Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Demi Waktu (5): Menuju Lailatul Qadhar-Mu

24 April 2022   17:23 Diperbarui: 24 April 2022   18:18 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demi waktu (5) : Menuju lailatul qadharMu

Jogja  Lima tahun lalu tak terasa semua sudah terlanjur, spontanitas itu membuat aku lelah menunggu waktu kebebasanku saat ini.

'Semua berawal dari konkow di depan sekolah kami dan semua harus menjadi pesakitan"katanya lirih pengakuan yang harus ditebusnya dengan duka lara.

"Jadi atas nama gengsi sekolah, perang antar geng sekolah itu dimulai lewat perang kata dan umpatan di media sosial darah muda yang tidak terkendali, semua terlanjur" ujarnya sedih.

Puasa ramadan tahun ini adalah masa terakhirnya sebagai warga binaan setelah menamatkan SMA di lapas binaan khusus anak itu hatinya sedikit goreh lagi, apakah akan semua orang menerima mantan anak mama dan mantan orang baik.

Kata-kata kedua orang tuanya benar-benar menusuk dihatinya dan sungguh selalu dikenangnya "sekali lagi aku tidak menyangka kamu ikut geng aku ora nrimo kelakuanmu kuwi itu sudah hilangkan nyawa orang terserah polisi mau menindak"

Sepuluh hari terakhir ramadhan tahun ini seakan berat aku tinggalkan karena akhir ramadhan inilah saatnya kebebasanku nanti tepat di hari yang fitri kelak.

Aku tidak rindukan lagi sorak sorai teman geng menyemangatiku ketika aku bertarung dengan geng lawan sekolahanku dulu yang aku inginkan senyum kedua orang tuaku dan saudaraku setelah aku jadi anak hilang lima tahun ini.

Aku ingin bebas dan lepas hirup udara pagi dan sore tanpa batas tembok dan jeruji ini.

Konkow itu

Medio 2019 adalah titik awalku aku biasa sajs atas segala keinginan lumrahlu sebagai anak remaja, hp baru, motor modif kekinian, nongkrong di warung koboi atau mie serta uang saku yang berlebih. 

Aku sedikit tahu tentang OSIS organisasi resmi sekolah kami berhubung sering nongkrong aku tahu ada OSIS bayangan yakni geng sekolah kami tanpa sepengetahuan guru dan kedua orang tua kami saat itu.

Sampai semua itu sedikit berubah ketika sebuah acara olah raga yang kami ikuti membuat anak-anak sekolahku terasa terintimodasi oleh sekolah lain bahkan ada yang kena keroyok, isu itu seakan membuat darah muda kami bergejolak.

Saling ejek di lomba olah raga dan seni berlanjut di media massa dan akhirnya sekelompok kecil geng kami berani saling tantang dan clash akhirnya terjadi diantara geng antar sekolah kami.

Semua sudah terjadi pergumulan, perkelahian dan perang geng serta pengeroyokan seakan tiada henti

"Geng sekolah kita harus lebih disegani dan harus berani hadapi lawan sekolah lain"kata terakhir ketua geng kami sebelum nafasnya berakhir kena tebas musuh geng dari sekolah lain. Inilah awal dendam sekolah kami yang tidak bisa selesai hingga kini.

"Kami bukan anak baik tetapi kami akan menjadi yang terbaik untuk semuanya"

Slogan yang ternyata semakin memicu kami brutal balas dendam tanpa sebab walau pembunuh  ketua geng kami sudah ditangkap kami tetap dendam kepada geng pesaing kami.

Ketika waktu begitu penting dan menghargai nyawa orang lain seperti menghargai diri sendiri itulah yang sekarang membuatku sadar semua waktu tidak mungkin bisa kembali lagi!.

....

Malam kemuliaan

Malam yang diharapkan

Karena lebih mulia dari seribu bulan

Malam lailatul qadar

Apakah harus aku dan kamu lupakan

Tentang cintaNya

Pada mahkukNya ini?

........

Aku tidak bisa bermanja-manja kepada mamaku sungguh aku betapa juga turut meghancurkan cinta, cita-cita dan harapan mereka kepadaku sampai detik ini bulan ramadhan ini benar-benar sadarkan aku atas segala aksi dan perbuatanku kala itu.

Ini tentang perjalananku yang kelam aku hanya berharap jangan ikuti jejak kelam kami karena yang terjadi kita juga akan sakiti hati kedua orang tua kita karena cap anak nakal itu yang aku sadari sampai detik ini.

#sayyid j 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun