… bagi saya, ‘kritik’ = semua apa/siapa memiliki kekurangan = tanda hidup dinamis = tanda kasih sayang a.n. (atas nama) traffic light: HIJAU = gibtah = boleh = apresiasi = kritik konstruktif; KUNING = gibah = warning; dan MERAH = fitnah = terlarang … kadang-malah, KITA butuh eject/ejek-an untuk eksis … (@Proisi 20160309).
#info
wih, di zaman judi dilegalkan (SDSB cs), info togel itu dirindu-diburu!
mengapa infotainmen booming di negeri ini? (padahal gibah-fitnah)
mengapa info itu penting hingga ada BIN di tiap negeri? (ngintip méméh nguntup; Sunda: mengintip sebelum menyanggupi …)
orang/peristiwa bikin info atawa sebaliknya?
info (informasi) itu amanat (perintah) : fitnah (ujian) = anak (@Proisi 20160828).
- #Pak_Karni, siapa yang omong: “Orang lebih suka celaka oleh pujian daripada selamat oleh kritikan” (?). Terima kasih, #ILC (@Ojeg Mang Omo 20161112).
Dingin Telinga
Core dari wacana di atas adalah ajukan kata tanya ‘mengapa’, yakni mengapa ada isu atau mengapa muncul kritik karena sudah jelas secara de facto bahwa semua orang di era informasi ini butuh info, sekalipun itu hoax; serta secara de jure dituntut kearifan dari penguasa untuk introspeksi perihal manuver dan kebijakannya, kaitannya dengan semangat reformasi (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas), yaitu jangan-jangan niat berantas isu hoax itu—ternyata—telah didahului oleh wacana dan aksi penguasa yang anti-reformasi.
Mengapa isu menimbulkan reaksi malah demo (demonstrasi)? Ini sudah jelas, berarti isu itu hoax!
Bagaimana dengan kasus Ahok kini; apakah Ahok sumber hoax atau Ahok sekadar ber-haok sebagaimana trademark-nya? Saya jawab: “No comment!” Di esai ini, saya hanya ingin mengingatkan Ahok dan penguasa pada umumnya soal risiko pemimpin.