Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta yang Fitri (15) Maling kecil Mencoba insyaf

24 Mei 2023   09:30 Diperbarui: 24 Mei 2023   09:36 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasa maling tidak berarti rasa takut itu tidak muncul lagi

biasa maling kengerian di kejar aparat itu sudah biasa baginya

namun resah itu kemudian menjalar di tubuhnya dan kakiny gemter tak kunjung berhenti

Baca juga: Cinta yang Fitri

"mas harusnya sudah kamu akhiri semua ini"

'ya di"

"sebelum anak-anak kita besar"

"aku harus bagaiamana pekerjaanku /"

"jangan banyak alasan"

keringat dingin itu coba di tepisnya

selama karier maling yang aparat maupun CCTV pun tidak bisa mengendusnya

apalagi anjing pelacak

"profesiku ini sudah turun temurun dik"

'tidak bagus"

"seperti kelaurga copet dan begal"

"namun resikonya nyawa mas"

"tahu sayangku"

kembali keringat itu di usapnya

keringat itu semakin mengucur dan semakin resah di dadanya yang dalam

"kojur, terlanjur"

"kenapa mas?'

"tidak apa-apa" di tepisnya rasa gundah itu dan resah

"di kejar polisi lagi?"

Coba dibuatnya lapang dadanya dan  di di katakan sejujurnya kepad aistrinya

"aku maling di tempat yang salh dik"

"kok bisa, ini apesmu kan pak?, coba di sudahi dulu saja malingmu ini mas"

"aku maling di tempat yang salah"

semua diam ddimalam itu

" ini uang sekarung aku berikan kepadamu"

"sekarung?"

"yang sekarang sudah aku berikan pangat temanku"

deim dan gelisah

"kok gelisah mas?'

"aku tadi maling di ruamh mewah  bersam pangat namun.."

"apa mas ketahuan?"

"tidak sayangku"

"kok takut.."

semua diam lagi

"jangan keras-keras nanti anak-anak bangun"

"aku pengen tahu kenapa mas setakut ini?"

"ini mungkin apes dan terakhir aku maling"

"sadar"

"ya"

"kok segini berat karung  uang ini?"

....gagap dan mulai diceritakannya sebabnya

"aku maling di tempat keliru bune, tempat menteri yang korupsi delapan trikyun itu mereka kaya banget bune, dan aku  bisa meraup dua karung uang di rumah itu, namun.."

"takut pakne?" sadar?'

"ya.."

"kenapa?'

"aku takut katut kasusnya'

"ya sadar to  pakne.."

........

ketakutan rakyat  tidak di gubris, uang mudah melayang korupsi juga mudah terjadi

bukan maling sembarang maling

bukan main lobang dinding

atau bongkar kios kelontong untuk makan

maling untuk warisan ...anak cucu

mereka tidak sadar juga mematikan profesi maling kecil

sebab maling kakap semu di lahap

dari yang kecil sampai yang besar yang trilyunan di gasak 

maling kecil hanya cukup untuk makan

sementar tower BTS pun di maling

untuk apa?

24 mei 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun