Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pathok Bandara 42, Sebuah Novel

24 April 2016   20:08 Diperbarui: 24 April 2016   20:12 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="alsayidja.paint"][/caption]Cerita yang kemarin:http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-41-sebuah-novel_570e1df8f1967362123d52e8

Ternyata dugaan kami benar Romo mantan lurah yang dulu getol dalam membela proyek penambangan pasir emas juga akhirnya luluh membela calon Bandara internasional ini yang konon bisa di darati boeing  yang besar-besar itu, optimisme Pemerintah daerah yang  bekerja sama dengan investor dan inilah nampaknya kota bandara kan maujud menjadi nyata kelak di mulai groun breaking mei 2016adalah kenyataan yang tidak bisa di pungkiri lagi.

"semua akan dimulai"

"semua akan memikul dampaknya, dari ujung semut rakyat  sampai pemerintahan daerah kabupaten dan propinsi akan memulai pembangunan bandara ini" kata romo mantan lurah ini wasis dalam pidatonya dan mengarahkan kami pada kata "Setuju"!

Aku diam takut salah bila memotong pembicaraannya yang selalau menyalahkan rakyat kecil dan membela investor ini,

"semua demi kemajuan kabupaten ini, dampaknya Pada propinsi dan pemda  mendapat  penghasilan dari bandara ini" imbuhnya membuat dan meyakinkan kami, semua memang kami diam di pendapa ini aku juga, simbok paklik dan semua  pada diam.

 

Melihatlah kebawah

 

aku tahu investor

pembuat bandara, untuk kemajuan kami

bukan memusuhi

 

tetapi caramu

dan mengapa harus menyakiti

hati kami

 

meruntuhkan keyakinan atas hak-hak kami

tanah ladang, sawah dan kebun, serta

empang-empang kami, mau di bawa kemana kami kelak

 

melihat burung besi bertengger

seakan tidak mau tahu

cangkul dan bajak kami menganggur

 

dalam sepi

 

alsayid ja.jogja 242016april

 

Bait puisi penyembuh rasa duka dan lara, ditengah senyum pejabat dan bisnisman dan pengembang, kontraktor dan pemilik modal yang semakin hari menelikung dan menjerat leher kami rakyat kecil dan emnginjak harga diri kami yang dibenamkan dalm lumpur ketidak pastian dan  kecongkahan uang yang datang bermilyaran dan bertrilyun dalam hitungan angka-angka yang rakus dan tamak itu

 

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun