'Tradisi' memukul tidak serampangan itu diteruskan Sahabat Nabi. Kisah kesohornya misal ketika 'Umar sebelum muslim mau jabanin Nabi karena menyebarkan Islam dan mendengar adik perempuannya, Fatimah, telah muslimah. Singgah ke rumah Fatimah, ditamparnya; namun ketika mendengar Fatimah baca Q.s. Thaahaa/20: 1-8, luluh-lantaklah kemarahan-keangkuhan 'Umar. Selanjutnya, justru mau jabanin Nabi itu karena 'Umar ingin masuk Islam. Bagiku, kisah ini adalah doa Nabi yang dikabul Allah SWT.
Biografi 'Umar sungguh menakjubkan, meskipun aku tidak khatam membacanya; dari masa jahiliyah, masuk Islam, dan menjadi khalifah, 'amirulmukminiin, setelah Abu Bakar r.a. 'Aisyah binti Abu Bakar r.a., istri Nabi, menceritakan perihal 'Umar: "'Umar itu pukulannya paling keras, tapi perilakunya paling lembut."
Kemudian kisah 'Ali bin Abi Thalib r.a., menantu Nabi, khalifah keempat setelah 'Utsman bin 'Affan r.a., meskipun di medan perang dan musuh sudah tak berdaya karena dicekik 'Ali, si musuh putus asa dan hanya mampu meludahi wajah 'Ali; justru 'Ali melepaskan stranglehold-nya. Musuh keheranan. 'Ali berkata: "Aku tidak akan memukulmu karena kamu meludahiku!" Subhaanallaah, musuh 'Ali itu terpesona dengan akhlak 'Ali dan hatinya tertambat (mu-alaf), masuk Islam dengan sukarela.
Wow, sungguh banyak hikmah dari perilaku Sahabat dan penerusnya. Di kita pun, tengoklah, tanyalah sesepuh kita: bagaimana 'adab' berperang di masa merebut kemerdekaan dan 'teknik' berkelahi di masa muda mereka. Sungguh beradab, sungguh manusiawi; mereka nyunah  Nabi, mereka taat kepada perintah Tuhan!
Tet tew!
Nah, kisahku, Nak, sebelum kamu tahu dari orang lain, inilah kisah pukul-ku ... Jika ceritaku ini bohong, tentulah ada dongeng tandingan, bahkan disertasi, dari saudara dan kawan Bapak, hihi!
Seingatku, penyebab lahirnya kata 'pukul' dalam kamus hidup Bapak adalah perasaan atawa sangkaan bahwa ibu dan buyut yang perempuan Bapak tidak adil dalam hal pemberian, selalu memberi lebih kepada kakak Bapak (Waduh, Bapak keturunan Eyang Qabil?). Eng ing eng ... dimulailah kisah 'sunnah' Tom & Jerry alias hal lumrah kakak-beradik guntreng (cekcok-berseteru). Ibu Bapak, nenekmu, yang ingatkan bahwa Bapak di usia empat tahun pernah lempar sandal kulit ke lemari hias di ruang tamu, kaca dan sebagian isinya pecah-berantakan, gara-gara plok (biji mangga, lumayanlah ada dagingnya, sedikit tapi kelihatan gede); katanya, Bapak marah karena plok dikasihkan ke kakak Bapak.
Entahlah, sudah berapa ratus kali kita guntreng  hingga usia dua puluhan. Dilerai, didamaikan, justru menambah dongkol. Karena 'lingkungan' Bapak seperti selalu membela, seperti selalu membenarkan perilaku kakak Bapak. Hajeuh! Namun seingatku, Bapak selalu 'menang', Nak, meski kakak Bapak ikutan tinju-lah, kick-boxing-lah, atau olahraga lain yang banyak diikutinya (Hehe, padahal boleh jadi uakmu itu 'mengalah'...).
O, pantas, Bapakmu ini tidak TK dulu. Keruan, Bapak jadi ngeuh, setiap rewel atau nakal, Bapak selalu ditakuti ibu Bapak dengan: "Awas nakal, nanti digebuk, Pak Guru!" kalimat ancaman sambil pegang mistar dari kayu 1 meter, punya kakekmu yang memang guru. Hm, jadi rindu mistar kayu itu, masih adakah di zaman now?
Di SD kelas 1, lupa penyebabnya, cuma Bapak yakin, Bapak tidak salah dan Bapak pasti tidak akan memulai perkelahian, atau yang cari masalah duluan. Bapak pukul teman yang pakai kacamata; pecah dan mukanya berdarah. Se-sekolah geunjleung (heboh). Olala, dia anak tentara! Untunglah, pamanku RPKAD (sekarang: Kopassus). Sesama tentara cincay-lah, lagian itu kan masalah anak-anak. Alhamdulillaah berdamai; mungkin, kakekmu yang ganti biaya perawatan dan belikan kacamata baru. Semoga.
Ternyata 'karma', meski kawan kuliahku yang dipukul; kacamatanya pecah, mukanya berdarah, tapi memalukan: rebutan 'ayam' kampus! Aku samperin yang mukul, mau minta klarifikasi dan kompensasi. Eh, malah ngajak kelahi. Okelah kalau begitu. Di siang hari, di ruang kuliah yang sepi, hanya berdua, ... Busyet, dia ngeluarin celurit! Syukurlah ada kursi belajar. "Ayo, kursi lawan celurit!" Hihi, dia ngeper (ciut nyali)? Hehe, bukan, karena dari lantai atas saja ngaburudul (eksodus) turun yang baru beres kuliah. "Kita lanjutkan di tempat dan waktu yang lain!" bisiknya. "OK!" jawabku. Thank's God, singkat cerita, dengan calon 'sparing-partner' itu malah jadi kawan karib.
Di SMP kelas 1, terjadi kelahi, karena dia menghina 'daerah' kita yang katanya: "Beraninya cuma main keroyokan!" Hm, "Kata siapa?" sergahku, "ayo buktikan!" tantangku. Hihi, kita di-oktagon-kan, di-UFC-kan, di-smackdown-kan, oleh ustadz pembimbing kita karena kita se-asrama, se-pesantren ... Hadeuh, rindu kawan yang jauh dan berbeda pulau itu; 33 tahun kita tak bersua karena lost contact.