"Sebuah perubahan yang tidak bisa di tolak lagi "kata Gareng di dekatku ketika aku mencoba menutupi segala gundah dengan menuangkan di gadgetku.
"Nyata mas sekarang semua bisa serba cepat sekedip mata di rel KA lebih berharga itulah hidup sekarang"
Gareng teman yang hanya bisa aku temui diantara pojok-pojok angkringan dan sudut orang-orang kecil saat ini.
"Banyak gajah yang ngidak rapak, banyak pejabat yang langgar aturan yang dibuatnya sendiri" imbuh mas Gareng kepadaku.
"Semua dengan perbandingan kota besar dan tidak mau tahu betapa arifnya budaya lokal"keluh arjuna ketika melihat banyak K pop bertebaran di pamlet dan baleho diseputaran Jogja.
"Lirih semua ibarat sedemikian hebatnya pengaruh itu di bawah sadar katalis nurani kita", sambung maa gareng kepadaku.
Kepada gerimis semua mengadu
Tentang cinta dan harapan
Lagu sendu hujan di akhir oktober ini
Sebab semua harapan bisa saja membuncah asa yang tidak terjawab diujungnya. Waktu menjadi penentu arah mata hati ini.
Ketika langit senja diatas kota Jogja mulai tampak ina. Pendarnya tampakkan bayangan gedung-gedung kolonial pengingat masa lalu
Semua berharap kepada kemuliaan hati yang dalam sak wasangka dan niat baik yang ada.
Sepagi ini semua harus tetap akui didinginnya oktober ini Walau ukuran setia itu ujungnya materi ditengah hilangnya rasa memiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H