Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Korban si Fulan

8 Juli 2022   20:39 Diperbarui: 8 Juli 2022   20:48 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Takbir berkumandang diseantero negeri

Mengular para peserta pawai karnaval

Seperti idul fitri  kemarin pawai taibir keliling di desa terasa adanya.

Baca juga: Fitri

Masih ada guyup bersama menghadirkan takbir keliling didesa setelah vakum hampir dua tahun tidak ada takbir keliling.

Sungguh si Fulan masih gelisah menunggu temannya mengajaknya ke tanah lapang. Lapangam sepak bola desa yang terawat dan asri itu.

Sedikir hati yang gundah di tepisnya semua rasa coba ditegarkannya. Idul adja tahun ini adalah idul adha yang istimewa karena bersamaan dengan kelulusan dan juga kenaikan kelas anak SD, SMP dan S, SMA.

Sebagaian orang tua puyeng dan pusing kepala carikan sekolah anaknya karena aturan yang serba berubah setiap musom ajaran baru.

"Wes, sudah lhe kambingnya dikersake pak haji " kata mamak fulan kala itu

"Mak aku"coba di jawabnya mamaknya

"Besok bisa beli lagi" jawab mamaknya lagi.

Sungguh rasa kehilangan itu seakan menjadi satu campur aduk dengan senangnya diterima di SMP Negeri dekat rumahnya.

"Besok bisa lihat si belang di sembelih di masjid"kata bapaknya yang membust titik air matanya mulai meleleh dan disekanya ujung matanya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

Buat si Fulan kambing si belang itulah yang temaninya waktu menempuh sekolah di SD kemarin, suka duka menggembalanya dan itulah sibelang harus berpisah dengannya besok pagi.

"Kamu harus tahu sekolah itu butuh ragat dan itu lah mengapa bapak dan mamak harus menjual si belang"kata bapak bijaksana memberi pengertian kepada si fulan.

Kumandang takbir itu semakin terdengar jalan didepan rumahnya ada beberapa iringan arak-arakan takbir menuju lapangan desa.

Semua harus dikorbankan jer basuki mawa bea benar adanya.

"Lan kamu harus tetap lanjutkan sekolahmu setinggi langit, boleh jafi gembala kambing tetapi yang cerdas ya nak"kata wali kelasnya itulah yang membuatnya sedikit hibur dirinya dati rasa "kehilangan" kambing kesayangannya.

Berat rasanya kehilangan kambing kesayangannya tetapi harus itu demi cita-citanya dan cintanya kepada  kedua orang tuanya.

Karena harta satu-satunya adalah si belang  untuk bisa lunasi uang sekolah juli ini juga.

"Fulan ayo ke lapangan"ajak beberaoa temannya kepadanya. Fulan tahu beberapa anak didekatnya ada yang harus putus sekolah karena sebab kesulitan ekonomi orang tua mereka. 

Fulan bersyukur pengorbanannya hari ini sungguh menyedihkan tetapi si belang bisa selamatkannya dari putus sekolah .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun