Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Mitos Sawur Uang Orang Meninggal

25 November 2021   17:19 Diperbarui: 25 November 2021   17:30 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitos sawur uang orang meninggal

Sayyid jumianto

Ketika aku kecil rebutan uang sawur yakni uang receh yang di sebar dengan bunga atau beras kuning sebuah kebiasaan kami saat kecil. 

Sekedar untuk uang jajan di warung terdekat waktu aku masih sekolah dasar sekitar tahun 1980 an saat itu

Waktu itu cuma senang tanpa tahu artinya setelah menginjak remaja aku sudah malu untuk ikut rayahan  uang sawur ini.

Kata orang-orang tua dulu uang sawur ini bisa untuk Cuk istilahnya untuk pegangan uang keberuntungan untuk hal-hal tertentu kala itu.

Waktu itu perjudian dilegalkan waktu zaman orde baru sekitar tahun 1990 an  uang disimpan di dompet dan untuk jimat kata mereka waktu aku bertanya saat itu.

Mitos waktu itu

Uang sawur sripah biasanya untuk keperluan niat tertentu (,judi, jimat atau cekelan, gembolan)istilah saat itu yang aku dengar waktu remaja.

Pengalaman lucu dari teman SMA aku saat itu ikut rayahan uang sawur ini dia percaya untuk jimat untuk menebak nomor tebakan lotre nasional hasilnya dia dapat untung.

Saat itu tetapi dia tidak percaya setelah itu uangnya dibuang ke sungai karena katanya di weruhi sosok orang yang meninggal waktu itu.

Percaya atau tidak saya juga pernah mendengar perkataan orang-orang tua/pemuda waktu tahun 1990 an bahwa main judi kartunya menang berkat uang saweran itu, tetapi syaratnya harus dibuang setelah menang

Sekarang uang sawur sudah tidak ada lagi tetapi tabur bunga dan beras kuning masih untuk ingatkan yang hidup akan kematian.

Namun di pelosok desa tertentu masih di laksanakan dengan alasan ngleluri adat orang-orang tua.

Walau menurut saya ini mitos tetapi ini nyata ini bukan klenik tetapi juga bukan realita yang tidak bisa disembunyikan, sungguh menghargai uang itulah mengapa tradisi atau adat sawur ini semakin tergerus tinggal mitos biasa jaman dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun