Jelas tidak benar jika Banser dituduh sebagai ormas anti kalimat Tauhid gara-gara kejadian ini, sebagaimana sangat naif jika kita serampangan menuduh setiap orang yang tidak setuju dengan pembakaran ini sebagai simpatisan HTI atau orang-orang yang terpengaruh dengan ideologi mereka.
Menutup "pintu" fitnah itu penting, sama seperti ketika Rasulullah Saw menahan diri untuk memerangi kaum munafikin agar tidak menimbulkan fitnah dan asumsi-asumsi sesat ditengah masyarakat. Toh padahal mereka sudah berkali-kali merencanakan makar-makar jahat terhadap Rasulullah Saw.
"Aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad memerangi sahabat-nya sendiri," begitu sabda Rasulullah Saw waktu itu.
Bukan hal yang mengherankan jika pembakaran bendera tauhid itu meledakkan kegaduhan dan kehebohan di tengah masyarakat, karena memang insiden ini -mungkin- adalah yang pertama dan baru kali ini terjadi di bumi Indonesia.
Kemarin saya mendiskusikan masalah ini dengan seorang sahabat asal Hudaidah, salah satu kota di Yaman Utara yang sampai sekarang dilanda konflik tiada henti. Di daerah-daerah konflik disana bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid juga banyak tersebar, hanya saja disana panji hitam bukan menjadi bendera HTI, melainkan bendera Al-Qaeda.
"Al-Qaeda di Syimal-Yaman Utara- bukankah juga mempunyai bendera?"
"Iya punya.. Bendera Hitam bertuliskan La ilaha Illallah"
Saya lalu menceritakan kepadanya kehebohan di Indonesia akibat pembakaran bendera tauhid tempo hari lalu, tanggapanya benar-benar diluar dugaan.
"Aadii.. (Biasa saja)" ucapnya santai.
"Di Aden atau di Hudaidah pembakaran bendera-bendera hitam seperti itu sudah biasa terjadi. mereka menyita dan mengumpulkan bendera-bendera itu dalam suatu tempat, menyiramnya dengan bensin lalu membakarnya.." imbuhnya.
"Siapa yang melakukannya..?" tanyaku.