Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha terakhir yang konon menguasai Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Baca juga: Naskah Pegon Jawa Tertua Ditemukan, Dibuat di Era Majapahit Tahun 1347, Apa Isinya?
Kesalahpahaman perihal Majapahit menguasai seluruh Nusantara, disebabkan para founding fathers Indonesia, utamanya Muh. Yamin, sedang mencari formula untuk menciptakan satu kesatuan Indonesia (nation building).Saat itu Indonesia masih terkotak-kotak dalam semangat kesukuan dengan adanya Jong Java, Jong Celebes, dan Jong Sumatera. Karena itulah disebutkan bahwa konsep Nusantara yang sudah ada pada zaman Singhasari dengan nama Dipantara lantas diperkuat pada zaman Majapahit.
Dalam buku itu Yamin menggambarkan sosok Gajah Mada seperti Bima, tokoh pewayangan dalam Mahabharata yang dianggap paling kuat. Wajahnya bulat gemuk, pipinya kembung, dan bibirnya bulat.Hal ini karena Yamin membayangkan imaji Gajah Mada dari sebuah celengan di Trowulan yang di depannya ada sebuah muka dan kebetulan saja mirip dengan Yamin dan kemudian karena sedikit narcis kemudian menganggap muka celengan tersebut adalah sosok wajah Gajah Mada.
Dalam buku itu, Yamin juga melampirkan secarik peta wilayah Indonesia "terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud" dengan judul "Daerah Nusantara dalam Keradjaan Madjapahit".Tentang peta gagasan persatuan ini, oleh para sejarawan telah ditafsirkan sebagai wilayah Majapahit, sehingga seolah-olah ada penaklukan. Itu salahnya dan itu yang harus diluruskan.
Baca juga:Â Prasasti Ini Buktikan Kalau Larangan Poligami Sudah Ada di Era Majapahit
Bukti-bukti yang merujuk bahwasanya Majapahit tidak menguasai Nusantara adalah tidak ditemukannya bukti Prasasti yang menyebut kata Wilwatikta / Majapahit di luar Jawa-Bali. Kemudian hanya kitab Negarakertagama dan Pararton saja yang mencatat. Perlu diketahui bahwasanya Kitab Negarakertagama merupakan kitab pesanan dari Hayam wuruk dan Pararaton sendiri ditutis beberapa ratus tahun setelah Majapahit runtuh. Hal ini menyatakan bahwa tingkat validitas data tersebut kurang akurat karena bercampur dengan mitos dan legenda.
Masih kurang? Mari kita lihat nama gelar dari Adityawarman yang dahulu pernah magang di Majahapit. Ketika beliau kembali ke Sumatra dan menjabat sebagai raja, gelar abhisekanya Maharajadiraja Srmat Sr Udaydityawarma Pratpaparkrama Rjendra Maulimli Warmadewa. Disini tertulis Maharajadiraja yang apabila diartikan adalah Raja tertinggi dari segala raja, jikalau memang Majapahit menguasai Nusantara pastilah wilayah Dharmasraya juga termasuk dalam wilayah Majapahit, tetapi gelar sang raja sendiri dapat ditafsirkan bahwasanya Dharmasraya adalah Negara sendiri yang memiliki raja tertinggi dan tidak ada yang lebih tinggi.
Bukti selanjutnya adalah peninggalan kerajaan Majapahit kebanyakan berada di dalam negeri. Nah, apabila kerajaan dengan cakupan kekuasaan yang luas pasti pernah meninggalkan jejak. Sama halnya dengan Kerajaan Majapahit. Digadang-gadang sebagai Penguasa Nusantara, Majapahit hanya memiliki peninggalan yang kebanyakan berada di Jawa. Sebut saja beberapa di antaranya adalah Candi Sukuh dan Cetho di Karanganyar Jawa Tengah, Candi Pari, Jabung, Gapura Wringin Lawang yang ada di Jawa Timur. Dimana bukti monumental Majapahit yang konon katanya kerajaan Besar penguasa Nusantara.
Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya hubungan dengan negara-negara lain lebih kepada hubungan persahabatan (mitra satata). Tak tercermin kalau wilayah Nusantara dan kerajaan lain di kawasan Asia Tenggara seperti, Syanka, Ayodhyapura, Dharmmanagari, Marutma, Rajapura, Singha-nagari, Champa dan Kamboja merupakan wilayah kekuasaan atau jajahan Majapahit.
Majapahit sebenarnya merupakan kerajaan yang terdiri dari kesatuan negara-daerah atau provinsi. Di bawah seorang raja Majapahit, ada sejumlah penguasa yang masing-masing berkuasa di sebuah negara-daerah sebagai paduka bhattara yang biasanya kerabat raja.
Jumlah negara-daerah yang berada di lingkungan Majapahit tidak selalu sama. Misalnya, berdasarkan Prasasti Waringinpitu (1447), ketika masa pemerintahan Dyah Kertawijaya, setidaknya ada 14 negara daerah.
Banyaknya negara-daerah yang disebut dalam prasasti tergantung berapa banyak kerabat raja yang punya kedudukan sebagai penguasa. Dalam prasasti, para paduka bhattara itu biasanya disebut sebagai pejabat tinggi yang mengiringi perintah raja. Berdasarkan Prasasti Waringinpitu, Prasasti Trawulan III, dan Nagarakrtagama, sejak masa keemasan Majapahit, pernah ada 21 negara-daerah yang menjadi bagian Majapahit. Ke-21 negara-daerah itu antara lain Daha, Jagaraga, Kahuripan, Tanjungpura, Pajang, Kembangjenar, Wengker, Kabalan, Tumapel, Singhapura, Matahun, Wirabhumi, Keling, Kalingapura, Pandansalas, Paguhan, Pamotan, Mataram, Lasem, Pakembangan, dan Pawawanawwan.
Sumber :
- Al-Fayyadl, Muhammad, & Muljana, Slamet, (2005), Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta: LKIS,
- C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993, pages 18 and 311
- Mangkudimedja, R.M., (1979), Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta, Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
- Muljana, Slamet, (2006), Tafsir Sejarah Nagarakretagama, Yogyakarta: LKIS
- Yamin, Muhammad. Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara. Djakarta: Balai Pustaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H