Sungguh rasa kehilangan itu seakan menjadi satu campur aduk dengan senangnya diterima di SMP Negeri dekat rumahnya.
"Besok bisa lihat si belang di sembelih di masjid"kata bapaknya yang membust titik air matanya mulai meleleh dan disekanya ujung matanya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.
Buat si Fulan kambing si belang itulah yang temaninya waktu menempuh sekolah di SD kemarin, suka duka menggembalanya dan itulah sibelang harus berpisah dengannya besok pagi.
"Kamu harus tahu sekolah itu butuh ragat dan itu lah mengapa bapak dan mamak harus menjual si belang"kata bapak bijaksana memberi pengertian kepada si fulan.
Kumandang takbir itu semakin terdengar jalan didepan rumahnya ada beberapa iringan arak-arakan takbir menuju lapangan desa.
Semua harus dikorbankan jer basuki mawa bea benar adanya.
"Lan kamu harus tetap lanjutkan sekolahmu setinggi langit, boleh jafi gembala kambing tetapi yang cerdas ya nak"kata wali kelasnya itulah yang membuatnya sedikit hibur dirinya dati rasa "kehilangan" kambing kesayangannya.
Berat rasanya kehilangan kambing kesayangannya tetapi harus itu demi cita-citanya dan cintanya kepada  kedua orang tuanya.
Karena harta satu-satunya adalah si belang untuk bisa lunasi uang sekolah juli ini juga.
"Fulan ayo ke lapangan"ajak beberaoa temannya kepadanya. Fulan tahu beberapa anak didekatnya ada yang harus putus sekolah karena sebab kesulitan ekonomi orang tua mereka.Â
Fulan bersyukur pengorbanannya hari ini sungguh menyedihkan tetapi si belang bisa selamatkannya dari putus sekolah .