Mohon tunggu...
Aksara Matahari
Aksara Matahari Mohon Tunggu... Model - Manusia

Hanyalah seorang manusia yang mencoba melestarikan Budaya Leluhur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ranger atau Penjaga Hutan pada Masa Jawa Kuno

20 November 2016   01:35 Diperbarui: 20 November 2016   02:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang ditumbuhi beberapa tanaman dan bisa pula dihuni oleh berbagai jenis binatang. Di Indonesia pun memiliki Hutan yang banyak dan juga luas, sebuah area yang ditumbuhi oleh berbagai pepohonan. Tempat ini pun bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu hutan liar dan dilindungi. Sebenarnya, setiap hutan memang harus dilindungi agar tidak dimanfaatkan secara pribadi ataupun umum sesuka hati. Karena dapat menyebabkan suatu kerusakan alam yang mana bisa dipengaruhi atas ulah manusia.

Perlu diketahui bahwa hutan pun memiliki berbagai manfaat. Dimana mereka mempunyai ekosistem yang menyatu dengan alam, maka tidak heran pula bila tempat yang satu ini mempunyai daya manfaat lebih.

Sebenarnya masyarakat Jawa kuno pada abad IX-X era kerajaan Medang ( Mataram Kuno) sudah mengenal organisasi yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Kehadiran organisasi ini menyebabkan kelestarian lingkungan terjaga dengan aman. Hal ini diketahui dari sejumlah prasasti yang sudah sampai ke tangan kita. Di antara sejumlah jabatan di kerajaan, beberapa petugas yang berhubungan dengan lingkungan hidup disebutkan di dalam prasasti-prasasti itu.

Adanya istilah-istilah tuha alas, juru alas, atau pasuk alas menunjukkan profesi pengawas kehutanan sudah disadari masyarakat kuno. Informasi seperti ini antara lain terdapat pada prasasti Jurungan (876 M), Tunahan (872), Haliwangbang (877), Mulak (878), Mamali (878), Kwak I (879), Taragal (830), Kubukubu (905), Sarsahan (908), dan Kaladi (909).Selain itu, ada jabatan tuhaburu, yakni pejabat yang mengurusi masalah perburuan binatang di hutan. Karena itu, nenek moyang kita tidak berani berburu semaunya. Ada semacam undang-undang perburuan yang mengatur hal ini.Wah sudah mengenal musim berburu ya?. 

Polhut dok: googling
Polhut dok: googling
Mereka yang melanggar akan dikenakan hukuman. Hukuman paling ringan berupa pengenaan pajak. Hukuman lebih berat berupa denda atau hukuman pidana. Hal ini tentu dilakukan untuk menjaga agar hewan-hewan tertentu tidak punah.Kemungkinan timbulnya bencana alam yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem juga sudah terpikirkan oleh masyarakat Jawa kuno. Wah mirip dengan kisah Walker Texas Ranger atau Strider si Lord Aragorn ya???

Polhut dok: googling
Polhut dok: googling
Kini sebagai masyarakat harus semakin hari semakin menunjukkan peran kita sebagai garda terdepan penyelamatan dan perlindungan hutan Indonesia. Kita masih akan menikmati hasil-hasil alam dari hutan yang bangsa ini miliki, tapi kita juga masih akan terus berjuang untuk melestarikan hutan yang kita miliki, sebab kalau bukan kita lalusiapa lagi? ingat leluhur kita saja sudah memikirkan untuk menjaganya, masak kita yang hidup di era modern kalah sama leluhur yang hidup dimasa lampau.

#DemiKejayaanNusantara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun