Yenny Wahid mendukung salah satu capres untuk maju dalam Pilpres 2019 menjadi headline berita cetak dan elektronik akhir-akhir ini. Keputusan yang bersifat oportunis menurut saya, tetapi Yenny menunjukkan sebuah sikap yang cukup baik. Apalagi jaringan yang dimilikinya adalah penuh dan murni untuk membela Islam.
Saya tidak mentah untuk menulis, karena keputusan Yenny mendukung salah satu capres di negeri ini untuk maju dalam Pilpres itulah " tuntutan hati" dalam dirinya sebagai salah satu putri presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
Bukan saya salah satu pendukung capres tetapi sungguh sangat disayangkan karena jaringan yang di buatnya demi nama baik ayahhandanya yang dulu adalah jaringan independent dan tidak dukung mendukung caleg apapun sekarang berbelok arah "melenceng" sedikit dengan salah satu alasannya "mendukung capres yang dekat dengan rakyat" bagi saya itu terserah anda !
Tak sangka dan mengejutkan itulah kenyataan sekarang karena dua kontestan capres telah membuat mayoritas islam terbelah dalam mendukungnya ini dapat terlihat dari apa yang dinamakan Islam tradisional yang mendukung inchumbent(petahana) dan islam modern yang mendukung change ( sang penantang) adlah nyata buktinya.
Lihat saja di sang petahana ada dua partai islam yang bercirikan tradisional dan di kubu penantang ada partai Islam yang modern adalah nyata demi apa mereka demi kursi dan kehidupan politik yang"mapan" adalah nyata, semua demi rakyat(semoga bukan basa-basi politik saja).
Sungguh keterlibatan kita orang Islam dan orang partai Islam sejak reformasi adalah nyata tetapi sungguh sayang sepertinya kitalah(orang dan partai Islam) yang di manfaatkan sebagaian partai yang mengatasnamakan Islam dan juga partai nasional juga memanfaatkan begitu banyaknya orang Islam di negeri ini.
Pertanyaan yang saya kemukakan adalah :
Mengapa orang islam di perebutkan dalam pileg, pilgub, pilwalkot, pilbub serta capres dan dpd ?
Mengapa partai islam tidak mau mendukung capresnya dari golongannya?
Bagaimana setelah orang-orang nasionalis didukung manfaat bagi orang islam apa?
Tiga pertanyaan itu sudah sedikit saya temukan jawabanya karena partai-partai islam baik  tradisonal maupun modern basiknya tidak mempunyai jumlah suara yang bagus( tidak melampaui ambang batas) adalah nyata
Mengapa diperebutkan pengaruhnya adalah adanya jumlah besar yang ada di negeri ini baik ormas,parpol maupun jumlah orangnya adalah sexy untuk di perebutkan partai nasionalis dan non islam adalah kenyataan yang ada
Bagaimana nasib orang islam dan partainya setelah pemilu adalah benar adanya di tinggalkan kelak lihat saja besok dalam pemilu 2019 dan kenyataan yang lalu benar adanya dan inilah mengapa partai dan orang islam diperebutkan partai non agama dan nasionalis karena kita tidak percaya diri untuk memilih dan berpartai islam adlah juga kenyataan yang ada.
Kembali kepada judul artikel ini sungguh sayang partai politi berbasis islam ternyata terbelah  besar dan tidak bisa mengajukan calon dari kalangan sendiri karena tidak melampaui ambang batas pencalonan yang 20 % tersebut.
Keterbelahan semakin nyata karena ada yang mendukung terang-terangan petahana dan juga mendukung penantang adalah nyata kembali lagi persoalan kita ada pada diri sendiri tidak percaya dirinya partai islam di negeri ini adalah juga nyata.
Kesimpulan dan anjuran
Partai islam harus  bersatu untuk meraih lebih dari 20% suara pemilu 2019 kelak baik yang mendukung petahana dan  mendukung penantang adalah wajib karena kedepanya sebenarnya partai islam harus bisa menjadi penyeimbang antara partai nasionalis dan non nasionalis , petahana dan penantang dan kelak bisa mengajukan sendiri capres dan cawapresnya di tahun 2024 adalah harus.
Karena sekarang "memanfaatkan" massa islam oleh kubu nasionalis adalah nyata dan inilah kelelmahan kita menjelang 2019 kelak karena terbelah dan kurang percaya dirilah yang menyebabkan kita cenderung memilih"garis aman"
#2792018