Sayyid jumianto
Pasar itu biasa saja, menjual sayur dan buah-buahan. Banyak pelapak semakin membuat semua orang senang adanya.
Banyak pedagang yang selalu riang karena dagangannya. Beda dari mas yanto yang selalu kecut dengan dagangan ketela pohungnya, banyak yang tidak suka melirik saja tidak dulu ketika istrinya Ros masih dampingi jualan laku ketas jualan ketelanya tetapi mba Ross keburu dipanggil Allah swt karena pandemi korona yang merenggut kebahagiaan mas yanto.
 Repotnya lagi masih ditinggalin anak semata wayang yang harus di hidupinya, kadang ketela itu dibuatnya tape dan itulah yang bisa hidupkan ekonominya saat ini.Â
"Mas dibuat criping saya mau beli kok" kata pengunjung dipasar itu. Ketika dibuatnya cripimg itu maka laku pula criping itu.Â
Buat hatinya susah adalah ketika ditanya tentang ibu baru, masalahnya niat ada, tetapi modal yang tipis seakan pupuskan nasibnya untuk menikah lagi.Â
Beberapa pedang ada yang sarankan begitu dan beberapa janda genit coba untuk menggodanya.Â
Namun. Imannya tidak goyah karenannya walau kadang nafsu untuk lihat gadis cantik dan montok tidak bisa dilihat lewat mata lelakinya.Â
"Kalau mau saya kenalkan sama bakule semangka mas, ayu, dan semok lho",kata ya parinah padanya.
 "Atau bakule pisang itu rondo anak 2 mancung irunge, Putih lho kulite ?'tanya kang paino padanya, semua dianggapnya sebuah hiburan hatinya yang galau.
Pasar itu selalu ramai terutama di pasar buah banyak yang beli. Pisang, semangka, buah naga, buah jeruk, apel tersedia dengan mudahnya dan harganya bisa buat senyum orang yang beli.Â
"Tidak ada tuh jeruk yang kecut,"kata pedagang jeruk yu Semi apa adamya. Â Keadaan baru berubah ketika ada pedagang pindahan dari kota yang gaya jualannya serta penampilannya beda dengan pedagang-pedagang wanita disitu. Wangi, sexy dan berbusana kekinian.
Lapaknya dekat dengan lapak mas yanto sehingga mas yanto sedikit juga kecipratan rejeki dari pengunjung warung mba tiya.Â
"Maaf kulo masih saudara mbah Sastro almarhum dan saya beli cash lho mas lapak ini"katanya sedikit sombong ketika memperkenalkan dirinya padanya pepayanya itu yang sungguh beda dengan perempuan-perempuan lain di pasar itu dan itulah yang buat pembeli terutama lelaki bertandang di lapaknya.
 "Mas kok diam?"sedikit godanya pada mas yanto. "Maaf itu pepayanya asli?" ,spontan pertanyaan itu membuat mba tiya tertawa"asli mas, gede kan?, ini ada pepaya jawa kata orang kates jinggo, ada pepaya kalifornia dan ada juga pepaya wonosobo karika mas"terangnya pada mas yanto.Â
Secantik itu senang jualan pepaya sungguh sebuah kebahagiaan sendiri melihatnya. "Dulu saya jualan melon tetapi tidak laku jadi saya jualan pepaya ini mas" sedikit ceritanya pada semua orang disekitar pasar itu.
Memang sengaja atau tidak kaos ketat yang dipakainya juga celsna leging itu seakan dia tasbihkan bahwa pepayanya adalah yang unggul serta daya tarik sendiri buat pengunjung terutama lelaki yang matanya ijo, walau dirumah sudah punya istri cantik.Â
Banyak pedagang lotis dan rujak serta es buah yang selalu mampir di lapaknya
"kalau dipegang empuk diujungnya dan merah muda itu tandanya sudah matang pepanyanya mas-mas, bapak-bapak" itu yang selalu di utarakannya saat promosi pepayanya yang kenyak, seger waktu dibuka untuk dicicipi pengunjungnya.
"Mas yanto jangan bengong begitu lihat segernya pepayaku ini"godanya buat semangat mas yanto seakan kembali lagi.
 Apalagi sering pepaya-pepaya itu di biarkan terbuka membuat segar matanya.
Karena larisnya pepaya mba tiya sekarang banyak gosip yang beredar punya susuklah, dengan penglarisan , dengan  jopa japu itulah karena beberapa pedagang buah seakan dimatikan pasarannya karena pepaya mba tiya sungguh buat para lelaki senang menghampirinya.
Mas yanto tahu daya tarik pepaya mba tiya itu coba dimanfaatkannya untuk jualan ketela dan olahannya, karena banyak yang juga beli dilapaknya.
 "Ketelanya godok ada po?" Suatu ketika mba tiya tanya pada mas yanto
 "Nanti saya godokan bu sekilo atau berapa?" Tanya mas yanto.Â
"Kok panggil bu to? aku sekilo saja buat hangat-hangat musim hujan begini "katanya mantap.Â
"Maaf mba" jawab mas yanto merendah. Mata lelaki mana yang tidak melotot ketika buah pepaya itu hadir tepat di mukanya sangat sayang untuk dilewatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H