Pernahkah kamu mendengar istilah FOMO? Istilah ini sering sekali di-mention oleh kawula muda, nih, guys, karena emang banyak terjadi di kalangan remaja, termasuk mahasiswa. FOMO adalah singkatan dari Fear Of Missing Out, yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan rasa takut tertinggal. Lebih jelasnya, FOMO ini adalah perasaan dimana kita takut melewatkan momen-momen seru yang kita lihat di kehidupan orang lain. Rasa FOMO ini mendorong kita untuk ingin ikut-ikutan suatu hal secara terus-menerus.
FOMO ini erat kaitannya dengan media sosial. Seperti yang kita ketahui, media sosial adalah tempat dimana orang-orang dapat berinteraksi dan berbagi atau bertukar informasi dan ide dalam komunitas dan jaringan virtual. Kamu dan teman-teman kamu pasti juga menggunakan media sosial dalam kegiatan sehari-hari, kan, guys?
Ternyata, antara FOMO dan media sosial juga berkaitan kesehatan mental. lho. Menurut hasil survei nasional tentang gangguan mental remaja yang dilakukan oleh Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 15,5 juta remaja di Indonesia, atau sekitar 34,9% dari total remaja, mengalami masalah kesehatan mental. Gangguan mental yang paling sering dialami oleh remaja adalah kecemasan, diikuti dengan depresi, gangguan perilaku, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), dan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
FOMO & Media Sosial
Mahasiswa pasti tidak jauh-jauh dari yang namanya media sosial. Banyaknya jenis media sosial zaman sekarang membuat mahasiswa mengakses dan menikmati keseruan-keseruan di media sosial tersebut. Media sosial yang sering digunakan mahasiswa diantaranya adalah Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, Youtube, Line, Whatsapp, dan LinkedIn. Kalau kamu paling sering menggunakan yang mana, nih, guys?
Studi terhadap orang dewasa muda di Italia tahun 2023 menemukan adanya korelasi positif yang signifikan antara kecanduan media sosial dengan FOMO. Hal serupa juga ditemukan pada orang dewasa di Inggris tahun 2020, yakni periode 7 hari pantangan tanpa menggunakan media sosial menurunkan persepsi FOMO secara signifikan. Di Indonesia juga ditemukan bahwa semakin tinggi kecenderungan menggunakan Instagram, maka semakin kuat pula tingkat perilaku FOMO yang dialami oleh remaja. Media sosial memiliki dampak terhadap FOMO karena membukanya dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengetahui aktivitas orang lain secara lebih sering dan rutin.
Perkembangan FOMO pada Mahasiswa
Pada saat ini, FOMO sudah dapat dikatakan merajalela di kalangan mahasiswa. Apa saja, sih, kira-kira yang membuat mahasiswa merasa FOMO? Pertama, jelas banget kalau media sosial jadi sumber info utama. Mahasiswa memiliki akses yang sangat luas dalam menggunakan media sosial. Kita sering melihat teman-teman kita posting aktivitas keren di sana, dan kalau kita tidak ikut, rasanya kayak ketinggalan banget.
Selain itu, ada yang namanya FOMO sosial. Di kampus banyak banget aktivitas sosial, kayak acara kampus, party, atau sekedar kumpul atau nongkrong untuk ngobrol. Kalau kita tidak ikut, rasanya kayak kelewatan keseruan-keseruan itu. Belum lagi, kalau ngobrol sama teman-teman seangkatan, dan mereka ceritain hal-hal seru atau acara yang mereka ikuti, itu bisa bikin kita merasa ketinggalan cerita atau info seru, kan?
Tidak lupa, di dunia akademik pasti ada kompetisi untuk mendapatkan nilai bagus, gelar, atau prestasi lainnya. Kalau kita tidak dapat bersaing atau setara dengan teman-teman yang lain, dapat membuat rasa FOMO ini muncul. Dalam hal ini, FOMO dapat memberi dampak positif karena dapat mendorong mahasiswa untuk lebih ambisius dan rajin dalam menjalani kuliah. Namun, tetap saja ini bisa berdampak negatif kalau terlalu menekankan diri untuk selalu ambis.
Masa kuliah adalah masa di mana kita overthinking tentang masa depan kita. Biasanya ini terjadi pada mahasiswa semester tua atau yang sebentar lagi lulus, nih. Kalau mereka merasa tidak cukup terlibat dalam aktivitas organisasi atau program magang, dapat membuat mereka khawatir soal peluang karir di masa depan karena takut tidak punya pengalaman yang cukup untuk karir mereka.
Terakhir, ada yang namanya FOMO dalam organisasi, panitia, atau unit kegiatan mahasiswa (UKM) di kampus. ini biasanya terjadi pada mahasiswa baru atau mahasiswa semester menengah. Biasanya mereka mengambil tidak hanya satu kegiatan, tetapi dua, tiga, atau lebih. Hal ini terjadi karena beberapa hal, ada yang karena memang ingin punya banyak pengalaman, ada yang hanya ikut-ikutan teman, atau ada yang karena ingin memiliki lebih banyak teman dan menjalin banyak relasi.
Kesehatan Mental Mahasiswa
Konstitusi WHO menyebutkan, “Sehat adalah sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan sekadar bebas dari penyakit ataupun kelemahan.” Jadi, kesehatan mental menjadi salah satu komponen penting dari kesehatan seseorang, guys! Kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan mental yang memungkinkan seseorang untuk mengatasi stres dalam kehidupan, menyadari kemampuannya, belajar dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi untuk lingkungannya.
Kesehatan mental seseorang kerap dihubungkan dengan kondisi gangguan mental/kejiwaan. Beberapa gangguan tersebut adalah gangguan kecemasan (anxiety), depresi, gangguan bipolar, post-traumatic stress disorder (PTSD), skizofrenia, gangguan makan anoreksia dan bulimia, gangguan spektrum autisme, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), obsessive compulsive disorder (OCD), dan sebagainya. Semua orang berisiko untuk terkena gangguan mental, lho! Menurut Global Burden of Disease Study 2019, 1 dari 8 orang sedunia hidup dengan gangguan mental yang umumnya berupa kecemasan dan depresi.
Akhir-akhir ini, ada banyak sekali berita yang beredar tentang mahasiswa yang bunuh diri di Indonesia yang disebabkan oleh kondisi mentalnya. Faktanya, bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat pada kelompok usia 15-29 tahun. Nah, gangguan mental apa saja, sih, yang sering terjadi pada mahasiswa? Berdasarkan Cibyl Student Mental Health Study 2022 terhadap mahasiswa Inggris, 61% diantaranya mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Sementara itu, ACHA National College Health Assessment III Spring 2023 mencatat diagnosa gangguan mental paling banyak pada mahasiswa Amerika Serikat berupa kecemasan, depresi, ADHD, PTSD/stres akut, insomnia, gangguan makan, dan OCD. Sedangkan pada kelompok umur mahasiswa (15-24 tahun) berdasarkan Riskesdas 2018 terdapat 6,2% yang mengalami depresi serta 10% yang mengalami gangguan mental emosional.
Hubungan FOMO dan Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa
Terus, bagaimana, sih, dampak dari FOMO dan media sosial terhadap kesehatan mental mahasiswa? Penelitian pada mahasiswa S1 di Amerika Serikat pada tahun 2019 menemukan bahwa penggunaan Facebook yang berlebihan berhubungan dengan FOMO dan ruminasi (repetisi pemikiran negatif), yang menjadi perantara untuk kecemasan sosial. Adapun di Italia tahun 2023, depresi memiliki hubungan positif dengan FOMO dan kecanduan media sosial yang diperantarai oleh skala harga diri. Sementara itu, pada mahasiswa pengguna Instagram di Kota Bandung pada tahun 2022 ditemukan pengaruh antara neuroticism (stabil atau tidaknya emosi) dengan FOMO.
Ternyata bukan cuma gangguan mental, komponen kesehatan mental mahasiswa lain yang berhubungan dengan FOMO dan media sosial adalah mental well-being atau kesejahteraan psikologis. Penelitian di Inggris tahun 2020 menunjukkan bahwa periode pantang menggunakan media sosial selama tujuh hari meningkatkan persepsi kesejahteraan mental dan keterhubungan sosial, serta menurunkan persepsi FOMO. Tingkat FOMO pada pengguna media sosial dengan kelompok usia mahasiswa di Provinsi DIY tahun 2019 diketahui mampu memprediksi kesejahteraan psikologis. Hal yang sama ditemukan pada mahasiswa di Kota Padang tahun 2021 yang mana FOMO berkontribusi sebesar 14,5% terhadap kesejahteraan psikologis.
Fenomena yang berhubungan dengan kesehatan mental seperti kepercayaan diri dan social comparison (membandingkan diri sendiri dengan orang lain) juga dapat dipicu FOMO dan media sosial. Semakin tinggi kepercayaan diri yang ada di dalam diri seseorang untuk tidak merasa tertinggal, maka akan rendah pula tingkat FOMO yang ada pada dalam dirinya dan sebaliknya. Penemuan serupa pada studi lain adalah semakin tinggi tingkat FOMO, semakin tinggi pula social comparison pada pengguna Instagram dan sebaliknya.
Kesimpulan
Jadi, FOMO dan media sosial ternyata memang memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental mahasiswa, lho! Pada penggunaan media sosial yang berlebihan pada seseorang dengan kepercayaan diri yang rendah, FOMO bisa berdampak negatif yang memperparah gangguan mental ataupun mengganggu kesejahteraan psikologis. Namun, dampak positif juga dapat dihasilkan jika penggunaan media sosial serta rasa FOMO yang dirasakan mahasiswa dijadikan sebagai motivasi untuk memperbaiki diri dan mencapai hal yang diinginkan.
Untuk itu, dampak yang negatif ataupun positif dari FOMO dan media sosial terhadap kesehatan mental dapat dikembalikan lagi kepada penggunanya. Nah, kalian sudah bijak bermedia sosial demi kesehatan mental yang baik belum, guys?
Penulis:
Alvanya Dida Annisaa
Syahna Amalia Putri
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Referensi
American College Health Association. (2023) American College Health Association-National College Health Assessment III: Reference Group Executive Summary Spring 2023. Silver Spring: American College Health Association. Available at: https://www.acha.org/documents/ncha/NCHA-III_SPRING_2023_REFERENCE_GROUP_EXECUTIVE_SUMMARY.pdf (Accessed November 7, 2023).
Augusta, A. D. and Putri, F. A. N. (2023) ‘Pengaruh Penggunaan Media Sosial Instagram Terhadap Perilaku Fear Of Missing Out (FoMO)’, Applied Business and Administration Journal, 2(2).
Brown, L. and Kuss, D.J. (2020) ‘Fear of Missing Out, Mental Wellbeing, and Social Connectedness: A Seven-Day Social Media Abstinence Trial’, International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(12):4566, https://doi.org/10.3390/ijerph17124566
Center for Reproductive Health, University of Queensland, & Johns Bloomberg Hopkins School of Public Health. (2022) Indonesia – National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS): Laporan Penelitian. Sleman: Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada. Available at: https://qcmhr.org/outputs/reports/12-i-namhs-report-bahasa-indonesia/file (Accessed October 25, 2023).
Cibyl. (2022) Student Mental Health Study 2022. Available at: https://uploads-ssl.webflow.com/63c144322b5c78711d187975/63de243b01f0365b9aba9334_Cibyl-Student-MH-Study-2022_compressed.pdf (Accessed November 8, 2023).
Dempsey, A. E., O’Brien, K. D., Tiamiyu, M. F., and Elhai, J. D. (2019) ‘Fear of missing out (FoMO) and rumination mediate relations between social anxiety and problematic Facebook use’, Addictive Behavior Reports, 9:100150, https://doi.org/10.1016/j.abrep.2018.100150
Hopechest.org. (2022) Global Mental Health Statistics. Available at: https://www.hopechest.org/global-mental-health-statistics/ (Accessed November 7, 2023).
Kementerian Kesehatan RI. (2018) Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Milyavskaya, M., Saffran, M., Hope, N., and Koestner, R. (2018) ‘Fear of missing out: prevalence, dynamics, and consequences of experiencing FOMO’, Motivation and Emotion, 42(5):725-737, https://doi.org/10.1007/s11031-018-9683-5
Santika, E. (2023) Jutaan remaja Indonesia disebut terdiagnosis Gangguan Kesehatan mental, Ini Jenisnya: Databoks, Pusat Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Available at: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/04/14/jutaan-remaja-indonesia-disebut-terdiagnosis-gangguan-kesehatan-mental-ini-jenisnya (Accessed November 7, 2023).
Sommantico, M., Ramaglia, F., and Lacatena, M. (2023) ‘Relationships between Depression, Fear of Missing Out and Social Media Addiction: The Mediating Role of Self-Esteem’, Healthcare, 11(12):1667, https://doi.org/10.3390/healthcare11121667
Walker, E. R., McGee, R. E., and Druss, B. G. (2015) ‘Mortality in Mental Disorders and Global Disease Burden Implications: A Systematic Review and Meta-analysis’, JAMA Psychiatry, 72(4):334-341, https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2014.2502
World Health Organization. (2022) Mental disorders. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-disorders (Accessed October 25, 2023).
World Health Organization. (2022) Mental health. Available at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response (Accessed October 25, 2023).
World Health Organization. (2023) Health and Well-Being. Available at: https://www.who.int/data/gho/data/major-themes/health-and-well-being (Accessed October 25, 2023).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H