Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Catatan Harian | Pukul

18 Desember 2017   00:15 Diperbarui: 18 Desember 2017   19:47 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di SMA kelas 2, ku-gingkang  saja kawan sebangku! Karena, pikirnya lucu, kursiku ditempelin  permen karet. Keruan pantat celana abu-abu itu bernoda dan susah hilang. Kita dipanggil guru BK karena kita kelahi pas waktu belajar. Kawan sebangku itu beda agama, tapi sungguh 'berkesan' di setiap hari raya agama masing-masing. Kayaknya, aku sering dipanggil guru BK dech ... Wah, masa SMA adalah masa 'trial and error'-ku; segala apa dicoba; ironinya memang 'terbawa' arus ... Soal 'gingkang', 'singkang', 'lwikang', ... kuperoleh dari novel karya-karya Kho Ping Ho. So  pasti, Bruce Lee ialah idola kita: "Ciaaat, dzigs!"  pakai kelingking, heuheu.

Hadeuh, rumah pernah diserang serombongan anak-anak SMA. Gara-gara kakak menghardik mereka yang berisik di bis kota. Konon, menurut mereka, kakakku sambil menjambak baju di antara mereka hingga kancing-kancingnya putus dan baju seragamnya robek. Saat itu, aku lagi dipelonco, baru masuk kuliah. Ya begitulah, karena 'darah muda', meski ceritanya mau musyawarah, akhirnya kita 'mufakat': kelahi! Aku dan kakakku dikeroyok belasan. Tentu tak ada yang berani hadapiku karena yang datang, tumbang; datang, tumbang. O, kasihan kakakku, kepala belakangnya ada yang mukul dengan asbak gede dari kaca karena arenanya di ruang tamu. Itulah kenapa kakakku selalu kalah kalau kelahi. Coba ikutan silat, nanti ada pakem: "Ngintip memeh nguntup!"  (selidiki sebelum taklukkan). Otomatis ada istilah 'kontrol' (diri dan sikon). Terus bedakan 'berani' dengan 'nekat' karena berani itu penuh perhitungan, sedangkan nekat itu frustasi ... dan yang utama, berani itu harus karena benar (Kelak, kamu 'kan  tahu kenapa kuberi namamu 'itu', Nak)!

Omong soal 'benar'; dari kuliah, kudapat 'nilai' benar, yakni secara logis (benar-salah), etis (baik-buruk), dan estetis (indah-jelek). Dari kakekmu, kudapat 'subjek' kebenaran, yaitu benar menurut diri-sendiri, orang lain (masyarakat), negara, dan agama. Nah, 'benar' berkelahi itu, kalau bisa, harus sesuai kaidah: "Semut juga kalau diinjak, menggigit!" Artinya, terjadinya perkelahian itu karena kita mempertahankan hak (haq = kebenaran; al-Haqq  = Sang Mahabenar) atau membela diri. 

Di sini terlihat jelas kearifan para sesepuh kita yang memberi sebutan silat (pencaksilat) sebagai 'ilmu bela diri'. Tentu, di silat, diajarkan pula cara menyerang berikut makna filosofis jurus dan gerakan. Silat ini salah satu budaya 'genuine'  kita ... Hati-hati diaku lagi 'negara' lain, Nak!

Kejadian lagi, sayang karena alasan 'darah muda' lagi. Ini kisah oknum orang Sunda. Ya, aku. Gara-gara gak  bilang 'punten'  (permisi), seorang tamu yang apel  ('wakuncar', waktu kunjung pacar) ke asrama mahasiswa-ku babak-belur kuhajar. Tak lama, hamdalah atawa istighfar  (?), aku dikeroyok se-RT; gara-gara kawan juniorku dikemplang: BLETAK! Darah mudaku terkesiap dan siap-siaga. Sial, karena disuguhi minum di rumah RT, air di gelas-gelas tumpah dan lantai di ruang tamu itu jadi basah, sehingga aku jatuh-selip tersungkur; aku seperti orang sujud sambil melindungi kepala dengan lenganku. Tetap saja: BUK-BEK-BUK-BEK ... pukulan ... tendangan ke arah belakangku; tadinya, gak  ada yang berani berhadapan!

Yang 'lucu' kisah dipukul  jeger  (yang 'megang'  di kampung itu). O, begitu ya 'cara' preman menyelesaikan masalah: Pukul dulu, baru musyawarah. Hihi, dia mukul  empat kali, gak kerasa tuh!  Hm, kalau saja aku masih muda ... (mudah-mudahan ini kisah terakhir soal pukul-memukul-dipukul-ku, amin yRa).

Anakku, mungkin ada kisah-kisah pukul-ku yang tak tersampaikan karena lupaku, sehingga ada kabar yang sampai padamu bahwa Bapakmu ini seorang 'pemarah' (Sunda: sahaok kadua gaplok, sekali hardik kemudian pukul; padahal Bapak ingin dikenang 'peramah' loh), tukang kelahi, atawa  tukung pukul. Percayalah atau terserahlah ... karena aku percaya kamu bisa menilai 'jernih' (holistik) kelak. Yang mesti kamu ingat: pukulanku itu adalah kasih sayangku. Silakan kamu cek. Apakah ada yang sakit hati? Memang tak terlihat; tetapi apakah perkawanan atau silaturahmi Bapak dengan mereka jadi terputus?

Ya, itulah romantika kehidupan; seperti sunah Tom & Jerry. Justru 'gawat' (jadi pertanyaan besar), kalau kucing dengan tikus akur; kalau kebenaran dengan kebatilan kompak!

Dari kisah pukul ini, aku ingin kamu memperoleh 'definisi' tersendiri. Mungkin, aku sekadar 'menggarisbawahi' bahwa ada hikmah; harus mengambil pelajaran. Tentu, kamu meneladani Nabi dan para pengikutnya. Tentu, kamu pun 'mengasihi' Bani Israil (Israel), yang di rezim Jokowi ini, aku sebut sebagai 'KKB' (kelompok kriminal bersenjata); terus pukul-mundur warga Palestina, terus caplok tanah Palestina. Soal Israel, percayalah, terlalu sering aku menulis tentang mereka. 

Sayang, mereka selalu lupa kisah Daud a.s. kalahkan Jalut; atau versi mereka: David versus Goliath. GR-nya mereka yang David; padahal sudah jelas anak-remaja Palestina-lah yang pakai ketepel! Yakinlah, orang-orang saleh-lah pewaris bumi (Q.s. 21: 105). Jika saudara kita di Palestina itu orang-orang saleh, tentu merekalah pemilik Yerusalem. Seperti di film-film Bollywood atau Hollywood saja, protagonis selalu kalah dulu (Sunda: boga lakon eleh heula) ... Masih bengal, bebal, dan tak tahu diri? Cuciaaan dech  kamu, El!

Anakku, serius, jika aku--otomatis kamu--keturunan Eyang Qabil, maka ada dua kemungkinan penyebabnya: (1) sangka-an kita ke Tuhan, “Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba-Ku pada-Ku” (H.r. Bukhari dan Muslim); serta (2) kerja abadi yang sukses dari Iblis, “dan dari kejahatan pendengki (haasidin) bila ia dengki (hasad)” (Q.s. 113: 5). Perasaan atau sangkaan--jika kita sedang ‘kosong’ (iman lemah)--itu sungguh mudah disisipi-dibisiki hasad, hasud, dan hasut Master of whisper  (Setan alias Iblis); bahkan aku meyakini, tanpa bantuan ‘beliau’, kita pun dapat mencipta dengki dan menjadi pendengki karena kita makhluk termulia di antara makhluk Tuhan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun