Mohon tunggu...
Abdul Latip
Abdul Latip Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Belajar sepanjang Hayat | Lecture | alatip0212@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Tanpa Angka

2 September 2018   09:47 Diperbarui: 2 September 2018   18:59 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: markazinayah.com

Pendidikan kita sangat identik dengan angka, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, angka menjadi sesutu yang tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan kita.

Apa maksud angka dalam artikel ini?

Penilaian dalam sistem pendidikan kita masih menggunakan angka sebagai salah satu parameter keberhasilan dari proses pembelajaran. Angka 1-100 menjadi acuan keberhasilan seorang siswa dalam menempuh pendidikannya, bahkan tidak jarang angka-angka ini menjadi standar kelulusan bagi seorang siswa dari satu jenjang pendidikan menuju jenjang pendidikan selanjutnya.

Angka menjadi sesuatu yang sakral dalam sistem pendidikan kita, kesakralan angka dapat kita saksikan setiap saat. Dalam keseharian pembelajaran, para siswa mengejar dan mendambakan angka yang besar, begitu pun dengan orang tua, pastilah menginginkan anaknya mendapat angka yang besar.

Tidak hanya siswa dan orang tua, guru, kepala sekolah, satuan pendidikan bahkan pemerintah pun mengharapkan seluruh siswa mendapatkan angka yang besar untuk mata pelajaran yang mereka tempuh.

Kondisi tersebut tidak salah, namun perlu menjadi perhatian semua pihak bahwa nilai yang berupa angka bukan satu-satunya parameter keberhasilan pendidikan. Masih banyak parameter lain yang selama ini masih belum tereksplor secara maksimal sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan.

Fakta di lapangan saat ini menunjukkan bahwa nilai yang berupa angka masih menjadi yang utama dibanding aspek yang lain. Sebagai contoh, banyak anak yang akhirnya dimarahi oleh orang tuanya karena nilainya kecil. Begitu pun di satuan pendidikan, terkadang guru menjadi objek yang disalahkan atas kecilnya capaian nilai yang sudah didapatkan oleh siswa.

Akibat hal tersebut, maka berbagai upaya dilakukan oleh semua pihak supaya bisa mencapai angka minimal untuk setiap mata pelajaran. Orang tua, siswa, guru dan satuan pendidikan berupaya keras mengejar target minimal angka yang dibebankan. Terkadang ada juga yang dipaksakan mencapai angka minimal kelulusan, padahal secara kemampuan masih belum bisa mencapainya.

Jika penekanan pendidikan kita masih berorientasi pada angka, maka bisa saja sampai kapan pun yang dikejar oleh siswa, orang tua, guru, satuan pendidikan dan pemerintah itu lebih pada aspek kuantitatif, sementara secara kualitatif tidak tersentuh secara maksimal.

Pendidikan Tanpa Angka

Bisa kah pendidikan tanpa angka diterapkan? Bisa kah orientasi pendidikan kita tidak melulu bicara tentang angka? Untuk menjawabnya, mari kita cermati beberapa negara yang menerapkan sistem pendidikan "tanpa angka".

Pendidikan tanpa Angka ala Jepang

Salah satu kekhasan sistem pendidikan di Jepang yang sangat menonjol adalah penerapan kurikulum yang tidak mewajibkan siswanya untuk mengikuti ujian sampai usia 10 tahun (setara kelas 4 SD jika di Indonesia). Kurikulum ini diterapkan kepada siswa yang sedang menempuh pendidikan dasar (Sekolah Dasar).

Dalam kurikulumnya, tiga tahun pertama pada pendidikan dasar di Jepang lebih mengutamakan pembentukan sikap dibanding nilai akademis yang bagus. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, para siswa diajarkan berbagai hal yang berkaitan dengan karakter yang baik.

Para siswa diajarkan cara memperlakukan hewan dan alam, siswa diajarkan cara menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Para siswa pun diberikan pembekalan mengenai sikap-sikap yang berkaitan dengan kinerja, seperti keberanian, kerja keras, pantang menyerah , tanggung jawab dan sikap-sikap baik lainnya.

Kurikulum tersebut menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter di negara Jepang, hasil dari semuanya dapat kita saksikan secara langsung bahwa warga negara jepang memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi, etos kerja yang bagus, kesadaran lingkungan yang tinggi dan karakter lain.

Pendidikan tanpa Angka ala Finlandia

Sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di Dunia, Finlandia pun menerapkan pendidikan tanpa angka. Pendidikan tanpa angka di Finlandia diterapkan pada pendidikan dasar.

Professor Finlandia Perhatikan Kualitas Pengajaran Bukan Lamanya Belajar

Menurut Profesor Erno Lethinen seorang guru besar dari Universitas Turku Finlandia menyatakan bahwa pada pendidikan dasar di Finlandia, kurikulumnya mencoba melakukan pengembangan kepribadian siswa, tidak terlalu berorientasi pada skill dan belajar konten kurikulum yang spesifik.

Lebih lanjut Profesor Erno menjelaskan pada pendidikan dasar lebih mengembangkan kepribadian sepenuhnya, belajar mengetahui dunia, belajar mengenal perbedaan mata pelajaran, dan belajar mengenal kehidupan sosial. 

Penilaian pada pendidikan dasar di Finlandia pun tidak menggunakan Ujian Nasional sebagai muara akhir dari pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar. Penilaian dilakukan oleh guru berdasarkan respective subjects masing-masing siswa sesuai dengan kurikulum, kemudian diakhir pendidikan dasar guru memberikan nilai pada ijazah untuk kelulusan siswa di pendidikan dasar.

Jika merujuk pada sistem pendidikan yang dilaksanakan di Jepang dan Finlandia, secara umum pendidikan tanpa angka sangat bisa diterapkan dalam pendidikan dasar.

Dalam kurikulum di Indonesia pun sebenarnya penekanan pendidikan dasar lebih pada pembentukan karakter, namun dalam pelaksanaan di Lapangan masih saja memberikan beban besar pada akademik.

Tidak jarang banyak orang tua yang mengeluhkan berat dan sulitnya pelajaran SD yang anak-anaknya pelajari. Selain itu, pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pun dinilai oleh beberapa pihak membebani anak-anak Sekolah Dasar.

Ini lah potret pendidikan kita saat ini, sudah saatnya orientasi pendidikan kita tidak hanya tentang nilai dalam bentuk angka. Aspek lain yang tidak tertulis dalam bentuk angka pun menjadi penting untuk diberikan dan dibekalkan kepada anak-anak kita.

Jika nilai yang berupa angka bisa terlihat hasilnya dalam waktu singkat, namun aspek lain yang bukan berupa angka, hasilnya baru akan dilihat dan dirasakan dalam jangka waktu yang panjang.

Walaupun aspek lain yang tidak berupa angka hasilnya baru terlihat dan terasa dalam jangka waktu yang tidak singkat, namun semua pihak harus yakin bahwa semuanya akan menjadikan siswa lebih siap menghadap berbagai ujian kehidupan di masa depan.

Salam Pendidikan

Bandung, 2/9/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun