Tidak hanya itu, menurut Wakil Ketua PCNU Jember, saat ini manusia dihadapkan dengan "perang qolam" (perang pena), perang status, perang ide, yang menguasai jagad media sosial hari ini.
"Untuk memenangkan narasi besar tersebut, maka segala ikhtiar apa pun yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan menulis, serta menguatkan jaringan intelektual antar aktivis media sosial, merupakan syarat rukun untuk meraih kemenangan," jelasnya.
Seperti halnya Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin di bab Ilmu mengungkapkan, bahwa tinta dari pena penulis kelak akan di timbang di hari kiamat dengan darah dari para syuhada di medan perang.
"Bahkan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan, bahwa setetes tinta dari penulis lebih utama daripada setetes darah syuhada. Beberapa ungkapan hikmah tersebut, mengisyaratkan keutamaan perang qolam dalam media sosial," ujar mantan aktivis HMI itu.
"Pasukan maya harus berada di garda terdepan dalam menghadapi Islamophobia dan Indonesiaphobia, yang tak menghendaki umat Islam Indonesia menjadi episentrum peradaban dunia," katanya.
Oleh sebab itu, Pelatihan, lomba dan penganugerahan karya tulis, merupakan bagian ikhtiar membumikan tradisi literasi yang kuat. Tradisi ini untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan membaca, berhitung, menulis dan memecahkan masalah.
"Disamping itu, tradisi positif ini akan menjadi penopang bagi daya saing bangsa dalam pergaulan dunia yang damai dan berkeadilan sosial," ujar Moch Eksan.
Untuk diketahui, tradisi literasi sebagai upaya pemberantasan buta aksara, angka melek huruf, dan produktifitas intelektual anak bangsa. Pasalnya bangsa ini masih menghadapi problematika literatif akut.
Di antaranya, pertama Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, bahwa terdapat 3,4 juta atau setara dengan 2,07 persen dari penduduk Indonesia yang mengalami buta aksara. Terutama di 11 Propinsi, termasuk di Jawa Timur yang buta aksaranya tertinggi secara nasional, 880 ribu atau setara dengan 3,47 persen. Penduduk yang mengalami buta aksara berusia antara 15 sampai dengan 59 tahun.
Kedua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengklaim telah berhasil membuat 160 juta lebih penduduk Indonesia melek huruf. Â Pada 2005 lalu, Perserikatan Bangsa-bangsa pernah merilis, peringkat melek huruf negara-negara di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke-85, di bawah Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina dan Brunei di kawasan Asean.