Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Roman

dr. Gin, Teman Kuliahku Dulu

14 Mei 2023   20:31 Diperbarui: 14 Mei 2023   20:33 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr. Gin teman kuliahku dulu

Ketika Semua bertemu di medan Laga

Aku hanya mempertahankan tanah kelahiranku

Baca juga: Baby Space

Aku hanya berjuang demi prinsip yang kami junjung

Tentang tanah tinggi

Gunung emas  tempat kami lahir dan di besarkan

Namun semua harus tunduk kepada pangkuan ibu pertiwi...

 _djumi

Semua tentara dari Jogja sudah disiapkan untuk ke medan laga bukan memerangi musuh dari luar dan bukan juga memerangi kolonialisme baru, namun ini adalah tugas rahasia baru, aku yang masuk dalam resimen khusus juga diterjunkan untuk menjaga ibu pertiwi dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan

"Semua sudah tahu NKRI adalah harga mati" tegas sang komandan

"Merah putih adalah darah dan tulang kita" tambah sang komandan membakar semangat kami supaya tetap membara

"Semua harus ditegakkan!" ucapan yang membuat kami bertambah semangat.

Sang komandan berapi-api menyemangati kami, semua harus tegas dan t demi tegaknya merah putih  diatas bumi Nusantara ini.

"Semua harus ditegakkan demi Pancasila dan UUD 1945 harga mati, setuju?"

"Siap kami setuju, siap komandan!" 

Prajurit di tempatkan di manapun tidak boleh membantah dan inilah kewajiban dari para prajurit dan ASN  serta Polri yang tujuannya sama mengemban amanah negara demi tetap berlangsungnya penegakkan republik ini sampai akhir nanti.

"Semua harus sesuai protap dan prosedur"

"Siap komandan!"

Beberapa kompi gabungan nampaknya di kerahkan, kau belum tahu kemana kami akan di terjunkan, sebagai prajurit aku ikut petunjuk dan arahan komandan ini dengan seksama.

"Kita berhasil atau mati tahu semua?" tegas sang komandan meyakinkan kami semua di sini

"Siap komandan, !" jawab kami serentak penuh keyakinan

Sebagai prajurit tentu harus sedia dan siap diterjunkan ke medan laga bagaimanapun walaupun  tidak sesuai hati nurani kami, mengawal unjuk rasa, bertugas sebagai pasukan perdamaian, atau mengawal pejabat pemerintah atau bakal calon pemimin adalah hal biasa buat kami, siap apapun yang terjadi kemudian di depan mata kami.

Semua harus dikorbankan untuk menegakkan merah  putih dan NKRi harga mati, harus dan masuk dalam sanubari ke tulang-tulang rusuk kami. Sebenarnya aku sebagai prajurit yang bertugas dalam teknologi informasi dan propaganda untuk menshare keberhasilan semua pasukan sudah sesuai hati nuraniku namun ini kenyataan yang tidak bisa aku pungkiri tahun ini kita akan berhadapan lagi dengan saudara-saudara kita yang berbeda dan ingin merdeka dari  ibu pertiwi itulah yang entah mengapa hati nuraniku tidak enak tidak untuk menjalankan tugas ini namun karena ini adalah tugas negara semua aku tepis demi tegaknya merah putih di bumi papua barat sampai kapanpun. Ini sangat membuat aku masygul karena medan laga  itu  tepat di ujung timur dari nusantara ini yang sungguh membuatku semakin yakin inilah ujian terberat jiwa ragaku  saat ini.

"Semua gangguan keamanan akan kita libas dengan pendekatan  kemanusiaan dan  hak asasi kemanusiaan itu harus ditaati semua prajurit apapun pangkatnya!" seru sang komandan lagi

"Papua barat ini adalah NKRI dan NKRI adalah harga mati, ingat itu semuanya, siapkan jiwa ragamu, untuk menumpas pemberontak yang inginkan lepasnya Papua barat ini dari pangkuan ibu pertiwi!"

"Siap!" jawab kami serentak

" siap atau tidak siap kita harus tetap tegakkan merah putih di tanah papua ini!'

"Siapa komandan, darah  jiwa dan ragaku untuk keutuhan NKRI!" kami berteriak untuk gelorakan semangat kami di dada kami. 

Semua harus dijalankan dengan ikhlas ketika KKB dengan OPM nya menghancurkan fasilitas umum, membakar sekolahan, puskesmas dan pasar serta membunuh orang-orang yang tidak mendukung kegiatan mereka itulah fakta yang mengerikan yang aku temu di pergolakan untuk "kemerdekaan" semu yang di sponsori oleh neo kolonialisme baru yang berupaya mencabik-cabik bumi pertiwi ini.

Penyanderaan sebagai upaya barter uang senjata dan amunisi mereka jalankan untuk menghidupkan semua gerakan  bersenjata mereka inilah yang membuat kami harus bangkit demi kemanusiaan dan sungguh menyakitkan kami ketika beberapa anggota prajurit gabungan TNI dan Polri gugur dalam upaya pembebasan beberapa sandera bukan sebuah rahasia umum lagi.

Penyerbuan ke markas OPM/KKB malam itu sudah berhasil menewaskan beberapa anggota OPM/KKB dan berhasil membebaskan beberapa sandera yang sudah hampir tiga bulan mereka sandera di prajurit kami ada beberapa yang terluka kena peluru dan juga panah nyasar,  beberapa sedikit parah karena tertembak kaki dan bagian tubuh yang lainnya

**

Beberapa prajurit terluka parah  dan juga ringan sedang aku luka ringan di bahu kananku. Aku terserempet peluru dan alami luka ringan sebagai prajurit namun aku harus tetap menunaikan semua tugasku dengan baik yang harus mendokumentasikan semua kejadian ini aku sebenarnya tidak sanggup melihat pertumpahan darah di antara saudara kami ini namun semua harus ditegakkan demi Negara  tercinta ini.

Aku tidak sengaja bertemu dr, Gin yang bertugas di distrik Orinawa ini kebetulan juga dia adalah teman kuliah dulu waktu di Jogja. Seperti reuni di antara kami dan aku tidak bisa lagi  untuk diam dan saling sapa dengannya, walau aku tahu gurat wajahnya seakan memancarkan beban dari aura wajahnya

"Kakak semua orang di dea harus meregang nyawa karena tidak setuju dengan  kelompok ini" kata Gin kepadaku seorang dokter puskesmas yang asli Papua meratapi dibakarnya beberapa puskesmas di wilayah kerjanya.

Waktu tidak sengaja mempertemukan aku dengannya lagi dulu kami bersama-sama disalah satu perguruan tinggi negeri terkenal di Jogja, walau beda  jurusan kami  dipertemukan dalam wadah Senat mahasiswa kala itu.

Aku baru sadar ketika kami lulus 2011 lalu nampak isu papua merdeka ini masih samar namun tiga belas tahun kemudian menjadi nyata karena dukungan kelompok, orang dan negara yang memasok senjata dan simpati kepada gerakan KKB/OPM ini adalah nyataaaaaaa sampai tahun 2023 ini.

"Mereka lalu pergi kemana?" tanyaku kepadanya

"Beberapa orang pemuda pergi ke kota sebelah dan  beberapa orang ikut gerombolan itu karena tidak ada pilihan lain " katanya sendu

Semua seperti mesin waktu yang tidak berhenti berputarnya karena  Gin dulu waktu kuliah di Jogja aku pernah naksir kepadanya, namun sudahlah aku tidak mau CLBK lagi kepadanya apalagi ini sangat sensitif  dalam medan tugas yang semua orang bisa jadi terjebak atau menjebak lawan dan juga kawan.
'Aku masih merasakan desir cintamu gin" kata hati nuraniku yang dalam sebab kami memang sudah tidak di takdirkan untuk bersatu.

Pos kesehatan itu seakan menjadi rumah sakit darurat  dan juga puskesmas darurat bagi para penduduk di sekitar dan para prajurit TNI serta Polri yang kebetulan berobat  karena sakitnya.

"Di tenda ini ada lima prajurit yang terkena peluru ketika menyerbu sarang KKB" imbuh Gin kepadaku

"Aku tahu rasanya sedih sekali GIn" jawabku singkat

"Kemarin ada  beberapa prajurit yang harus meregang nyawa dan.." suaranya sedikit tercekat dan kelu  di wajahnya ada rasa sedih

"Kenapa kok sedih?'

"Kakak Won dan Inang harus meregang nyawa"

"Kenapa?"

"Mereka bergabung dengan KKB "

Jadi penyerbuan di markas KKB itu ada kakak sepupu dan masih saudara dr.  Gin yang tewas karena ikut KKB aku baru menyadari inilah perang sesungguhnya demi keyakinan dan ideologi yang berbeda.

"Maaf kami GIn"jawabku lirih

"Sudah takdir" jawabnya sendu

"Aku yakin" jawabku lagi

"Semua harus berjuang demi tegaknya NKRI namun nyawa sudah banyak yang melayang kakak" jawabnya sedih dan haru.

Aku kasihan dan sedih sedemikian jahatnya para petualang kemerdekaan itu dan hembusan angin surga para sponsor demi "merdekanya tanah papua" itu lah setan jahat yang menyalakan kipas permusuhan dengan Jakarta,

Jadi pertempuran tadi malam adalah pertempuran yang tidak kami harapkan karena upaya persuasif kami dibalas dengan tembakan peluru tajam oleh mereka. Inilah yang membuat komandan regu kami harus menyelesaikannya membalas tembakan mereka,

Pertempuran yang tidak kami harapkan karena semua harus mempertahankan apa yang kami pertahankan dan apa yang mereka "perjuangkan" tink tank tentang sejarah yang tidak bisa berputar lagi dan keputusan angkat senjata para kriminal ini bukan sebagai pengejawantahan untuk mewujudkan "kemerdekaan" sejati namun seakan hanya petualang-petualang senja yang tidak ada kejelasan tujuan dan cita-cita mereka di kemudian kelak.

"Sayap-sayap patah Cendrawasih menjadi saksi

Bahwa semua cinta kepada negeri ini harus lebih utama karena

Cinta kepada negeri dan tanah air adalah sebagaian dari iman kita"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun