Mohon tunggu...
Aksara Matahari
Aksara Matahari Mohon Tunggu... Model - Manusia

Hanyalah seorang manusia yang mencoba melestarikan Budaya Leluhur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perpindahan Kerajaan Medang ke Jawa Timur Ditinjau dari Aspek Ekonomi

18 Agustus 2019   13:02 Diperbarui: 25 Juni 2021   07:29 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya faktor perpindahan Kerajaan Medang Selain faktor bencana alam dan serangan kerajaan lain, yang belum diungkap secara jelas dan ilmiah adalah dari bidang ekonomi. Faktor penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Hindu dari aspek Ekonomi berkaitan dengan masalah perdagangan dan pertanian. Perkembangan Kerajaan Medang di Jawa Timur sangat pesat, baik dibidang ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, kesenian dan agama.

Perpindahan Kerajaan Medang Dari Jawa Tengah Ke Jawa Timur Pada Awal Abad X yaitu pada tahun 929 M. Perpindahan Kerajaan Medang dilakukan oleh Mpu Sindok. Faktor yang menyebabkan perpindahan kekuasaan Kerjaan Medang Jawa Tengah ke Jawa Timur salah satunya adalah faktor ekonomi. Keadaan wilayah Jawa Timur berbeda dengan Jawa Tengah, di Jawa Timur ada dua sungai besar yang mengalir ke laut, yaitu Bengawan Solo dan Sungai Brantas.

Bengawan Solo dan Sungai Brantas merupakan sungai yang lebar serta dalam dan pada waktu abad ke X sungai-sungai itu dengan mudah dilayari oleh perahu-perahu atau kapal-kapal besar hingga sampai wilayah pedalaman sampai Mojokerto, sedangkan perahu-perahu kecil dapat berlayar lebih jauh lagi ke wilayah pedalaman sampai di Kediri. 

Baca juga: Mahapralaya: Runtuhnya Kerajaan Medang di Jawa Timur

Keberadaan sungai-sungai besar yang dapat dilayari oleh perahu-perahu besar sampai jauh di dareah pedalaman, maka wilayah Jawa Timur lebih menguntungkan untuk aktivitas perdagangan. Berikut ini kutipan pendapat dari para ahli:

Van Bemmelen memetakan kota Semarang dari 1940-1941 sebagai lembar peta Semarang-Ungaran sheet 73-74 skala 1:100.000. Van Bemmelen mengeluarkan peta kota itu dari tahu 1695-1940. Peta-peta ini dengan jelas menggambarkan abrasi pantai dari tahun ke tahun. Pantai bertambah maju 8 meter per tahun, bahkan sejak 1847 menjadi 12 meter per tahun. Sedimentasi pantai terjadi dengan intensif. Ini akibat penggundulan hutan di selatan Semarang dan napal serta lempung lunak Pliosen di sebelah Utara Gunung Ungaran makin tererosi di wilayah ini.

Sedimentasi ini juga terjadi pada abad ke X. Para penguasa Medang Jawa Tengah melihat bahwa pelabuhannya di Bergota dari tahun ke tahun semakin dangkal dan sempit akibat abrasi pantai. Kapal-kapal tidak dapat berlabuh di bandar Pelabuhan Bergota yang mengakibatkan perniagaan Kerajaan Medang Jawa Tengah menjadi mati. Inilah salah satu penyebab Mpu Sindok, raja Medang memutuskan memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur di mana ada pelabuhan Ujung Galuh.

De Casparis  mengatakan wilayah Jawa Timur terdapat pelabuhan-pelabuhan Pantai Utara dan terdapat pula pelabuhan-pelabuhan di sungai. Prasasti Kamalagyan tahun 1037 M menyebutkan adanya pelabuhan Hujung Galuh yang banyak didatangi oleh para pedagang dari pulau-pulau wilayah Nusantara. De Casparis menduga pelabuhan tersebut terletak di daerah hilir di dekat Mojokerto.

Paul Michel Munoz berpendapat bahwa perpindahan Kerajaan Medang Jawa Tengah ke Jawa Timur karena sebuah hasrat untuk mendapat keuntungan dari kesempatan perdagangan yang ada di wilayah pesisir timur laut dan wilayah Delta Brantas sangat efektif untuk kegiatan perdagangan.

Pendapat Suparman ialah bahwa Kerajaan Medang Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur karena kerajaan tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar, akibatnya kemajuannya sangat lambat. Suparman juga mengatakan bahwa lembah Sungai Brantas yang sangat subur dan dapat dilayari oleh kapal-kapal besar, lebih menjanjikan bagi perkembangan sosial ekonomi, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat.

Baca juga: Magelang, Bagian Sejarah Kerajaan Medang

Wilayah pertanian di Jawa Timur selain memiliki sungai yang besar dan dalam sehingga menguntungkan untuk kegiatan perdagangan, wilayah Jawa Timur juga memiliki dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan untuk kegiatan penanaman padi secara besar-besaran. Wilayah sekitar lembah Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas merupakan wilayah pertanian yang sangat subur.

Sejak pada tahun 928 M pemusatan penduduk berpindah ke wilayah Jawa Timur, khususnya di sebelah timur Sungai Brantas. Jawa Timur dengan wilayah dataran yang luas dan subur sehingga menghasilkan banyak beras. Beras dari Jawa Timur dibawa ke Sulawesi hingga Maluku. Rakyat di daerah pesisir Jawa Timur juga merupakan kaum pelaut yang ulung, sehingga menjelajahi laut-laut Indonesia dan mengadakan perdagangan sampai Semenanjung Malaysia sampai Tiongkok.

Sejarawan B. Schrieke berpendapat yang menjadi penyebab kenapa pemerintahan Kerajaan Medang Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur adalah karena rakyat Jawa Tengah merasa menanggung beban yang amat berat karena diharuskan membangun monumen-monumen keagamaan yang besar seperti Candi Borobudur yang menghabiskan seluruh kejayaan kerajaan waktu itu yang sedang jaya-jayanya.

Pembangunan monumen-monumen keagamaan yang megah dan mewah sangat membebani dan menyita banyak tenaga dari rakyat Mataram Hindu Jawa Tengah sehingga rakyat meninggalkan pekerjaan seperti bertani, berdagang dan aktivitas yang lainnya sehingga terjadilah migrasi massal ke Jawa Timur. Schrieke, selain itu juga mengatakan bahwa di wilayah Jawa Timur terdapat daya tarik delta Sungai Bengawan Solo dan lembah Sungai Brantas yang diduga memiliki daya tarik dari segi ekonomi, khususnya sebagai pintu gerbang perdagangan internasional.

R. Soekmono mengemukakan bawa pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi, rakyat Medang mengalami berbagai kesulitan. Kekuasaan Sanjaya dan Syailendra di Jawa Tengah yang banyak menghasilkan bangunan-bangunan suci keagamaan yang serba megah dan mewah, tetapi sebaliknya sangat melemahkan tenaga rakyat dan penghasilan pertanian. Usaha mengutamakan kebesaran raja dengan membangun bangunan keagamaan berakibat menekan kehidupan rakyat.

Baca juga: Prasasti Rukam Ungkap Situs Liyangan Bagian Kerajaan Medang atau Mataram Kuno

Paul Michel Munoz mengatakan bahwa kekuasaan Kerajaan Medang Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur karena keperluan untuk menemukan suatu wilayah yang baru karena kondisi kehidupan di Jawa Tengah semakin memburuk karena kehidupan ekonomi merosot yang disebabkan juga meningkatnya aktivitas vulkanik gunung berapi. 

Perdagangan dan pertanian di Jawa Timur memberi banyak keuntungan dan kemakmuran masyarakat Kerajaan Medang, oleh karena itu maka Kerajaan Medang Jawa Tengah sedikit demi sedikit dipindahkan ke Jawa Timur. 

Perpindahan itu mulai pada masa pemerintahan Raja Wawa, sesudah Raja Wawa yang menggantikan menjadi raja di Kerajaan Medang Jawa Tengah ialah Mpu Sindok, yang dulunya merupakan mahapatih di era Raja Wawa. Pada masa kekuasaan Mpu Sindok tahun 929 M pemerintahan Kerajaan Medang Jawa Tengah sudah seluruhnya di pindah ke Jawa Timur yaitu di Jawa Timur.

Perpindahan Kerajaan Medang ke Jawa Timur Ditinjau dari Aspek Ekonomi | Sumber: jurnalika-news.com
Perpindahan Kerajaan Medang ke Jawa Timur Ditinjau dari Aspek Ekonomi | Sumber: jurnalika-news.com
Sumber:
  1. Marwadi Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, op. cit
  2. Ibid.,hlm. 100-101. 
  3. Soeroto, Mataram 1(Bandung: Sanggabuwana, 1975.
  4. Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir(Jakarta: Komunitas Bambu, 2011)
  5. http://kabepiilampungcom.wordpress.com/2010/11/06/letusan-merapi-1006-menyebabkan-kerajaan-mataram-hindu-pindah/. Diakses pada (25 Juni 2012, Jam 03.00). 
  6. Paul Michel Munoz, Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia(Yogyakarta: Mitra Abadi, 2009)
  7. Harmadi, S.W. Warsito, op. cit.
  8. Supratikno Rahardjo, op. cit
  9. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2(Yogyakarta: Kanisius, 1973)
  10. Paul Michel Munoz, op. cit
  11. Soeroto, op. cit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun