Mohon tunggu...
Aluska Alus
Aluska Alus Mohon Tunggu... -

the deeper wisdom bringing in its own way the special request to pass

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segenggam Pasir Senja

21 Januari 2014   19:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tahu sedari tadi dia bukan menikmati matahari. Dia lebih banyak mencuri pandang kepadaku. Dan tepat ketika aku tahu dia tengah melihatku, aku menoleh kepadanya. Menaruh telunjukkau di bibir "Shusst" seperti kepada anak kecil. Dia membalasnya dengan senyum.

Sepertiga matahari terbenam ke dalam laut. Dari kejauhan masih terdengar suara suara menjerit teriakan mengagumi keindahan yang ada. Cahayanya memutih membias tepat di hadapan sang pemberi cahaya. Seperti jalan membelah menuju kepadanya.

Aku tahu dia tidak memotret matahari. Dia malah beberapa kali memotretku dengan sudut yang sama. Setiap kali terasa dia akan membidikkan kameranya ke arahku, aku membuang pandang ke arah berbeda. Biar saja rambutku yang dipotretnya. Ya, ada mungkin beberapa kali dia berhasil mengambil profilku. Tadi kusempat perhatikan kameranya masih baru. Mudah mudahan hasilnya gelap semua. Tapi tak urung aku memeriksa bajuku tetap rapi. Paling leherku yang nampak jika angin meniupnya ke belakang.

Karena sibuk berkonsentrasi menghindari dari bidik kameranya. Tak terasa matahari tergelincir cepat. Menghilang walau merahnya tetap membias. Heran, aku tidak kecewa.

"Besok kesini lagi?" tiba tiba ia bertanya yang membuatku terkejut. "Sudah empat kali senja, dan ini yang ke lima," katanya yang membuatku terkejut. Dia memperhatikan aku. Aku merasa jengah. Bagaimana ia bisa tahu.

"Besok kesini lagi," tanyanya kali ini dengan nada menuntut ingin tahu.

Aku tak ingin menatapnya. Aku tetap memandang jauh hingga warna merah itu memudar dan menghilang. Senjaku telah berlalu. Hari telah masuk malam. Aku tak menghiraukannya dan berencana meninggalkan dia, maksudku, pantai ini. Aku belum berhasil lagi mendapatkan misteri batas senja dan malam.

Sebelum sempat berdiri. Dia berpindah cepat duduk dihadapanku. Menatapku sehingga aku pun menatapnya.

"Senja besok datang lagi?" tanyanya sungguh sungguh.

Aku menganggukkan kepalaku. Dia tersenyum. "Boleh aku menyaksikan bersamamu?" Kali ini aku tak terpaksa kembali mengangguk dan mengirim senyum tipis padanya.

Tiba tiba, ia meraih tanganku. Ia mengambil sejumput pasir dan menaruh di tanganku "Ini pasir senja dariku. Pegang. Simpan. Besok kembalikan," katanya tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun