Mohon tunggu...
Altito Asmoro
Altito Asmoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Anak Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peristiwa Sastra Periode 1933 - 1942

18 Juli 2024   15:42 Diperbarui: 18 Juli 2024   15:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asal mula pujangga baru sebagai satu fenomena kebudayaan dapat ditelusuri ke belakang pada organisasi-organisasi kebudayaann kaum muda nasionalis pada awal abad ke-20 di Indonesia. Organisasi tersebut, yaitu Jong Java yang dibentuk pada tahun 1915 di bawah pengayoman Budi Utomo yang bertujuan menyelenggarakan dan mengembangkan kesadaran dan pengertian kaum muda terpelajar Jawa akan warisan kebudayaan Jawa. Dalam tahun 1917 gerakan ini diikuti oleh Jong Sumatranen Bond, dengan tujuan yang sama. Akan tetapi, mereka juga menyadari adanya perbedaan etnis kedaerahannya, karena itu Jong Sumatranen Bond menyatakan bahwa tujuannya hendak mengembangkan kesadaran kesatuan identitas di antara orang-orang Sumatra melalui penggunaan kesenian, bahasa dan adat Sumatera. 

Salah satu jalan guna mencapai tujuan itu ialah mengembangkan bahasa Melayu sebagai bahasa umum yang mempersatukan orang-orang Sumatera adapun salah satu cara mengembangkan bahasa Melayu ialah menyebarkan kesadaran akan kesusastraan Melayu dan mendorong kaum muda Sumatera yang berpendidikan Belanda agar menulis dalam bahasa Melayu sebagai pernyataan identitas bersama kebudayaan mereka. Bahasa Melayu juga merupakan salah satu penyebab lahirnya puisi modern Indonesia karena bahasa Melayu-lah yang pertama kali digunakan sebagai bahasa puisi modern Indonesia.

Perkembangan dalam gerakan politik segera membuat komposisi dan pandangan organisasi pemuda berubah. Setelah 1924, Dr. Sutomo membentuk Indonesische Studieclub, terdapat hasrat yang makin meningkat pada semua organisasi yang berorientasi nasionalisme untuk bersatu pada Indonesia. Bagi gerakan-gerakan pemuda, ini berarti suatu dimensi baru dalam masalah identitas kebudayaan, karena jika kesetiaan mereka sejak itu tertuju pada Indonesia, tentu masalahnya bukan lagi hanya terbatas pada warisan kebudayaan Jawa dan Sumatera saja. Pada tahun 1926, Kongres Pemuda Indonesia yang pertama diadakan di Jakarta menegaskan persatuan semua gerakan kebudayaan nasionalis pemuda daerah sebagai suara pemuda Indonesia. Laporan mengenai kongres itu menggambarkan adanya kesepakatan pikiran, sehingga menghasilkan pendapat bahwa sudah tiba saatnya bagi masing-masing kelompok menganggap dirinya bukan saja pemuda Jawa atau Sumatera tetapi juga pemuda Indonesia. Dalam salah satu sidang kongres itu, Muhamad Yamin yang dalam tahun 1920 mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa kesatuan Sumatera, menyampaikan pidato dalam bahasa Belanda mengenai "Kemungkinan Bahasa dan Sastra Indonesia di masa depan". Bahasa kesatuan tradisi kebudayaan yang tampak dalam kesusastraanya memberikan sumbangan penting dalam mewujudkan cita-cita baru.

Karya Sastra Dan Pengarang Periode 1933-1942

1. Sutan Takdir Alisjahbana

 Pejuang yang bersemangat dalam gerakan pujangga baru ialah Sutan Takdir Alisjahbana yang lahir pada perayaan Natal pada tahun 1908. Ia telah berkarya sejak tahun 1929 muncul dalam sejarah sastra Indonesia, yaitu ketika menerbitkan romannya yang berjudul Tak Putus Dirundung Malang. Roman ini diterbitkan oleh Balai Pustaka seperti juga roman-romannya yang lain. Roman kedua yang ditulisnya berjudul Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932) dan yang ketiga berjudul Layar Terkembang (1936). Roman yang berjudul Anak Perawan Di Sarang Penyamun (1940) ditulisnya lebih dahulu daripada Layar Terkembang dan dimuat sebagai feuilleton dalam majalah Pandji Poestaka.Tiga puluh tahun kemudian konon Takdir menulis sebuah roman pula berjudul Grotta Azzurra (Gua Biru) yang diterbitkan berkenaan dengan hari lahirnya yang ke-60.

Layar Terkembang merupakan roman Takdir yang terpenting dan dianggap sebagai puncak karya sastra Pujangga Baru. Roman ini jelas bukan roman sekedar bacaan perintang waktu, melainkan sebuah roman bertendensi. Roman Layar Terkembang juga sebenarnya merupakan jelmaan dari beberapa pikiran Takdir yang dituangkan ke dalam bentuk cerita.

Takdir juga terkenal sebagai penulis esai dan sebagai pembina bahasa Indonesia. Atas inisiatif Takdir melalui Poedjangga Baroe-lah maka pada tahun 1938 di Solo diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis perang Takdir pernah menerbitkan dan memimpin majalah Pembina Bahasa Indonesia (1947 -- 1952). Dalam majalah itu dimuat segala hal-ihwal perkembangan dan masalah bahasa Indonesia. Tulisan-tulisannya yang berkenaan dengan bahasa kemudian diterbitkan dengan judul Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957).

 

 

2. Armijn Pane

Organisator pujangga baru ialah Armijn Pane, adiknya Sanusi Pane yang tiga tahun lebih muda (lahir di Muarasipongi pada tahun 1908). Tahun 1923 ia mengunjungi sekolah kedokteran (STOVIA dan kemudian NIAS). Akan tetapi, keinginan hatinya tertumpu pada bahasa dan sastra, maka ia pindah ke AMS A-1 (sastra Barat) di Solo. Kemudian ia bergerak di surat kabar dan perguruan kebangsaan. Tahun 1933 ia bersama Takdir dan kawan sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan majalah Poedjangga Baroe.

Armijn terkenal sebagai pengarang roman Belenggu(1940), yang terbit pertama kali dalam majalah Poedjangga Baroe. Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik dari yang pro maupun yang kontra terhadapnya. Pihak yang pro menyokongnya sebagai sebuah karya cabul yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata yang selama itu disembunyikan di belakang dinding-dinding kesopanan. Akan tetapi, keributan itu tidak menghalangi jalan roman ini untuk menjadi roman terpenting yang ditulis para pengarang pujangga baru. Sebelum menulis romannya itu, Armijn Pane banyak menulis cerpen, sajak, esai, dan sandiwara. Cerpennya Barang Tiada Berharga dan sandiwaranya Lukisan Masa.

Cerpen yang ditulisnya sesudah perang, kemudian dikumpulkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953). Sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jinak-Jinak Merpati (1954). Sajak-sajaknya yang berjudul Jiwa Berjiwa diterbitkan sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya yang tersebar, kemudian dikumpulkan juga dan dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda ,Armijin menulis Kort Overzicht vande modern Indonesische Literatuur (1949). Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan tokoh -- tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama yang membedakan Armijn dengan para pengarang lain.

3. Amir Hamzah

Dalam lingkungan pujangga baru ada dua orang penyair yang dikenal sebagai penyair religious (keagamaan). Yang satu Amir Hamzah, Islam. Sedangkan yang satu lagi J.E. Tatengkeng, Kristen. Sebenarmnya keduanya tidak semata-mata menulis sajak. Keduanya juga menulis prosa, baik berupa esai, kritik maupun sketsa. Namun mereka lebih terkenal sebagai penyair. Amir Hamzah (1911 -- 1946) ialah seorang keturunan bangsawan Langkat di Sumatera Timur. Ia pergi sekolah ke Jawa, paling akhir sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, dengan dibiayai oleh pamannya yang menjadi Sultan Langkat. Di Jawa ia aktif juga dalam kegiatan-kegiatan gerakan kebangsaan. Ia pun bersama dengan Sutan Takdir dan Armijn Pane mendirikan majalah Poedjangga Baroe. Akan tetapi, ia kemudian harus meninggalkan semuanya itu karena mendapat panggilan dari pamannya. Ia harus pulang ke Langkat dan menikah dengan salah seorang putri Sultan Langkat.

Sajak-sajaknya yang ditulis lebih dahulu, kemudian dikumpulkan dan diterbitkan juga dengan judul Buah Rindu (1941). Disamping kedua kumpulan sajaknya itu, Amir Hamzah menerbitkan pula sekumpulan sajak terjemahan dari para penyair negri-negri tetangga seperti dari Jepang, India, Arab, Persia, dan lain-lainnya, berjudul Setanggi Timur (1939). Dalam majalah Poedjangga Baroe tahun 1-11 (1933-1942) ia pun mengumumkan terjemahan lengkap karya sastra klasik India Bhagavad Gita melalui bahasa Belanda. Karangan-karangan yang semula tersebar dalam majalah itu kemudian dikumpulkan dalam buku H.B. Jassin, yang berjudul Amir Hamzah, Raja Penyair Pujangga Baru (1963). Telaah Amir Hamzah tentang sastra Melayu lama dengan judul Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-tokohnya terbit di Medan tahun 1941.

4. J.E. Tatengkeng

Jan Engelbert Tatengkeng lahir di Sangihe pada tanggal 19 Oktober 1907. Ia adalah seorang penyair beragama Kristen yang taat. Bahkan ketika anaknya meninggal selagi bayi, ia segera menganggapnya sebagai kehendak Tuhan yang dihadapinya dengan hati yang merasa dihibur pula oleh-Nya, seperti dapat kita baca dalam sajaknya 'Anakku'.

Sajak itu bersama dengan sejumlah sajak lain diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Rindu Dendam (1934). Isinya umumnya merupakan sajak-sajak kerindudendaman penyairnya terhadap Yang Satu, Tuhan Yang Maha Esa.

Rindu Dendamialah satu-satunya buku J.E. Tatengkeng yang pernah terbit. Tapi sebenarnya masih banyak lagi buah tangannya yang masih berserakan dalam berbagai majalah, terutama dalam majalah Poegjangga Baroe.

 

5. Asmara Hadi dan Penyair-Penyair Pujangga Baru

Diantara para penyair yang sajak-sajaknya sering dimuat dalam majalah Poejangga Baroe, banyak yang sesungguhnya menulis sajak yang jumlahnya lebih dari cukup untuk dibukukan tetapi tidak mereka lakukan. Diantaranya ialah Asmara Hadi yang sering mempergunakan nama samara H.R, atau Ipih, A.M. Daeng Myala (nama samara A.M. Thahir), Mozasa (nama samaran Muhammad Zain Saidi), M.R. Dajoh.

A.M. Thahir (lahir di Ujungpandang 1909) yang setiap menulis mempergunakan nama samara A.M. Dg. Myala kecuali dalamPoedjangga Baroe, sajak-sajaknya juga dimuat dalam Pandji Poestaka dan lain-lain. Sesudah perang ia masih juga menulis dan ada sajak-sajaknya yang dimuat dalam majalah-majalah kebudayaan terkemuka seperti majalah Indonesia. Salah-satu sajaknya yaitu berjudul Buruh (Poedjangga Baroe, 1937).

A. Rivai (lahir di Bonjol, Sumatera Barat, tanggal 1 Juli 1876) juga kalau menulis selalu mempergunakan nama samara, yaitu Yogi. Namanya telah muncul sebelum majalah Poedjangga Baroe terbit, yaitu dalam Sri Poestaka tahun 1930 ketika ia mengumumkan sekumpulan sajak dengan judul Gubahan. Kumpulan sajaknya yang kedua berjudul Puspa Aneka diterbitkannya sendiri, setahun kemudian, tahun 1931. Akan tetapi, ia biasanya tergolong kepada penyair Poedjangga Baroe, karena sajak-sajakya pun banyak dimuat dalam majalah Poedjangga Baroe.

 6. Para Pengarang Wanita

Para pengarang wanita Indonesia jumlahnya tidak banyak, apalagi pada masa sebelum perang. Yang paling terkenal dan paling penting ialah Selasih atau Seleguri, keduanya nama samara Sariamin (lahir di Talu, Sumatera Barat, tahun 1909) yang menulis dua buah roman dan sajak-sajak. Kedua buah roman itu ialah Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh Keadaan (1937). Sajak-sajaknya banyak dimuat dalam majalah Poedjangga Baroe dan Pandji Poestaka.

Pengarang wanita lain yang juga mengarang roman ialah Hamidah yang konon merupakan nama samara Fatimah H. Delais (1914 -- 1953) yang pernah namanya tercantum sebagai pembantu majalah Poedjangga Baroe dari Palembang. Roman yang ditulisnya hanya sebuah, berjudul Kehilangan Mestika (1935).

Adlin Affandi dan Sa'adah Alim (1898 -- 1968) masing-masing menulis sebuah sandiwara, masing-masing berjudul Gadis Modern(1941) dan Pembalasannya (1941). Sa'adah Alim disamping itu menulis pula sejumlah cerpen yang kemudian dibukukan dengan judul Taman Penghibur Hati (1941). Ia pun menerjemahkan Angin Timur Angin Barat karangan seorang pengarang wanita kebangsaan Amerika yang pernah mendapat hadiah Nobel 1938, ialah Pearl S. Buck (lahir 1892). Disamping itu ia pun banyak menerjemahkan buku-buku lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun