Mohon tunggu...
Alvi JakXone
Alvi JakXone Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Media

Aktivis di Jakarta Media Network (JakXone) Email : alvijakxone@gmail.com FB : JakXone Alvi Twitter : @JakXone

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Jargon Keberpihakan Anies Itu pada Kelompok Intoleran atau yang Toleran?

15 April 2017   08:42 Diperbarui: 15 April 2017   18:00 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus terakhir, kita menyaksikan bagaimana pasangan Ahok, Djarot Saiful Hidayat mengalami kejadian tidak mengenakkan sesuai salat Jumat di salah satu masjid di kawasan Tebet. Dan lucunya, pasangan Anies, Sandiaga Uno menanggapi kasus tersebut sebagai sesuatu yang terkesan biasa saja. Dia justru menyalahkan Djarot yang tidak koordinasi dengan tokoh masyarakat setempat jika mau salat Jumat di lokasi tersebut.

Lah Anies sendiri gimana? Jangan pernah berharap Anies akan memberikan komentar menanggapi kasus-kasus yang dilakukan oknum-oknum intoleran yang notabene pendukungnya itu. Saat beredar spanduk imbauan tidak mensalatkan pendukung Ahok yang meninggal dunia, dia juga diam seribu bahasa.

Intinya, Anies mau mengesankan diri tidak terkait dengan aksi-aksi intoleransi yang dilakukan para pendukungnya. Walaupun sebenarnya dia mendapatkan keuntungan banyak dari manuver-manuver mereka. “Ya terang saja Anies diam saja. wong dia diuntungkan,” ujar Kang Sobary, pada sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Kita memang rada ngeri-ngeri sedap melihat dinamika Pilkada DKI tahun ini.  Agresifitas kelompok intoleran sangat terasa. Sampai-sampai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dikenal sebagai partai berbasis Islam Nasionalis lewat salah satu spanduknya menyatakan “Kami Tolak Cagub yang didukung kelompok radikal”.  

Ketua Umum PPP Djan Faridz bahkan tanpa tedeng aling-aling menyebut apa yang dialami calon wakil gubernur DKI Jakarta itu menunjukkan radikalisme di ibu kota negara sudah semakin nyata ata di depan mata.

"Saya mengimbau warga NU untuk merebut kembali kepengurusan masjid-masjid di Jakarta dari kelompok Islam radikal. Pengusiran Djarot menunjukkan radikalisme sudah merusak tata krama dan sopan santun Islam di Jakarta," kata Djan usai menghadiri 'Jakarta Bersalawat' di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (14/4/2017).

Bayangkan, sudah sampai segitunya. Padahal ini Jakarta, ibu kota Negara kesatuan Republik Indonesia.

Dulu, sejak ditetapkan sebagai ibu kota Negara, semua orang sudah mafhum kalau nantinya Jakarta akan dibawa sebagai kota bertaraf internasional. Jakarta sejak awal telah didesain sebagai kota tempat hunian multi ras, multi suku, multi agama dan kota yang penuh keberagaman sesuai kebinekaan bangsa Indonesia.

Jadi pilihannya sekarang, apakah peradaban bangsa Indonesia ini mau dibawa maju ke depan atau mundur ke belakang?  (Alvi JakXone)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun