Media akan viral bila menjual konten tentang kesedihan. Anggapan itu terlanjur hinggap di alam sadar orang-orang yang mengkonsumsi sekaligus skeptis dengan media di waktu yang bersamaan. Dengan memuat/menayangkan cerita-cerita yang bikin haru penonton/pembacanya, media akan dapat rating bagus. Pageviews-nya naik. imbasnya, permintaan placement iklan bertambah yang berimplikasi pada pemasukan media itu. Begitu katanya siklus hidup media berputar.
Gue pernah terlibat di dalam siklus bisnis itu: jadi content maker di sebuah stasiun televisi masa kini. Bergulat dengan waktu & keadaan bagaimana kami harus menyajikan konten yang enggak cuman inspiratif, tapi juga punya nilai jual yang membuat para brand ngisi slot iklan di TV kita. Â
Tapi, faktanya adalah: enggak melulu tiap konten sedih & dramatis di tv itu jadi bahan jualan kok. Salah satu buktinya adalah program dengan rating/share paling tinggi di tv tempat gue kerja saat itu adalah program reality documentary "86". Bukan program sedih-sedihan atau program yang sengaja didramatisir.
Ada pula pihak-pihak yang beranggapan kalau masyarakat di Indonesia nggak punya pilihan untuk menikmati konten-konten bermutu dan mendidik. Ada dua respon gue dari anggapan tersebut:
Apa dasar & risetnya sampai bisa menyimpulkan kalo konten menyedihkan dan dramatis yang diproduksi media itu tidak bermutu dan kurang mendidik?
 Nggak cuman masyarakat Indonesia yang doyan dengan konten sedih-sedihan. Survei di negara maju seperti Amerika Serikat yang pilihan kontennya lebih beragam membuktikan kalo konten dramatis & menyedihkan itu jadi konten yang memberikan dampak baik dari sisi psikologi.
Source: theguardian.com
Survei yang dilakukan peneliti dari Universitas Oxford (diulas di portal berita The Guardian) menyimpulkan bahwa menonton tayangan yang traumatis akan meningkatkan rasa toleransi kolektif terhadap rasa sakit. Menonton tayangan-tayangan drama dan derai air mata bahkan meningkatkan kadar endorfin yang diproduksi. Ternyata, endorfin berfungsi sebagai penghilang rasa stres dan meningkatkan perasaan bahagia. Kadar endorfin bahkan membuat seseorang merasa lebih dekat dengan orang lain.
Memang, adagium "media menjual kesedihan" itu patut jadi masukan bagi para pemangku media. Bagaimanapun, media punya tugas moral memberikan value pada setiap konten-konten yang diproduksi. Value yang berdampak langsung bagi objek yang ia jadikan konten. Value yang juga berdampak langsung bagi para pemirsa dan pembacanya.Â
Bangun Kedekatan Lewat Gotong Royong Online
Tak hanya itu, cerita-cerita menarik para penggalang dana pun kami sodorkan ke media. Tak sedikit media yang merasakan cerita para penggalang dana di Kitabisa mengandung news value yang selaras dengan napas perusahaan mereka.Â
Menariknya, media-media itu nggak hanya mengangkat cerita penggalang dana, tetapi juga membantu para penggalang dana supaya target donasinya tercapai dengan cara mengajak para pemirsanya untuk berdonasi. Dampaknya nggak main-main.Â
Memang, tak lama kemudian Laila Sari akhirnya dipanggil yang maha kuasa. Sesuai amanat Laila sebelum meninggal, uang donasi diserahkan kepada cucu beliau. Kabar terbaru, NET. menyerahkan alokasi dana donasi untuk cucu almarhumah kepada Dompet Dhuafa agar semuanya transparan dan terimplementasi.
Di segmen itu, Imas dengan nada bicara yang sendu menceritakan cibiran dan anggapan sebelah mata orang-orang terhadap niatnya membangun panti itu. Larut dalam haru acara, pemirsa Ini Talkshow lantas berdonasi untuk membantu mewujudkan mimpi Imas membangun panti. Hasilnya luar biasa. Dana 100 Juta terkumpul kurang dari 24 jam. Penggalangan dana akhirnya ditutup ketika menyentuh angka 241.920.186 rupiah.Â
Kini, panti asuhan itu bukan lagi mimpi. Proses pembangunan panti masih terus berlangsung.Â
Hingga penggalangan dana ditutup, tak kurang dari 200 juta donasi yang masuk untuk membantu biaya cangkok ginjal Tio. Bahkan, biaya cangkok ginjal untuk Tio juga akan didistribusikan ke pasien-pasien lain yang membutuhkan.
Lewat skype dan disiarkan secara Live oleh Metro TV, Budi menceritakan bagaimana perjuangannya sehari-sehari sendirian memandikan dan menyuapi kakaknya yang tergolek lemah tak berdaya. Budi & Bilal pun tinggal di rumah yang kondisinya memprihatinkan. Nenek yang dari dulu merawat mereka berdua sudah meninggal sejak tahun 2014.Â
Tak hanya untuk Bilal dan Budi. Sepanjang tahun 2018, program Newsline Metro TV tercatat telah mengangkat 20 campaign penggalangan dana ke acara mereka secara live dan mengumpulkan donasi tak kurang dari 2 Miliar rupiah jumlahnya.  Â
Lewat penggalangan dana online, Kompas.com menggerakkan hati 954 pembacanya untuk berdonasi membantu pasangan lansia dan anaknya itu. Di fase awal penggalangan dana, kurang dari 30 menit dana yang terkumpul mencapai 20 juta rupiah. Hingga akhirnya penggalangan dana ditutup, dana yang terkumpul mencapai Rp 210.046.594.
Kini, proses pembangunan rumah untuk pasangan lansia itu baru saja rampung.Â
Hari ini, jembatan itu telah menghubungkan kedua desa yang sebelumnya dipisah arus sungai nan deras. Tak hanya untuk jembatan, donasi yang terkumpul juga digunakan untuk pembangunan talaud.Â
Cerita-cerita galang dana online yang dilakukan media tersebut menunjukkan terciptanya sebuah simbiosis mutualisme: media membutuhkan konten yang inspiratif & menggugah hati agar pemirsanya bisa menikmati, penggalang dana yang sedang membutuhkan biaya akhirnya bahagia karena para pemirsa membantunya dengan cara berdonasi.Â
Cara ini adalah kolaborasi baik yang juga bisa jadi bukti valid bahwa media bukan lagi menjual kesedihan demi meraup sejumlah keuntungan. Yang dilakukan media justru upaya mengkonversi kesedihan jadi berita baik dan inspiratif dengan cara melibatkan pemirsa sebagai orang-orang baiknya. Hal ini juga bisa jadi cara mengukur tingkat engagement pemirsa dengan medianya. Jika donasi yang terkumpul dalam waktu singkat itu melesat cepat, salah satu indikator bahwa pemirsa tersentuh dan tergerak hatinya untuk membantu konten media yang dikonsumsinya.Â
Dengan cara demikian, Â cibiran "media menjual kesedihan" seharusnya tak ada lagi di tahun 2019 dan tahun-tahun selanjutnya. Semoga begitu.
Alvi Anugerah
PR Person at Kitabisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H