"Revolution is not a dinner party, or writing an essay, or painting a picture, or embroidery..."Â (Mao Tse Tung)
Kutipan tersebut seolah menggambarkan satu hal, bahwa revolusi bukanlah kata-kata yang hanya menyeruak dalam diskusi ataupun esai yang ditulis oleh para pujangga yang mengaku revolusioner, namun pada prakteknya nihil.Â
Revolusi bukanlah pesta makan malam, namun pesta makan malam kelas pekerja lahir justru dari revolusi. Tetapi terkadang, hegemoni kelas penguasa membuat rakyat dan utamanya kelas pekerja takut akan revolusi.Â
Kini revolusi terpendam, dierami oleh ketegangan antara kelas penguasa dengan rakyat. Marx pernah berkata bahwa masyarakat pada hari ini menjadi rahim dari revolusi, kelahirannya justru sedang dinanti-nanti oleh kelas pekerja yang sadar. Revolusi sedang menuju kelahirannya, tinggal menunggu bidannya saja.
Siapa yang akan menjadi bidan dari revolusi? Kita kah? Mari kita lihat...
Pertama, kita harus memahami bahwa negara adalah produk dari sejarah - pertentangan antar kelas - yang lahir tanpa sebab musabab dan tidak mungkin abadi.Â
Apapun yang menjadi produk sejarah, tidak akan menjadi abadi, karena di dalamnya selalu mengandung kontradiksi yang hasilnya selalu menghasilkan sesuatu yang baru.Â
Misalnya saja Kekaisaran Romawi yang lahir karena adanya kepentingan kelas pemilik budak, sehingga Kekaisaran Romawi menjadi pertanda kekuasaan kelas pemilik budak terhadap para budak.Â
Puncak kemegahannya sendiri merupakan simbol dari keruntuhannya. Pemberontakan para budak terjadi persis setelah puncak kekuasaannya. Kehancurannya merupakan pertanda lahirnya jenis masyarakat baru, yaitu masyarakat Feodal Eropa.Â
Begitupula dengan Kekaisaran Romawi Suci yang menjadi penanda kuasa para tuan tanah terhadap kaum tani, yang kehancurannya sendiri diawali dengan banyaknya pemberontakan para petani. Kehancurannya menjadi pertanda lahirnya jenis masyarakat baru, yaitu masyarakat Kapitalis Eropa.