Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Demi Waktu (16) Tukang kunci Budiman

21 Mei 2022   18:32 Diperbarui: 21 Mei 2022   18:35 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi  Waktu (16) Tukang kunci Budiman

Sore itu mendung rasa hati riang setelah kegiatan sekolah mulai berakhir bu guru nia mulai berkemas untuk pulang sebagian masih di sekolah untuk berbincang sekedarnya menunggu bel pulang.

"Bu Niia saya duluan "seru bu Yuni kepadanya

"Nggih bu, monggo"jawabnya singkat sambil memperlihatkan jam tangannya.

Bu Nia termasuk guru yang rajin datang dan pulang sesuai jam.

Beda dengan aku tidak serajin bu Nia dan bu Yuni, karena aku angin-anginan bila masuk sekolah.

"Belum pulang pak?" Kaget ketika bu Nia sudah tepat di belakangku.

"Nanti bu ini tunggu beres-beres hasil tugas siswa"jawabku pendek.

Aku melihat keceriaan di wajahnya apalagi hari Sabtu adalah hari libur karena sekolah kami menerapkan lima hari kerja.

Banyak guru muda yang energik saya sebagai guru tua tut wuri handayani, ikuti model kurikulum merdeka yang ternyata  guru tebakannya sama ganti menteri ganti kurikulum.

Entah dari gerakan Indonesia mengajar sampai ide kurikulum merdeka ini satu yang tidak berubah kewajiban guru melaksanakan nya tanpa boleh mengeluh masalah hasil nanti dua empat tahun baru kelihatan. 

Mengeluh tiada arti kita harus full fighter kata bu Eka kepala sekolah kami waktu itu saat kami sedikit nglokro waktu target kami sebagai guru tidak tercapai.

"Semangat dan jangan menyerah dengan pandemi ini"katanya berapi-api saat tahu peserta didik kami gagal total dalam pertandingan olah raga.

Waktu seakan menjawab semua kegelisahan kami hari Sabtu seakan buat kami kembali jati diri manusia bebas bukan guru bebas karena waktu istirahat tiba itu yang kami tunggu-tunggu.

Semua menjadi berubah ketika bu Nia menjerit dipelataran parkir

"Wahhh..."membuat kami melongok keluar

"Bu ada apa?" Tanya pak bon

"Ada apa bu"bu kepala sekolah pun juga kaget

Aku mendekat 

"Onten nopo bu?"

"Kuncinya..pak kuncinya patah"

"Tenang pakai motor saya bu"jawabku enteng

"Tidak pak."kulihat mukanya merah  jambu tanda malu.

"Saya panggil tukang kunci ya mba" jawab pak bon spontan

"Nggih bu"kata bu eka  membujuknya lagi

Menunggu

Hampir setengah jam tukang kunci baru datang sangat lama seakan semua berhenti detaknya.

Lima menit akhirnya kuncinya jadi dan semua seperti patung melihat kenyataan ini.

"Mas berapa?"

"Lima pulug ribu"jawabnya tanpa menoleh.

"Mas..kamu?" Kembali jerit itu ada

"Maaf non"

Seakan tahu tukang kunci itu bu Nia kaget dibuatnya.

"Ini kamu to mas?"

"Ya"

"Aku tidak sangka ketemu"

"Maaf aku tidak bisa tunaikan janji kita"

Bumi serasa gelap semua adalah janji hati yang tidak ditepati..

Aku diam membisu menyaksikan ini bukan sebuah sinetron atau dama film ini nyata adanya.

Waktu menjadi saksi..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun