Bagi sebagian besar pelajar, mata pelajaran sains (Fisika, Kimia) pada berbagai tingkatan (SMP/SMA/SMK) merupakan mata pelajaran yang tidak disukai, bahkan cenderung dihindari dan ditakuti. Hal tersebut dikarenakan sains sangat diidentikan dengan berbagai rumus atau formulasi matematis yang rumit dan membuat pusing.
Hampir setiap mempelajari mata pelajaran sains tersebut, para siswa disuguhkan berbagai rumus matematis tanpa memahami secara mendalam makna fisis dari rumus tersebut.
Akibat dari hal tersebut, para pelajar hanya berkutat dengan penyelesaian soal-soal yang bersifat matematis saja, sehingga peluang untuk mengalami kejenuhan ketika mempelajari sains sangat tinggi.
Faktor Pendukung
Mata pelajaran sains yang ditakuti para pelajar karena sangat identik dengan rumus matematis tidak semata-mata karena karakteristik mata pelajaran tersebut. Namun hal tersebut terjadi karena beberapa faktor pendukung yang menyebabkan sains sangat identik dengan rumus matematik. Berikut faktor-faktor pendukungnya:
Faktor pertama, penyajian pembelajaran sains yang dilakukan di kelas sangat didominasi pada pembahasan rumus matematis dan penyelesaian soal matematis. Guru memberikan rumus, memberi contoh soal dan siswa mengerjakan soal latihan.
Penyajian seperti itu terus dilakukan secara berulang hampir dalam setiap pembelajaran sains. Alhasil pembelajaran sains hanya ditangkap sebagai pembelajaran menghafalkan rumus dan memasukan rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematis.
Padahal dalam pembelajaran sains idealnya mengembangkan berbagai aspek, di antaranya keterampilan berpikir, keterampilan proses, penerapan dalam kehidupan dan tentunya pengembangan sikap.
Faktor kedua, soal-soal yang disajikan dalam berbagai ujian didominasi oleh soal-soal yang bersifat penyelesaian matematis. Soal USBN, UNBK, SBMPTN dan soal-soal seleksi masuk perguruan tinggi lainnya sangat didominasi dengan soal-soal yang membutuhkan penyelesain matematis.
Kondisi tersebut membuat pembelajaran di kelas pun akhirnya diarahkan pada penyelesaian soal-soal matematis, dengan alasan soal-soal ujian pun secara umum mengukur kemampuan penyelesaian matematisnya.
Jika dibandingkan dengan soal-soal sains yang dikembangkan dan dibuat oleh PISA (Programme for International Student Assessment) pastinya akan ditemukan perbedaan yang cukup mencolok dengan soal-soal yang biasa beredar di berbagai sekolah di Indonesia.