Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Demi Waktu (7) Peci Pak Ustadz

27 April 2022   21:16 Diperbarui: 27 April 2022   21:32 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi waktu (7) peci pak Ustadz

Sungguh semua itu disadarinya dianggapnya semua adalah takdirnya kakinya melangkah gontai ke arah pintu rumah dari kayu itu masih berdecit belum disentuhnya. Sepeda motor tua keluaran 1990 an itu di tuntunnya langsung masuk di teras rumahnya.

Walau tahu lebaran tinggal hitungan jari semua serba adanya setiap hari lantai semen rumah warisan itu selalu disapunya untuk hilangkan debu, ruang tamu yang kecil merangkap juga ruang makan dan ruang santai di pojoknya ada tv keluaran lama.

Sementara di sisi kirinya ada radio tua peninggalan ibunya yang tercinta. Hanya satu yang foto hitam putih lama kedua orang tuanya juga foto saat jadi pengantin.

Sebelah dinding ada tumpukan buku di rak reot model lama.

"Assalamualaikum'

"Walaikumsalam "

"Aku pulang"

"Nggih, ya pak"

Celingukan dilihatnya sudut rumahnya itu dan

"Afif sudah pulang bune?"

"Belum maunya di tempat budenya"

"Kok bisa?"

"Biar senang to pakne"

"Ya"

Rasanya lebaran ini terasa bedanya anak semata wayangnya itu sudah senang bermain ke tempat budenya.

Dipandanginya jadwal mengisi ceramah tarawih malam ini, coba dilihatnya tinggal tiga hari lagi.

Maklum sebagai guru honorer di sebuah madrasah kecil tahulah berapa honornya, kecil, tidak seperti kakak-kakaknya yang pedagang yang kaya raya.

"Tadi di kirimi kakakmu yang dari semarang baju koko, dan anakmu dikirimi juga uang"

"Alhamdulillah"

"Kapan aku dibelikan gamis mas?"

"Insyaallah dik"

Coba direbahkannya sambil memikirkan permintaan istrinya yang sedang memasak untuk berbuka puasa nanti.

"Tidak malu po mas tidak pakai baju koko baru lebaran nanti?" Sahut sang istri di sebelah dinding kayu kamarnya.

"Sudah dik, biasa saja"

Pikirannya menerawang jadi guru sudah pilihan hatinya seperti ketika ditanya oleh sang ayahnya kok kuliah di jurusan keguruan kala itu.

Waktu yang ada

Menjadi ustadz mengisi ceramah di masjid apalagi bulan puasa ini sungguh niatnya cari ladang pahala.

"Mas ditv berapa juta tuh bayar para ustadz?" Tanya istriku

"Banyak dik," ku jawab singkat

"Beda banget"kata istriku

"Rezeki orang berbeda " jawabku 

"Ya.."keluhnya

"Niatmya dik"jawabku

"Mereka bisa kaya raya dan punya mobil serta rumah baru ha hi hi dengan artis bisa dapat ratusan juta sekali live di tv" membandingkannya dengan aku

"Tergantung niatnya lillahi ta'ala atau.."jawaban kliseku.

"Atau pasrah pada keadaan dan lupa..anak istri"jawab istriku lagi

Aku diam memang"sambatan"tidak seelok dan sekaya ustadz youtube atau tv benar sebagai ustadz kampung niatnya beda dengan ustadz populer yang tarifnya bisa untuk makan setahun sekali tampil.

"Sadar to mas?"

"Ya tergantung niat dan usaha kita"

Istriku diam pasang tarif ikut apa yang lagi trend buatku itu biasa saja niatku untuk tetap baktikan ilmu aku demi kebaikan dan berjuang atas nama agama.

Honor kecil atau hanya ucapan terimakasih, cemooh, tawa jamaah dan gerutu mereka aku anggap ladang amal surgaku kelak.

"Jangan lupa mas afif sudah mulai besar"

Aku diam

"Hari ini aku gorengkan tempe dan aku buatkan sambel tomat kesukaanmu untuk buka puasa sore ini"

"Ya"jawabku singkat

#sayyidj

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun