Mohon tunggu...
Kolose Hitam Putih
Kolose Hitam Putih Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

katanya cerita adalah salah satu media dalam penyampaian perasaan dan pesan-pesan berharga yang tersirat maupun tidak. sebuah cerita juga dapat menjadi hal yang baik untuk penggambaran ekspresi dan juga imajinasi yang luas serta membuka lapisan-lapisan baru pada dunia kita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Katanya Padi Semakin Berisi Semakin Merunduk

15 Mei 2024   15:04 Diperbarui: 15 Mei 2024   15:15 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto sekolah/https://diskominfo.bandaacehkota.go.id/2020/07/29/dukung-peningkatan-kualitas-sdm-kementerian-pupr-perbaiki-sekolah-di-riau-di-tengah-pandemi-covid-19/

Hi, perkenalkan aku Naura dari Cibitung Bekasi, dan saya merupakan murid pindahan dari sekolah SMAN01 Cibitung. Pindahnya saya ke sini mengikuti orang tua yang juga sedang bekerja dan mulai untuk tinggal disini, semoga kehadiran saya bisa membawa efek baik untuk kalian semua ya!

Cukup! 

Aku menaruh pena ku  tepat di sebelah buku harian. Sebuah kalimat sederhana perkenalan yang ku buat dahulu saat baru saja masuk di sekolah ini akhirnya kembali tertulis di buku baru ku ini. Ini merupakan sebuah lembaran baru, aku tahu buku yang lama sudah tidak seharusnya aku bahas, begitu banyak hal yang mengecewakan.

Aku tidak membuangnya, namun hanya ku simpan di sebuah lemari yang tinggi di kamarku. Mendadak, suasana menjadi hening ketika sang guru killer memasuki ruangan kelas. Setiap murid kembali pada mejanya masing-masing, memasang wajah serius dan penuh perhatian pada guru itu.

Namun tidak dengan Dea, ia merupakan murid yang bandel, tidak bisa diajak kerjasama dan bakatnya hanyalah menggangu murid lain di sekolah ini.  Preman? Entahlah, ia lebih dari sekedari itu. trouble maker.

“baik murid-murid, ada yang sudah tahu materi yang akan saya jelaskan nanti?”

Materi tersebut tidaklah terlalu susah, aku tahu bahwa itu hanyalah aljabar sederhana. Untuk menemukannya juga tidak terlalu rumit. Namun, banyak dari mereka yang tidak mengetahui hal itu.

Seseorang siswa dengan rasa percaya dirinya langsung menjawab guru tersebut. ia menjelaskan aljabar dengan sangat lihai, seperti dialah ahlinya.

Aku memang sudah lama suka dengan dirinya. Bagiku ia adalah anak yang tampan, penuh percaya diri dan rahasia yang dengan pintar ia ungkapkan dan sembunyikan ketika perlu. Raut wajahnya memang selalu lemas, namun ia juga cukup bersemangat apabila berada di waktu yang tepat. Ia memang cukup misterius, segala hal yang kami lihat tentang dirinya seperti tidaklah sepenuhnya, kami belum mengenalnya secara penuh meski sudah tiga tahun bersekolah bersama.

Bel istirahat akhirnya berbunyi, kami sekelas keluar secara bersamaan menyerbu kantin yang mulai dipadati beberapa murid. Aku tidak langsung ke kantin, aku memutuskan untuk ke kamar mandi terlebih dahulu. Untungnya kamar mandi di sekolahku cukup bersih, meskipun murid laki-laki banyak yang mengatakan kamar mandinya sangat kotor, memang kamar mandi laki-laki dan perpempuan berbeda, mungkin saja hanyalah kamar mandi merekalah yang kotor di sekolah ini.

“eh jelek! Kalau kamu sekolah tuh yang bener, jangan cuman pakai gini-gini aja!”

Aku mendengarkan suara itu. aku mengintip sedikit apa yang sebenarnya sedang terjadi. Terlihat seorang Dea dengan ditemani beberapa sahabatnya itu sedang membully salah satu siswi yang sekelas dengan kami.

Siswi itu bernama Fitria. Ia memang sering menjadi bulan-bulanan Dea dan teman temannya saat disekolah. Bagaimana tidak, pakaian dan segalah hal yang ada pada diri Fitria terkesan bukanlah barang yang mahal, nilainya pun pas-pasan. Saat orang-orang sedang asik mengobrol, Fitria sepeti tak tahu apa yang harus ia katakan.

Sosok-sosok seperti inilah yang mungkin menjadi target pembully seperti Dea. Pembully itu akan terus menjatuhkan Fitria dan terus menekannya, entah apa yang sebenarnya di untungkan dari yang dilakukannya itu pada Fitria.

Aku dapat melihat apa yang dilakukan oleh Dea bukan lagi perundungan secara verbal, melainkan sudah mulai bermain fisik.

Aku dapat melihat tangan Fitria yang segera menangkis tamparan dari Dea. Tentu hal ini membuat Dea kesal. Namun Fitria masih selamat oleh karena bel masuk sudah berbunyi, beberapa guru pun juga sempat terlihat melintasi lorong tempat mereka berada.

Fitria dengan pintar menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri dari jeratan anak-anak nakal. Aku kembali ke kelas, jam istirahatku habis terpakai untuk melihat bagaimana anak-anak nakal itu merendahkan seorang siswa pendiam di lorong tadi.

Aku melihat Fitria, ia tepat ada di sebelah kiri depanku, tidak terlalu jauh dari tempat dimana aku duduk. Aku benar-benar khasian, namun juga gemas mengapa ia tidak mencoba untuk melawan ketiga anak itu, mengapa ia hanya diam dan tak berkutik? Apakah ia takut?

Selama jam pelajaran yang tersisa, tak ada satupun materi yang sampai ke kepalaku, aku masih pusing memikirkan apa yang terjadi barusan. Ada rasanya aku ingin melaporkan hal tadi ke guru ataupun orang tua, namun aku masih baru dan tak mengenal siapa dirinya.

Sampai jam pelajaran habis, guru akhirnya membiarkan kami keluar. Aku tidak mengikuti arus murid-murid yang ingin keluar kelas dengan cepat, aku menghapiri anak pendiam itu dulu.

“Fit, lu kenapa sih?”

“kenapa apanya Ra? Emangnya aku ada salah apa?”

“duh.. gini loh, kamu itu kenapa gak lawan aja ketiga bocah nakal itu? kenapa diam aja?”

Senyum dari anak itu menghilang, aku seperti membuatnya kembali ke bagian suram dirinya. Aku benar-benar tak tahu harus melakukan apa, semuanya terasa salah.

“udah, gapapa, mereka itu sama seperti aku, sama-sama anak korban keluarga”

Aku tertegun mendengarnya, korban keluarga? Apa yang ia maksud?

“aku sebenarnya bisa aja ngelawan mereka bertiga, aku juga punya sabuk Hijau. Jangan bilang ini ke siapa-siapa ya, aku bilang ini ke kamu juga karena aku percaya sama kamu”

Ia kemudian meninggalkan kelas, kepergiannya menciptakan kesunyian di kelas ini. Aku masih tak mengerti apa yang ia katakan. namun sepertinya, hubungan dengan keluarganya memang tidak baik-baik saja, mungkin itulah yang membuatnya menjadi tidak percaya diri seperti itu.

dia.. sepertinya butuh seorang teman yang dapat mengerti dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun