak di sektor digital. (DelvaDigital, 2024; UNS Digital Library, 2024).

Namun, meskipun teknologi membuka peluang, saya berpendapat bahwa untuk benar-benar memanfaatkannya, masyarakat dan pemerintah perlu lebih fokus pada pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Tidak semua orang dapat serta-merta beralih ke sektor yang berbasis teknologi. Oleh karena itu, penting untuk menyediakan akses yang lebih luas kepada pelatihan keterampilan digital dan mendukung pengembangan kewirausahaan berbasis teknologi. Dengan begitu, teknologi bisa menjadi solusi untuk menciptakan pekerjaan baru dan mengurangi pengangguran, bukan sekadar menggantikannya.

Inovasi teknologi menghadirkan tantangan sekaligus peluang besar bagi pasar tenaga kerja. Jika dikelola dengan baik melalui pendidikan yang tepat, pelatihan keterampilan, dan kebijakan yang mendukung, teknologi dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi pengangguran. Namun, jika kita tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi perubahan ini, teknologi bisa justru menjadi ancaman yang memperburuk masalah pengangguran.

Penting bagi pemerintah, sektor pendidikan, dan industri untuk bekerja sama dalam menyediakan akses yang lebih luas terhadap pelatihan digital dan keterampilan teknis. Tanpa langkah proaktif ini, kita berisiko menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara tenaga kerja yang siap menghadapi perkembangan digital dan mereka yang tertinggal. Oleh karena itu, dengan persiapan yang matang, teknologi dapat menjadi alat pemberdayaan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang relevan dengan perkembangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun