Sayap-sayap patah Cendrawasih (06) Cendrawasih yang terluka sayapnya
Sayap Cendrawasih  ada yang patah
Bulunya ada yang tercabut
Sedikit patah di sebelah kanan
Sedikit tertatih  untuk bisa terbang bebas
Sebab oleh ulah manusia petualang
Ingin menguasaiÂ
Dan membebaskannya
Dengan jalan pedang  dan senapan
Sebab itu kami menekuk lengan baju
Karena untuk mempertahankan
Sang Garuda coba menghentikan
Kepak sayap kemerdekaan
Karena semangatnya dalam satu naungan rumah besar
Pangkuan ibu pertiwi
Dari tangan petualangan
Di balik sponsor kolonialisme gaya baru
...
3042023
Sepertinya aku harus menggunakan naluri Jurnalistik untuk memahami hati Yan dan membuat persepsinya arti merdeka dan kemerdekaan tidak salah dalam dirinya, aku hanya pernah sedikit belajar bagaimana kerja jurnalis itu aku paham, mencari data dan daya upayakan penyampaian sehalus mungkin kepada semua orang lewat medianya.
Aku hanya seorang mahasiswa yang senang menulis  Yan tahu itu, sementara saudara-saudaranya lelaki Edo dan Yokumi juga tahu Jogja adalah ladang untuk menimba ilmu.
Seperti mahasiswa timor timur yang masih kuliah disini tetap menganggap bahwa Jogjalah ibu kota pendidikan dan kemerdekaan terinspirasi dari pengalaman  bangsa-bangsa yang sudah bebas lewat bacaan buku mereka.
Papu sebenarnya sudah maju tidak seperti tahun 1960 an dan masa-masa kelam zaman orde baru yang dipimpin Soeharto, para orang tua sudah mengalaminya, namun aku sadar melihat gelagat lain para pemuda  yang  lebih mudah beradaptasi dan mudah pula mendapatkan informasi tentang sejarah papua barat ( nugini west) kala itu.
Sejarah tidak bisa diubah namun semua bisa didiskusikan dan dialog, komunikasi yang baik dan bisa menggunakan akal sehat dan tidak emosi, namun pembelokan fakta sejarah dan penerimaan "warisan informasi " yang tidak relevanlah yang membuat para pemuda Papua bertekad melepaskan diri dari  ibu pertiwi.
"Kemudahan informasi kakak" kata edo kepadaku
"Realistiskah ?' tanyaku lagi
" real, banyak kenyataan yang harus bisa menjadikan arah perjuangan rakyat papua kembali kepada relnya"
"Dalam bingkai sekarang?"
"Kenapa tidak?"
"Aku khawatir.."
"Perbedaan itu ada di semua kepala orang namun di sana bisa menjadi pemicu perang suku dan juga melawan aparat yang ada"
'Itu rela juga.."
Aku tahu langkah para Cendrawasih muda papua adalah langkah yang "tepat" bagi mereka dan sebagian tergoda untuk realistis dengan diplomasi dan angkat senjata itu yang aku sayangkan  dan bisa aku habis pikir kok bisa dan dana untuk beli senjata darimana aku juga tidak tahu, namun kasak kusuk mereka bisa dapatkan dari pasar gelap dan juga para pengkhianat dalam tubuh aparat sendiri juga ada yang jual senjata kepada mereka.
Aku tidak  mau ada perang sesama anak bangsa atau ada dendam untuk upaya memperjuangkan nasib bagi negeri Papua, namun apakah harus mengangkat senjata, tidak bisakah belajar pengalaman dengan Aceh yang telah otonom dan mengurus sendiri tanah tumpah darah dengan kearifan daerah dan adatnya?
Punya partai lokal, punya bendera sendiri dalam bingkai NKRI dan punya otonom hukum adat sendiri, ini hanya buah dari pemikiranku, sebab aku pribadi tidak akan rela bila papua lepas dari bumi pertiwi ini, kata Yan kepadaku
..Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H