Menjadi yakin
ketika semua menjadi tahu
rahasia terbesara sejak tiga puluh tahunan yang lalu
aku hanya bisa melihat
tentang matinya tikus dalam lumbung
dan hilangnya burung pipit di atas hamparan sawah
aneh
namun nyata
....
Aku masih tidak bisa melepas genggaman Hp di tanganku ini tentang rasa yang masih terpendam diantara lagu tentang cinta kami yang tidak bisa kami nyanyikan lagi karena perbaedaan jarak yang lumayan jauh,
"aku tidak mengira mas Jogja bisa rusuh begitu" tanya Yan kepadaku
"bukan rusuh hanya perkelahian saja" jawabku  sedikit menerangkan kepadanya
" dipapua masih  biasa perang suku, aku takut menular ke Jogja" jawabnya lugu
" ini tentang kesalah pahaman oknum yang libatkan banyak orang dan caos jadinya"
"semua sudah berakhir kan?"
"aman.,kalau ke Jogja..Yan"
Peran suku, sekelompok orang yang ingin pisahkan diri dari NKRI nampakanya masih marak di bumi Papua sana, sebab rasa nasib dan sepenanggungan hanya  sekelompok kecil saja yang membuat semua menjadi suasana "perang" bagai nyata, inilah perang suku yang sebenarnya mengunggulkan harga diri untuk membela kebenaran sejati yang ada dan demi nama baik suku yang di unggulkan segaal acara di lakukan hingga salaing perang yang ujungnya luka dan kematian yang tidak di inginkan.
"aku jadi  berpikir begitukah KKB itu?"
"aku tidak bisa katakan ya atau tidak kakak"
"sebab itu prinsip mereka?"
"tidak juga sebab kami sudah pintar untuk  kelak kelola daerah kami ini"
"ini tentang cinta kepada tanah tumpah darah  juga to Yan?'
"sepertinya kakak lupa, ibarat kita jalan-jalan di Malioboro maka banyak etalase toko yang pengin kita kunjungi dan itu menariknya , inilah Papua yang sekarang kami melihatg etalase itu untuk menuju daerah mandiri yang berdiri sendiri itulah keinginan bapa dan mam-ma kami di tanah paua ini kakak"
Aku diam ibarat etalase toko benar adanya tanah papua adalah nyata dan inilah yang mereka dambakan untuk mengelola sendiri tanpa campur tangan Londo dan orang asing disana. Ibarat petani sudah terlanjur mencangkul dan membuat bibit namun hujan tidak segera datang dan  rugilah para petani itu.
Papua memang tanah yang harus bisa mengurus diri dan juga bisa memakmurkan dirinya dengan kekayaan yang luar biasa emas, tembaga dan juga perak itulah kekayaan yang sesungguhnya harusnya kembali ke orang asli namun sampai sekaran belumlah dapat dan sampai ketujuan yang di idamkan itu.
Yan masih diam tidak melanjutkan apa yang ingin di ungkapkan kepadaku karena semua menjadi nyata di tanah "perjuangan " itu dan harapan yang mereka impikan selama ini dan itu nyata adanya.
..tidur diantara tumpukan emas yang menggunung
dalam lapar dan hati yang nelangsa
realitaÂ
karena gudangnya sudah di beli tuan para investor'
tinggal menunggu dalam dingin
mencari sesuap nasiÂ
dalam kegalauan hati yang selalu menghantui  diri
dalam bayangan hitam yang mengikuti
....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H