Tempe mba Nanik memang ngangeni
Sayyid jumianto
Hujan Sore ini benar-benar membuat suasana menjadi sepi dan hening hanya sesekali angkringan di pojok desa itu ada ketawa-ketiwi pembelinya.
Sudah hampir seminggu ini Jogja diguyur hujan kata orang balai BMKG ini adalah efek badail atau La nina semua orang tampaknya banyak  yang merayakannya apalagi setelah badan kesehatan menasbihkan bahwa penularan covid di negeri ini mulai mereda.Â
Waspada atas bencana hidrometeorologi itulah peringatan pemerintah dengan situasi kekinian yang wajib kita waspadai bukan kita takuti adanya.
Bukan ketakutan yang kami cari karena syukur pandemi ini mulai mereka kita harus syukuri itu walau harus berdampingan dengan virus ini dua atau tiga tahun bahkan berpuluh tahun yang akan datang.
Baru tahu di dekat puskesmas ternyata ada penjual gorengan baru orangnya cantik dan gapyak semanak.Â
Banyak pemuda dan bapak-bapak yang nongkrong sambil menikmati gorengannya dan sungguh bersaing dengan angkringan pojok desa.
Aku berhenti sedikit menengok ada seseorang yang pernah aku kenal
"Mas guru beli tempenya donk"katanya kenes
"Ini kan..."belum aku sempat menerkanya ada mas Wanto menyahutnya
"Baru seminggu mas jualannya, ini tempenya hangat"
Aku merogoh uang sepuluh ribuan dan semua gorengan termasuk tempe yang lezat itu berpindah pada kantong kresek. Waktu di perjalanan aku berpikir keras siapa wanita  penjual tempe goreng itu.
"Ah itu kan nanik"aku ingat sambil standarkan motorku lalu istriku menghampiriku
"Mas juga beli gorengan ya?" Tanya istriku penuh lidik padaku.
"Kenapa dik?"
"Itu janda muda seminggu ini bikin goyah iman para bapak dan pemuda"
"Maksudnya?"
"Jualan tempenya itu lho mas sambil ikuti aku masuk kerumah aku tidak tahu karena benar-benar focus di sekolahan dan nginap karena medannya yang sulit buat nglajo Bantul ke Kokap Kulon progo
"Aku rasa biasa saja dik"jawabku sambil coba memeluk istriku.
"Et...tunggu sudah prokes belum?" Pertanyaan yang buatku harus mandi sore ini juga untuk bisa memeluknya.
"Aku mandi ikut tidak sayang?"Â
"He he ayuk...mas tapi aku sudah mandi "jawabnya manja padaku. Maklum seminggu sekali baru bertemu.
Di meja makan
Memang sore ini sudah terhidang sambal tomat serta ikan pindang kesukaanku sehabis maghrib semua menjadi syahdu di tengah rintik hujan malam jumat ini.
"Memang kenapa dengan penjual tempe goreng itu sayangku?"
"Janda muda korban covid"
"Nina eh.. ..mba Nanik kan dik?"
"Kok tahu?"
"Ya masnya yang kubur aku sama relawan covid iru lho yang"
"Wah gi ngerti mas...itu ansk juragan kerupuk"
"Ya dik sekeluarga meninggal kena covid"
"Untung.."
"Ya untung cantik, jualan tempe saja laris ya sayangku?"
"Lha itu mas tempenya mba Nanik buat cemburu kiri kanan"
"Ah biasa saja buatku..anget nih tempenya"
"Tidak biasa buat kami kaum istri dan emak dandananya itu sexy banget begitu"
"Kan mantan artis"
"Mas tuh...cantikan aku to?"
"Ha ha..."aku tertawa dibuatnya gara-gara tempenya mba Nanik buat gerimis malam jumat ini semakin syahdu karena baru terasa dunia ini hanya kami yang punya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H