Mohon tunggu...
Aluska Alus
Aluska Alus Mohon Tunggu... -

the deeper wisdom bringing in its own way the special request to pass

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perayaan Tahun Baru = Pesta Seks?

3 Januari 2015   15:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:54 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika fenomena itu diangkat untuk mengingatkan agar barang siapa pun untuk tidak melakukan hal yang nista dengan onarnya menganggap perayaan Tahun Baru bisa dipersepsikan dengan masa perayaan libido yang memberikan kebebasan untuk melakukan seks bebas, tentu dapat diterima. Semua orang memiliki kewajiban untuk saling mengingatkan bahwa perayaan tahun baru tidak identik dengan pesta hura hura, apalagi dengan pesta seks. Persepsi Perayaan Tahun = Pesta Seks adalah  SALAH.

Jika ada yang mempersepsikan bahwa perayaan Tahun Baru telah menyimpang menjadi pesta seks sehingga haram hukumnya untuk dilakukan (pesta seksnya yang haram!), tentu harus diteliti terlebih dahulu secara arif kenapa kemudian persepsi perayaan tahun baru koq kebacut itu menggejala menyimpang seperti itu. Jangan salahkan perayaan Tahun Barunya, tetapi mari wujudkan kehidupan masyarakat yang sehat.

Gak usah nunggu perayaan Tahun Baru, baca artikel yang diperuntukkan orang dewasa, baik itu di rubrik seksologi atau di kanal fiksi, di Kompasiana ada aja yang sengaja panas merangsang bisa menjadi stimulan libido untuk mengarahkan orang berpikiran ngeseks koq. Untuk apa memangnya artikel artikel seperti itu nangkring di kanal seksologi, kecuali yang memang ditulis berhubungan dengan reproduksi, kesehatan seks oleh para pakar, tapi soal "tuntunan" melakukan hubungan seks, model, gaya, ditulis dalam kanal terbuka yang bisa dibaca oleh siapa saja, maksudnya apa? Untuk lebih pandai berhubungan seks? Mendapatkan kepuasan maksimal? Tanpa tedeng aling aling menceritakan pengalaman pribadi secara terbuka, seperti ngobrol di arisan. Dengan siapa? Ya, salah yang baca kalau dipraktekkan dengan orang yang bukan istri atau suaminya sendiri. Bagaimana kalau ada remaja yang membaca kemudian terangsang seperti api kesirem bensin, cuma baca doang udah pengen, paling gak udah ngeseks di pikirannya sendiri. Salah yang baca karena siapa suruh baca, udah diingetin bacaan orang dewasa masih baca juga, tidak memiliki kemampuan untuk mengelola libidonya? Jadilah semua yang menulisnya penganjur penganjur dosa tanpa merasa bersalah.

Hal ini, yang kurang lebih sama dikuatirkan, perayaan Tahun Baru ditempat umum kemudian memang bukan hanya ditandai dengan pesta kembang api, tetapi semakin lumrah dilihat di tempat umum pas pukul 24.00, teng, orang orang berpelukan, sambil memberikan kecupan di pipi dan bahkan ciuman. Walau ciuman di bibir itu dilakukan oleh suami istri, tetapi di Indonesia orang masih jengah menyaksikannya di tempat umum. Apalagi jika itu kemudian dengan asumsi dilakukan oleh orang yang baru taraf berpacaran. Bukan hanya jengah, tetapi rasanya ingin mendampratnya, walau harus diakui ada yang menikmati pemandangan itu dan jadi kepengenan juga. Mungkin malah difoto dan dikirim ke group WAnya, atau diposting di wall medsosnya.

Persoalannya, janganlah terburu buru memberikan asumsi bahwa perayaan tahun baru sama dengan pesta seks. Karena di seluruh dunia persepsi itu tidak ada, kecuali memang ada kemungkinan orang orang yang ingin melakukan pesta seks pada malam Tahun Baru.

Akan lebih menyedihkan lagi jika persepsi itu kemudian menggiring orang berpikiran pesta seks dilakukan oleh penganut agama tertentu. Mungkin, tidak ada yang berpersepsi seperti itu, tetapi bisa saja menggiring opini setelah semakin gencarnya penyebarluasan informasi bahwa perayaan tahun baru adalah perayaan keagamaan tertentu dan itu ditandai dengan terompet. Kemudian bisa saja dipaksakan ditandai juga dengan pesta seks.

Pernahkah terpikirkan bahwa implikasi larangan terhadap pemeluk agama tertentu untuk turut merayakan tahun baru, karena tahun baru dipersepsikan adalah perayaan keagamaan tertentu, haruskah berimplikasi terhadap "pelarangan" waktu. Maksudnya, apakah akan ada pelarangan menggunakan jam, termasuk jam tangan, karena jam di seluruh dunia dan digunakan oleh semua orang, tidak memandang suku, ras dan agama, dibuat berdasarkan perhitungan waktu Tahun Masehi? Termasuk stop watch untuk pertandingan dan perlombaan atau untuk kebutuhan apa saja. Termasuk semua penghitungan digital di semua peralatan harus diingat perhitungan waktu secara digital itu dilakukan sebagai bagian penghitungan yang kemudian disebut Tahun Masehi.

Selamat Tahun Baru 2015.

Hal yang sama akan terjadi pada perayaan Valentine Februari mendatang. Hari perayaan pernyataan kasih sayang yang mendunia dan selama 2 dekade terakhir mulai menggejala lumrah di Indonesia. Mudah mudahan tidak ada yang mengaitkan perayaan Valentine dengan agama tertentu sehingga mengharamkannya. Tetapi, ada baiknya diingatkan hari Valentine adalah bukan hari pacaran bebas sedunia. Hari Valentine kemudian dirayakan hanyalah sebagai hari dimana kita yang dapat kita gunakan untuk mengingatkan seseorang yang kita sayangi, anak, istri, suami, keluarga, teman dengan mengatakan "we do care of you." Adalah layak untuk mengingatkan para remaja tidak perlu lebay untuk merayakannya. Kalaupun ada yang harus diingatkan adalah ingatkan setiap remaja pria adalah dosa hukumnya jika mereka merayu pacarnya di hari Valentine untuk melakukan hubungan seks ( di hari lain pun). Para remaja pria ini harus diajar bagaimana mengelola penisnya dengan sopan dan santun. Bergairah silahkan tetapi tidak merusak pacarnya itu. Merayakan atau tidak merayakan terserah saja, tidak ada kewajiban untuk merayakannya.

(untuk yang berpesta seks di malam Tahun Baru siap siap masuk neraka)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun