Mohon tunggu...
Alvi JakXone
Alvi JakXone Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Media

Aktivis di Jakarta Media Network (JakXone) Email : alvijakxone@gmail.com FB : JakXone Alvi Twitter : @JakXone

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Demokrasi di Kabupaten Maluku Tengah, Sebuah Fakta...

3 Mei 2017   05:59 Diperbarui: 3 Mei 2017   07:13 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena apa yang sedang terjadi dengan demokrasi di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku? Sekilas, tak ada yang salah. Selama ini proses memilih kepala daerah di kabupaten tersebut berjalan mulus seperti daerah lain. Hanya memang, fakta dari fenomena tersebut menarik untuk diulas.

Mengutip Wikipedia, Kabupaten Maluku Tengah, merupakan salah satu kabupaten tertua di Provinsi Maluku. Kabupaten ini dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1952 (L.N. No. 49/1952) tentang pembubaran daerah Maluku selatan dan pembentukan Maluku Tengah dan Maluku Tenggara.

Awalnya, wilayah-Wilayah yang termasuk dalam Kabupaten Maluku Tengah adalah Pulau Ambon (di luar wilayah Kota Ambon), Pulau-Pulau Lease, Pulau-Pulau Banda, Seram Timur, Seram Utara, Seram, Selatan, Seram Barat, dan Pulau Buru.

Di era reformasi, Kabupaten Maluku Tengah melahirkan tiga kabupaten baru yakni, Kabupaten Pulau Buru, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Sehingga Wilayah Kabupaten Maluku Tengah sejak tahun 2004 hanya meliputi Wilayah Seram Utara, Pulau Ambon, Pulau-pulau lease dan Pulau-pulau Banda. Kendati demikian, wilayah Kabupaten Maluku Tengah hingga sekarang masih merupakan wilayah kabupaten yang terluas di Provinsi Maluku.

Di era reformasi juga, tepatnya tahun 2002, mantan Ketua KNPI Provinsi Maluku, Abdullah Tuasikal terpilih dan dilantik sebagai Bupati Maluku Tengah. Pada pilkada 2007, Abdullah Tuasikal kembali maju bertarung sebagai incumbent dan berhasil melanggengkan kekuasaannya atas Kabupaten Maluku Tengah hingga 2012.

Di sela-sela jabatan sebagai Bupati, pada 2008, Abdullah Tuasikal mash sempat mencalonkan diri sebagai gubernur Maluku. Sayangnya  kandas karena kalah bersaing.

Tetapi di masa kepemimpinannya itu juga, sang istri Mirati Dewaningsih Tuasikal terpilih sebagai anggota DPR periode 2009 – 2014 mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keterpilihan istri Pa Bupati saat itu terbilang fenomenal, karena baru kali pertama PKB meloloskan calonnya ke Senayan dari daerah pemilihan Provinsi Maluku.

Tahun 2012, Abdullah Tuasikal menyelesaikan 10 tahun (dua periode) kepemimpinannya di Kabupaten Maluku Tengah yang beribukota Masohi tersebut. Pada saat yang sama, kakak kandung Abdullah Tuasikal, Abua Tuasikal, seorang Notaris di Jakarta pulang kampung dan ikut Pilkada 2012 memperebutkan kursi bupati yang akan ditinggalkan sang adik.

Lewat proses pilkada yang damai, sang kakak terpilih menjadi bupati. Jadilah, Abua Tuasikal melanjutkan kepemimpinan adiknya hingga tahun 2017.

Usai menjabat Bupati dan digantikan sang kakak, Abdullah Tuasikal masih sempat bertarung lagi memperebutkan kursi gubernur Maluku pada 2013. Namun usahnya kandas.

Setahun kemudian, tahun 2014, putra Abdullah Tuasikal bernama Amrullah Amri Tuasikal  bertarung lewat Partai Gerindra merebut kursi anggota DPR daerah pemilihan Provinsi Maluku. Hebatnya, Amrullah Amri Tuasikal lolos ke Senayan kendati usianya tergolong muda. Saat dilantik menjadi anggota DPR periode 2014 - 2019 belum mencapai usia 27 tahun.

Balik lagi. Seiring berjalannya waktu, Abua Tuasikal, bupati Incumbent pada pilkada Februari 2017 lalu bertarung dengan kotak kosong dan memenangkan Pilkada dengan suara mayoritas.. Jadinya, Abua saat ini tinggal menunggu pelantikan sebagai bupati Maluku Tengah periode kedua.

Terpilihnya Abua Tuasikal otomatis mengulang kesuksesan sang adik yang dua periode memimpin Kabupaten Maluku Tengah. Ini memang fenomena menarik karena jika Abua dilantik dan menyelesaikan periodesasi kedua, berarti selama 20 tahun masyarakat di Kabupaten Maluku Tengah dipimpin oleh dua saudara kandung.  

Ada yang salah dari situasi ini? Berpulang kepada opini masing-masing pembaca. Tapi yang pasti, tak ada satupun alasan menggugat kemenangan Abua Tuasikal, atau soal anggota keluarga Abdullah Tuasikal yang lolos ke Senayan. Mereka terpilih secara demokratis lewat proses pemilu, baik pilkada maupun pemilu legislatif. 

Lebih pas jika masyarakat di Maluku Tengah yang memilih mereka yang memberi penjelasan jika ada yang penasaran dengan berbagai keberhasilan yang sudah mereka capau. Dan buat mereka yang gusar melihat fakta tersebut, tak perlu reaktif. Inilah konsekuensi dari proses demokrasi di Indonesia.

Yang jelas, fakta juga membuktikan, Pilkada yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan ada juga sesama anggota keluarga yang saling menggantikan, baik menjabat sebagai kepala daerah maupun anggota legislatf. So, merenunglah!  (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun