Cit...cit ciittt....Â
Kicauan burung dipagi hari bersama teriknya matahari yang keluar menyinari ruangan besar dan bersih itu, sehingga membuat kedua mata yang telah tertidur lelap terbangun. Seketika itu badan yang telah terlentang di atas kasur pelan-pelan terbangun, dan sudah di kagetkan dengan tangisan para pelayan.Â
"Hei...kalian ada apa," para pelayan itu mulai mengusap air matanya dan melayani sang putri.Â
"Katakan padaku, ada apa!" para pelayan saling menoleh satu sama lain, mereka tak berani berucap. Siapa yang tahu saat mereka menangis tiba-tiba Putri-nya terbangun dari tidur lelapnya.
 "Hei...! Kubilang katakan," serunya di atas kasur.Â
"Nona Shin Hyun, Tuan... Tuan muda Shin Il. Dia...dia," pelayan itu tak berani melanjutkanya.Â
"Dia apa!"Â
"Dia di cambuk oleh Nyonya di pekarangan belakang sampai dengan pagi ini, dan dia masih di hukum di bawah terik matahari," jawab pelayan yang lain.Â
Shin Hyun yang mendengarnya segera bergegas lari menuju pekarangan belakang dengan cepat kakinya berlari menuruni tangga yang begitu panjang, dan berlari mengitari rumah yang seperti istana tepatnya di kediaman ketiga.Â
"Shin Il," serunya sedih menatap tubuh yang luka dengan tanpa baju atasan, dan hanya menggunakan celana hitam panjangnya sisa tadi malam.Â